Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indahnya (Jika) Berbagi di Era Teknologi Informasi

7 September 2016   17:06 Diperbarui: 22 Desember 2016   11:37 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjadi satu menara lebih baik. Satu berbagi bersama. Sumber gambar :dtc.co.id

Era kemajuan teknologi informasi (TI) saat ini sudah dapat dipergunakan secara maksimal. Keberadaannya telah pendorong beberapa penggiat teknologi, ekonomi, bahkan sosial untuk lebih kreatif dan inovatif. Semua dapat dilakukan secara elektronik mulai perdagangan (e-commerce), perbankkan (e- banking) sampai juga urusan tata kelola pemerintahan (e-government).

Dunia internet yang berkembang sangat maju ditambah lagi “kebebasan” yang tidak terlalu ketat diawasi negara, Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Smartphone sudah banyak tersedia dengan berbagai varian dengan harganya cukup terjangkau. Terlepas masih banyaknya perangkat yang masih impor tesebut, keberadaan TI telah memberi ruang tersendiri di masyarakat, yang tidak terasa telah menjadi gaya hidup (life style) baru.

Sharing economy di era digital

Tidak berlebihan bila telah terjadi revolusi digital yang mulai lambat laun meninggalkan cara konvensional. Benar kiranya apa yang ditulis oleh Rhenald Kasali di Majalah Intisari (edisi Agustus 2016) yang menyatakan bahwa tren saat ini adalah berupa sharing economy. Dijelaskan dalam sharing economy dalam era digital ini perusahaan tidak perlu memiliki aset dalam mengoperasikan usahanya.

Banyak contoh apa yang disampaikan Rhenald Kasali itu. Kaskus yang sudah menjadi pemain lama dalam jual beli digital hanya perlu menghubungkan para pejual dan pembeli barang. Tidak perlu  Kaskus membeli barang tersebut yang kemudian dijual kembali. Cara serupa teknik berbeda juga dilakukan oleh situs yang juga kondang seperti Tokopedia ataupun Bukalapak. Cara yang ringkas, mudah, terpercaya membuat perdagangan online semakin marak.

Nilai positif pun tercipta, bahwa semua orang dapat berjualan walaupun tidak mempunyai toko secara fisik. Jangkauannya pun meluas dapat pula merangkul para pengusaha UKM (usaha kecil menengah). Dan yang lebih menariknya lagi seperti yang menjadi laporan Majalah Tempo (edisi 15-21 Agustus 2016) bahwa perbankkan dalam melihat “kualitas” usaha seseorang dengan melihat transaksi toko online-nya. Tidak seribet seperti analisa konvensional yang perlu survey lebih mendalam.

Konsep sharing economy juga merasuk segala bidang. Kehadiran Uber, Grab, dan Gojek telah memberi revolusi terhadap dunia transportasi. Pemain lama banyak yang bertumbangan karena kalah bersaing, baik pelayanan dan dan tarifnya. Sang pengelola tidak perlu memiliki aset, cukup mengajak kerjasama kepada pemilik kendaraan (sepeda motor dan mobil) dalam melayani pelanggan.

Hasilnya cukup menggembirakan. Pemilik kendaraan dapat penghasilan lumayan dengan waktu yang diatur sendiri. Pelangganpun cukup puas dengan pelayanan yang “lebih” dan harga yang kompetitif dibandingkan dengan cara lama. Pengelola pun mendapat pembagian atau fee yang adil. Semua dapat dilakukan dengan cara yang cukup mudah. Cukup smartphone digenggaman dapat melakukan transaksi dengan aman, transparan, dan objektif. Setiap transaksi dapat  berlanjut sesuai kesepakatan tanpa memandang konsumen itu kaya-miskin dan menyesampingkan unsur SARA.

Dalam urusan sosial pun sharing di dunia digital juga ada tempatnya. Beberapa anak muda kreatif telah menciptakan aplikasi yang membantu di bidang sosial yang sering  disebut  crowd funding. Bahwa donasi pun dapat dilakukan secara online. Penggalangan dana dapat dilakukan secara kolaborasi untuk proyek dan tujuan yang sifatnya sosial.

