Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pasar Corniche, Rasa Indonesia di Kota Jeddah (Saudi Arabia)

6 Maret 2016   19:37 Diperbarui: 6 Maret 2016   20:23 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Beberapa kios rasa Indonesia. Dok Pribadi"][/caption]

Jika di negeri kita ada istilah kampung Arab, bukanlah hal yang asing. Ulasan sederhana kampung itu menggambarkan suasana ke-Arab-an yang bisa ditinjau dari bangunan, makanan, budaya, dan bahasa. Di lain sisi apakah hal itu juga terjadi sebaliknya? Suasana negeri kita di negeri timur tengah, dalam arti jauh berbeda dengan negeri kita.

Saya berkesempatan menyaksikan rasa ke-Indonesiaan di negeri Arab ketika melaksanakan program (baca: tour) umrah di tanah suci bulan lalu. Suasana yang paling kentara adalah ketika mengunjungi pasar di sekitaran Corniche Comersial Center (CCC) –orang umumnya menyebut pasar Corniche- kota Jeddah, Saudi Arabia. Tempat ini sepertinya menjadi andalan kunjungan dari beberapa travel, selain kunjungan masjid Terapung di tepi laut Merah. Dan juga dapat dikatakan sebagai “pembunuh” waktu, sebelum rombongan diantar ke bandara Jeddah untuk terbang kembali ke tanah air.

Bus rombongan berhenti tepat di area parkir di depan CCC yang cukup luas. Kami serombongan pun turun dan menuju lokasi dengan menyeberang jalan tiga ruas di depannya. Untuk urusan menyeberang jalan pengemudi kendaraan di sini rasanya cukup menghormati para penyeberang jalan, tidak ada klakson yang memekakkan telinga seperti di tanah air.  

Dan sesampainya di area masuk CCC,  “rasa” Indonesia mulai terasa. Terlihat tulisan yang tidak asing bagi kita, toko dan murah. Semakin ke dalam “rasa” itu semakin menguat, suara riuh para penjaga toko yang mengharapkan kita mampir, dan ajakan itu berbahasa Indonesia padahah mereka itu terlihat jelas –dari mukanya- sebagai orang Arab.

Suara riuh ramai mirip pasar di Indonesia, menarik pehatian dengan suara keras untuk menawarkan barang dagangan. Disinilah letak menariknya, barang yang ditawarkan adalah yang khas Arab tentunya, seperti makanan (kurma, kacang Arab, coklat, serta makanan ringan lainya), parfum khas Arab, pemerah kuku, pakaian, serta pernak pernik tematik timur tengah.

[caption caption="Gedung utama dilihat dari ruang parkir bus di seberang. Dok Pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Para pengunjung yang datang dan pergi dari arah parkir bus. Dok Pribadi"]

[/caption]

Transaksi bisa rupiah

Segala dagangan ada dihadapan mata, dan itu menggiurkan mata. Bila kita tertarik dengan barang incaran, tidak perlu terlalu khawatir akan transaksi selanjutnya, pakai rupiah pun diterima. Tinggal dikonversikan saja dari mata uang Saudi Arabia (riyal) ke rupiah, jika ada kembalian maka akan berbentuk riyal.

Dan memang uang rupiah di negara Saudi Arabia begitu dihargai. Money changer memang ada, baik resmi atau perorangan akan mudah didapat. Transaksi dalam bentuk rupiah memang memudahkan bagi kita para pelancong. Manfaat lain yang didapat adalah kita tidak begitu direpotkan untuk urusan penukaran yang berakibat pula kita dapat berbelanja sesuai kebutuhan tanpa harus membawa persediaan riyal yang berlebihan.

Ada juga dialek daerah

Orang Indonesia yang tinggal ataupun melakukan kunjungan ke Saudi Arabia dalam rangka umrah memang boleh dibilang cukup banyak. Dan diantara yang banyak itu tidak dapat dipungkiri adalah orang Jawa. Dan rupanya para pedagang Arab mengetahui hal itu. Tidak heran pula istilah daerah Jawa terselib di situ baik tulisan atau ucapan.

