Sejak awal memang KWJ ini tidak diperuntukkan untuk destinasi wisata. Namum pada kenyataannya ketika para pengunjung yang begitu membludak maka mau tidak mau dikondisikan menjadi kawasan wisata yang mengalir secara alamiah. Pengunjung pun banyak pula berasal dari luar kota. Malang memang daerah wisata maka kebanyakan yang mengunjungi Malang dan sekitarnya (Batu, Kabupaten Malang) akan berusaha mengunjungi kampung warna warni ini.
Permasalahan yang sering timbul adalah kurangnya lahan parkir bagi kendaraan pengunjung. Jika pengunjung ramai terkadang pula trotoar harus dikorbankan menjadi tempat parkir. Jika sepeda motor akan bisa dicarikan solusinya dengan parkir di lahan pertokoan yang tidak jauh dari kampung ini. Namun bagi bis dari luar kota yang membawa rombongan banyak ini akan mengalami kesulitan untuk tempat parkirnya. Andaipun ada harus parkir cukup jauh.
Terlepas dari itu semua jika memang itu milik TNI, pemkot bisa berkoordinasi secara intensif. Bisa pula dengan pola bagi hasil ataupun apa namanya, masalah perparkiran harus segera diatasi. Jika tidak maka akan merembet masalah lainnya: kemacetan lalu lintas. Aspek peraturan ataupun tupoksi TNI dapat dibicarakan lebih lanjut tanpa ada sesuatu yang dilanggar. Karena ini berhubungan dengan kepentingan yang lebih luas yang ujung-ujungnya demi kemakmuran rakyat.
Adanya KWJ yang kemudian dapat menjadi destinasi wisata merupakan suatu sisi lain dari pembangunan yang berdampak positif. Tidak ada kegaduhan ataupun penolakan warga. Inilah suatu pola pembangunan yang ideal di mana semua pihak tidak ada yang dikorbankan. Warga pun senang rumahnya di cat sehingga menjadi menjadi bagus dan rapi. Pihak perusahaan cat pun dapat menyalurkan dana CSR dengan tepat sasaran, dari mahasiswa pun dapat mengaplikasikan ilmunya secara nyata tidak sekedar mempelajari teori di bangku kuliah saja.
Semua pihak terkait: pemerintah, masyarakat, swasta, kampus (mahasiswa, akademisi) mempunyai fungsinya sendiri dan mereka dalam beraktivitas tidak dapat berjalan sendiri. Untuk itu diperlukan sinergi semua kalangan untuk dapat saling mengisi dan berkontribusi sesuai fungsinya masing-masing. Dan KWJ ini menjadi suatu bukti adanya saling keterkaitan itu. Dan hasilnya ternyata melebihi dari yang diharapkan, yang awalnya mengubah kampung kumuh menjadi daerah wisata dan mampu meningkatkan pendapatan warga. Suatu “bonus” yang tidak disangka-sangka sekedar menilai fenomena KWJ ini. Dalam situasi dan kondisi yang berbeda kampung ini layak menjadi proyek percontohan (pilot project) di tempat lain atau dalam bidang yang berbeda.
Pembangunan dimanapun berada aspek kemanusiaan perlu diperhatikan. Jika pun harus menggusur dengan alasan kepentingan yang lebih besar harus dilakukan dengan baik dan benar. Pendekatan persuasif terus dilakukan sembari dengan menawarkan solusi yang sama-sama enak di berbagai pihak (win win solution). Dengan demikian pembangunan itu akan mendapat dukungan luas karena menuju keadaan yang lebih baik. Dalam pembangunan partisipasi rakyat jelas diperlukan sebab rakyat bukanlah objek melainkan subjek dalam pembangunan itu sendiri.
Pembanguan dalam bidang apapun harus dapat menyeimbangkan antara hasil dan prosesnya. Kampung warna warni ini dapat menjadi contoh –dalam skala kecil- bahwa tercapainya lingkungan yang bersih dan tertata (yang dulunya kumuh) dapat diselesakan dengan cara yang elegan. Jangan sampai melakukan sesuatu yang tidak perlu, kiranya perlu direnungkan apa yang dikatakan cendekiawan Ali Syariati: "Kesalahan paradigma pembangunan yang semata-mata diorientasikan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi adalah mengabaikan proses pembangunan yang baik dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Hal ini kemudian menyebabkan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan wajah yang bengis dan durhaka"