Keberadaan aplikasi Kitabisa, Gandengtangan adalah salah satu diantaranya yang dapat memanfaatkan keberadaan TI lebih bernilai lagi. Aplikasi ini membantu menghubungkan pihak yang dirasa perlu dibantu dengan beberapa pihak yang mempunyai dana dan ingin berpartisipasi didalamnya.

Di Gandengtangan sendiri berupaya memberikan solusi bagi pihak yang memerlukan dana untuk pengembangan usaha dengan menghubungkan pada pihak yang bersedia memberikan pinjaman lunak (bahkan tanpa bunga). Upaya ini jelas membantu bagi pelaku usaha pada skala kecil yang masih belum terjangkau syarat-syarat perbankkan (bankable).  

Sumber gambar : bmtoobox.net
Sumber gambar : bmtoobox.net
Masih ada kesenjangan digital  

Seperti juga masalah kekayaan, masih ada kesenjangan antara yang kaya dan miskin. Demikian pula dengan di dunia TI masih juga ditemukan kesenjangan digital (digital divide). Kesenjangan digital dapat dilihat dengan tidak semua orang memiliki smartphone, yang harganya masih belum terjangkau bagi kalangan bawah.

Di samping itu pengguna smartphone juga mengeluarkan biaya operasional tidak sedikit tiap bulannya untuk berlangganan paket data. Maka sedikit banyak kesenjangan kaya miskin mempengaruhi kesenjangan digital.

Keberadaan smartphone beserta aplikasi didalamnya jelas sangat membantu dalam menjalankan aplikasi online. Untuk dapat memakai jasa Gojek pun harus memakai aplikasinya yang kemudian dapat bertransaksi, tidak dapat melakukan sepeti halnya pada ojek pangkalan yang masih “manual”. Ini jelas menjadi kendala bila suatu saat transportasi masal menggunakan aplikasi, sedangkan semua orang tidak mempunyai smartphone yang mumpuni.

Kesenjangan antara daerah kota dan desa juga menjadi kendala dalam kesenjangan digital. Bagi daerah kota (urban) cakupan sinyal tidak menjadi persoalan berarti. Ketersediaan layanan cukup merata dengan berbagai operator didalamnya. Bahkan di berapa tempat (ruang publik, kafe, hotel) memberikan akses internet gratis dengan mengunakan akses wifi.

Berbeda dengan pedesaan (rural), layanan TI belumlah merata. Layanan komunikasi konvensional (percakapan, SMS) bisa jadi cukup bagus. Namun urusan komunikasi data masih belum maksimal karena menggunakan perangkat yang memerlukan investasi juga. Perlu diingat bahwa di pedesaan pun juga mempunyai potensi penggarapan teknologi digital. Dunia pertanian, perikanan, dan peternakan yang kebanyakan di pedesaan perlu dijangkau akses digitalnya.

Karena produksi hasil alam banyak di pedesaan maka akses pertemuan antara persediaan dan permintaan (supply and demand) perlu difasilitasi. Jika hal tersebut digarap dengan bagus maka kedua belah pihak terutama petani dan nelayan akan meningkat penghasilannya, seperti tukang ojek pada Gojek juga mengalami “perbaikan nasib”.

Potensi pengguna internet indonesia, jumlah yang cukup besar. Sumber gambar: inovasipintar.com
Potensi pengguna internet indonesia, jumlah yang cukup besar. Sumber gambar: inovasipintar.com
Perlu berbagi di tingkat operator

Kesenjangan pelayanan di tingkat operator pun juga harus menjadi bentuk perhatian. Pengalaman pribadi ketika mengunjungi Larantuka, Flores Timur, NTT yang pada kenyataannya hanya satu operator seluler yang beoperasi di sana, bisa di tebak milik pemerintah tentunya. Kondisi semacam ini tentu saja sangat merugikan bagi pemakai operator yang tidak ada cakupan tersebut. Komunikasi dapat terhambat, walaupun solusi sementara dapat diganti dengan mengganti kartu.

Pemerintah sebagai regulator harus bisa menyelesaikan persoalan kesenjangan operator tersebut. Beberapa wilayah berhak mendapatkan akses digital tersebut. Tidak sekedar hanya mendapatkan akses informasi dan komunikasi, lebih dari itu diharapkap keberadaan TI dapat meningkatkan perekonomian setempat yang berujung pula dengan kesejahteraan rakyat.

Setiap daerah mempunyai potensi yang perlu dikembangkan. Pengembangan baru bisa berjalan bila akses dan sumber daya cukup tersedia. Bisa jadi banyak investor yang mencari namum karena kurangnya data dan informasi sehingga kesulitan melangkah. Di lain sisi ada daerah yang cukup potensial namun kesulitan dalam promosinya. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah bagaimana membuat “perantara” kedua belah pihak tersebut sehingga bisa bertemu, dan suatu saat dapat bertransaksi.

Pemerintah tidak dapat berjalan sendirian dalam mewujudkan pemerataan TI itu. Maka yang dapat diupayakan adalah menggandeng pihak lain untuk bekerja sama. Peranan swasta juga diperlukan dalam pengembangan TI itu, bahkan bisa jadi kalangan UKM bisa menjadi mitranya.

Model sharing economy yang sudah mendapat tempat ini dapat menjadi acuannya. Jika semua pihak mau berbagi maka semua akan memperoleh keuntungan secara proporsional.

Dunia operator dapat saling sharing penggunaan tower misalnya. Penggunaan tower bersama selain dapat menekan operasional juga penataan frekuensi dan estitika kota akan lebih tertata. Pihak yang “besar” bisa berbagi yang lebih “kecil” pada urusan teknis di lapangan tanpa merasa tersaingi, diupayakan saling menguatkan.

Ataupun pemerintah (pusat dan daerah) dapat memberikan lelang proyek yang lebih transparan, serta izin yang proporsional kepada semua operator yang mau mengembangkan daerah cakupannya apalagi yang belum ada sama sekali. Ataupun dengan pembagian yang lebih menguntungkan. Pemerintah daerah yang wilayahnya belum terdapat cakupan TI dapat mengundang operator untuk menyediakan layanan. Pemerintah dapat memberikan kemudahan atau penyediaan fasilitas pendukung seperti tanah, dan listrik. Jika ini ditanggung bersama maka daerah yang terpencil pun dapat tercakup layanan internet, yang diharapkan juga akan meningkatkan perekonomian setempat.

Penutup

Sisi lain dari perkembangan TI yang pesat adalah berkembangnya usaha dengan konsep sharing economy. Dalam mengembangkan usaha dengan tidak mengusai mulai dari hulu hingga hilir. Konsep sharing economy dengan merangkul semua kalangan untuk berkolaborasi. Yang mempunyai aset dapat meminjamkan kepada pihak yang membutuhkan tanpa harus memiliki aset tersebut. Dan terbukti melalui sharing economy, membuat usaha yang cukup mapan dengan cara konvensional mulai mendapat “persaingan” yang signifikan.

Perkembangan TI juga harus ditopang dengan perangkat keras yang mumpuni. Tugas operatorlah yang menyediakan itu semua sehingga perangkat lunaknya dapat berjalan dengan lancar.

Pemerintah sebagai regulator bersama operator harus bisa bekerja sama dengan baik. Segala hambatan yang ada (investasi yang besar, cakupan yang sulit, ekonomi yang belum bergeliat) dapat diselesaikan dengan cara berbagi. Semua pihak mempunyai potensi tersendiri dan beragam perlu upaya mengkolaborasikannya sehingga menjadi peluang yang saling menguntungkan. Konsep berbagi itu telah terbukti banyak menyelesaikan masalah, dan pada akhirnya pengguna pun diuntungkan.

Dunia telah berubah, kemajuan TI telah memberikan pelajaran satu hal bahwa semua pihak perlu berkolaborasi dan berbagi peran. Sudah saatnya bangsa Indonesia dapat saling bergandengtangan mengembangkan dunia TI ini. Budaya gotong royong perlu dihidupkan pada ruang lingkup yang lebih luas. Diharapkan kedepannya akan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) sejalan pula dengan pencapaian kesejahteraan warga negaranya.

NB: terima kasih kepada pihak penyelenggara atas apresiasi tulisan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun