[caption caption="Liputan Kompas 2 April 2016. Dok Pribadi"][/caption]Sungguh menarik liputan Kompas cetak Sabtu lalu (2/03) yang mengulas kreatifitas anak muda yang ada di kota Malang. Liputan itu juga sangat relevan dengan momen yang pas dengan HUT ke-102 kota Malang yang bertepatan 1 April. HUT semakin marak dengan dipercayanya kota Malang sebagai tuan rumah Indonesia Creative Cities Conference (ICCC) hasil kerja sama Pemkot Malang, Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), dan Komunitas Malang Creative Fusion (MCF). Berbagai acara dilaksanakan mulai seminar, workshop, serta pameran, yang rangkaian acaranya mulai dari 30 Maret sampai 5 April 2016.
Dalam liputan itu di beritakan bahwa ada seorang mahasiswa yang begitu kreatif memanfaatkan sisa kulit telur yang kemudian ditumbuk dan dijadikan pasta gigi. Produk ini mempunyai keunggulan karena nilai kalsiumnya yang begitu tinggi. Hasil produk ini rencananya akan dipatenkan, dan dikemudian hari akan diupayakan untuk diproduksi massal.
Berawal dari hal sederhana
Langkah yang dilakukan adalah sesuatu yang cerdas, kreatif, serta inovatif dengan melihat potensi yang ada untuk menjadikannya nilai tambah. Langkah yang dilakukannya cukup sederhana dan tidak muluk muluk sebagai peneliti yang rumit. Ia tidak sendirian, berbagai anak muda bahkan pada posisi sebagai siswa SMK atau SMA sudah dapat menemukan hal-hal baru yang inovatif.
Ide-ide kreatif yang mereka angkat cukup inovatif dalam memecahkan masalah (problem solving) yang selama ini menjadi beban tersendiri. Apalagi inovasi itu yang pada mulanya bahan yang dipakai berposisi sebagai sampah atau bahan yang sia-sia. Di tangan mereka dicoba dioleh menjadi sesuatu yang bernilai dan berdaya guna.
Dari bahan dan pemikiran sederhana itu ternyata dapat menjadi penemuan inovatif. Sebagai seorang siswa SMK atau SMA mampu berfikir jauh ke depan padahal kita tahu bahwa pelajarannya tidak sedetail ketika menjadi mahasiswa dengan pengajaran yang terstuktur dan ada pelajaran khusus tentang metode penelitian. Dan ternyata untuk menjadi kreatif dan inovatif itu tidak berbanding lurus dengan pendiidakan yang ditempuh. Banyak juga yang lebih kreatif padalah mereka tidak kuliah, bahkan hanya tamat SMP saja.
Perlu pembinaan
Siapapun anak bangsa yang kreatif dan inovatif perlu kiranya ada perhatian khusus dari pihak pemangku kepentingan. Sekiranya itu siswa atau mahasiswa dari sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan lah diupayakan mengambil tanggung jawab agar yang bersangkutan itu memperoleh pendampingan.
Upaya pembinaan dapat berupa pengembangan karya itu sendiri. Jika perlu penelitian lebih lanjut maka diarahkan pada lembaga yang berkompeten baik itu yang berada di daerah ataupun pusat. Supaya kedepannya karya itu dapat lebih sempurnya lagi sehingga nantinya dapat diimplementasikan pada kehidupan nyata.
Dan bila karya itu “luar biasa” dapat kiranya untuk bisa diarahkan pada pengembangan lebih lanjut. Mengenai pembiayaannya dapat diupayakan dalam bentuk bantuan atau pinjaman lunak. Sedangkan yang berkenaan dari aspek hukum dan legalitas, karya itu agar memperoleh apresiasi dan tidak “dibajak” oleh pihak lain untuk segera didaftarkan kepada pihak yang berwenang untuk mendapatkan hak paten atau hak cipta misalnya.
Berdamai dengan trial and error
Dalam suatu karya kreatif dan inovatif pada mulanya tidaklah langsung berwujud sempurnya. Pada mulanya berawal dari rasa penasaran kemudian melakukan tindakan “coba-coba”. Ada kalanya langsung berhasil dan seringkali hasilnya tidak seperti yang diharapkan.
Dalam suatu percobaan namanya coba dan salah (trial and error) itu sudah hal yang biasa. Maka dari pada itu bagi para kreator muda yang –mungkin- masih mencari jati diri sekiranya terus bersemangat dalam mengembangkan karyanya. Sikap mental berputus asa untuk segera dicarikan jalan keluarnya, yang kadang pada kondisi tertentu karya itu tidak mendapat perhatian bahkan terkesan diremehkan.
Sekali lagi pendampingan itu perlu, terutama bagi yang ahli dibidangnya. Ada kalanya dunia praktek dan teori perlu dipertemukan akan satu sama lain tidak berjalan sendiri-sendiri. Satu sama lain dapat saling mengisi untuk mengetahui kesalahan mana kreasi itu berada, untuk selanjutnya diupayakan menuju proses penyempurnaan.
Proses berkelanjutan
Jika usia muda sudah dapat berkarya maka diharapkan akan menghasilkan karya berikutnya di masa depan. Sekiranya karya itu bagus maka untuk kiranya dapat dikembangkan pada proses berikutnya. Bisa saja dikerjakan oleh pihak yang bersangkutan ataupun dibagi (sharing) dengan orang lain yang sekiranya lebih berkompeten.
Jika hal tersebut dilakukan maka kreasi yang ada sekarang dapat berkembang pada fase berikutnya, yang bisa jadi menjadi sesuatu yang luar biasa. Dan diharapkan juga dapat menghasilkan karya-karya turunan yang menjadi karya baru. Bahwa karya yang dihasilkan pada saat ini merupakan bahan dasar untuk dikembangkan proses selanjutnya, sehingga karya itu berkelanjutan untuk menjadi yang lebih baik lagi
Sesuai gelaran ICCC di kota Malang yang mengangkat tema “Menuju Kota Kreatif Indonesia yang Berkelanjutan”. Semua pihak harus bisa berpartisipasi sehingga bisa bersinergi satu sama lain. Dalam liputan itu pula disebutkan bahwa banyak programmer muda dengan karya terbaik di kota Malang yang memiliki kerja sama dengan NASA ataupun negara lain. Nilainya pun mulai dari puluhan juta sampai milyaran rupiah.
Disadari atau tidak generasi muda kita mempunyai kreatifitas yang tidak kalah canggihnya. Tinggal saja dari pihak yang berkepentingan (baca: pemerintah) mengakomodasikan itu semua. Peraturan yang sehat dan penghargaan yang layak adalah yang mereka perlukan, yang justru negara lain yang lebih memperhatikan. Semoga acara ICCC ini dapat membuka jalan menuju kreatifitas dan inovasi yang berkelanjutan, tidak sekedar gelaran pemanis dan seremonial belaka.
[caption caption="Gelaran Malang EXPO. Dok Pribadi"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H