Kedengarannya memang lucu atau lucu dan disitulah letak menariknya. Para pengunjung adalah aset terlepas membawa uang lebih atau tidak, karena disitulah rejeki dapat diraup. Mereka rupanya paham dengan mendekatkan batasan sedikit mungkin, yang akan menarik perhatian dan diharapkan berlanjut pada transaksi jual beli.

[caption caption="Rasa Jawa pun juga ada di sini. Dok Pribadi"]

[/caption]

Bersaing sehat

Namanya toko, kios, atau pedagang emperan terlihat cukup banyak, mereka cukup bersaing walau menjajakan barang yang sama. Harga pun hampir sama, hanya beda-beda titis. Tetapi terkadang dalam persaingan itu para pedagang menawarkan diskon kepada pengunjung agar membeli barang di tokonya dan itu dilakukan dihadapan pesaingnya. Dan fenomena seperti itu biasa-biasa saja, tidak ada yang marah akan hal itu.

Menurut pemandu tour yang mendampingi rombongan kami, Ustad Ali, menyatakan bahwa pemerintah Saudi menerapkan aturan yang tegas dan keras. Silahkan berdagang sebebasnya asal jangan sampai terjadi pertikaian diantara pedagang. Jika itu terjadi maka pemerintah tidak segan-sengan menutupnya. Maka cukup wajar melihat para pedangang cukup “akur”, dan kita sebagai pengunjung tidak terlalu terganggu dengan "persaingan" itu.

Di CCC sendiri juga menyediakan toko yang modern layaknya mal seperti di Indonesia. Kita dapat masuk ke mal yang berisi ratusan toko yang menjual beraneka kebutuhan. Saya sendiri tidak sempat masuk ke dalam sampai jauh mengingat batasan waktu untuk kembali ke bus. Tampak dari kejauhan merek-merek barang elektronik yang sama kita jumpai di tanah air.

[caption caption="Barang di emperan toko pun tersedia. Dok Pribadi"]

[caption caption="Aneka pernak-pernik murah meriah. Dok Pribadi"]
[/caption][/caption]

Dan saya jumpai juga para pengunjung mayoritas dari Indonesia, diantaranya para peserta umrah. Maka berada di CCC itu tidak seperti orang asing saja. Kadang diantara mereka saling berinteraksi sekedar ingin tahu berasal dari daerah mana.

Untuk berbelanja hal yang bisa di makan, para pedagang di pasar Corniche rupanya cukup fair. Mereka menyediakan banyak sampel untuk dicoba sehingga kita dapat merasakannya, mulai dari aneka kurma, coklat, ataupun kacang-kacangan. Kita sebagai pembeli seakan diperlakukan “raja”, kita membeli setelah bisa merasakannya langsung sesuai selera atau tidak. Terlihat pula para pedangang kacang tanah yang disangrai tidak segan-segan memberikan dagangannya kepada para yang lalu lalang seraya berucap, "halal halal".

Banyaknya orang Indonesia itu (sebagai tenaga kerja dan pelancong) di Arab Saudi sedikit banyak turut memperangaruhi kondisi di sana, seperti pasar Cornine salah satunya. Masalah perniagaan orang Arab ternyata suka dengan orang kita, yang pada akhirnya berusaha menyesuaikan dengan keadaan kita. Selain suka berbelanja, bangsa kita juga dikenal ramah dan tidak berbelit dalam menawar.

Bagi saya sendiri bisa juga dengan jamaah umrah yang lain, berkunjung di pasar Cornice Jeddah ini memberi kesan tersendiri di luar masalah ritual yang dijalanani di dua kota suci (Mekkah dan Madinah). Bahwa di negeri nun jauh di sana masih juga terasa seperti negeri di sini.

[caption caption="Berada di pelataran pasar sambil menunggu rekan yang sedang berbelanja. Dok Pribadi"]

[/caption]

 

Link video bisa lihat disini

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun