[caption caption="Dok Pribadi"][/caption]Tak banyak diketahui oleh publik kegiatan Risma Triharini mantan walikota surabaya yang akan bertanding lagi pada pilkada serentak Desember bulan depan. Masa-masa saat ini persiapan menjelang pemilihan jelas ada, Risma pun tidak main-main dengan amanat yang diberikan partai pendukung dan tentu saja masyarakat Surabaya pada khususnya.
Berbagai aktivitas –dan pandangannya- yang dilakukan Risma selama “masa tunggu” dan saat menjabat dapat sedikit terungkap dalam acara ramah tamah dan makan siang bersama Risma Triharini pada Selasa lalu (2/11) yang berlangsung di rumah makan Primarasa Jl. A. Yani Surabaya dalam rangka hari blogger nasional (27 Oktober 2015).
Ketika ditanya mbak Avi sang moderator mengenai kegiatan mantan walikota usai habis masa jabatannya selama ini, apakah juga kembali “berprofesi” sebagai ibu yang menyempatkan memasak misalnya. Ternyata jawaban Risma yang seperti biasa ceplas-ceplos dan apa adanya, yaitu ia tidak sempat memasak karena memang tidak bisa memasak, dan tidak ada waktu untuk itu. Kegiatannya selama ini adalah melakukan kunjungan kepada masyarakat dan elemennya, waktunya cukup padat mulai dari pukul setengah emam pagi sampai dua belas malam.
Dalam forum ini berjalan cukup santai, tidak ada pembukaan bertele-tele dan langsung berdialog dengan para blogger yang hadir berjumlah 20-an. Risma pun sudah mewanta-wanti agar forum ini tidak membicarakan masalah politik dan memang bukan juga ajang untuk berpolitik. Risma sedikit banyak memberikan pandangan, sikap, serta harapan bagi yang hadir pada kesempatan ini.
Berfikir jauh ke depan dan holistik
Dalam kasus tol tengah misalnya, kita ketahui bahwa Risma menolaknya. Dan akibatnya Risma pun dikesankan “menentang” pemerintah propinsi ataupun pusat. Namun rasanya tidak adil jika kita tidak mendengarkan penjelasan mengenai sikap yang diambilnya itu. Risma mengemukakan bahwa buat apa membuat jalan yang membayar (masuk tol) jika bisa tidak membayar, buat apa merusak lingkungan jika memang tidak perlu merusak lingkungan.
Dan banyak aspek yang perlu diperhatikan rencana pembuatan tol itu misalnya aspek ekonominya. Risma beralasan tidak semua warga Surabaya akan dapat menikmati tol tengah itu (jika memang jadi dibangun). Sepeda motor pun tidak dapat masuk, ia pun juga mempertimbangkan bahwa denyut ekomomi di sepanjang jalan yang dilewati tol itu akan mati. Dari aspek keamanan pun ia turut memperhatikan. Bahwa jalur yang dilewati tol tengah itu melewati kantor kejaksaan dan kepolisian. Dan jika ada pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan lempar bom misalnya saja akan lebih mudah dan cepat melarikan diri.
Tetapi bukannya Risma tidak mempunyai solusi tentang mengatasi masalah kemacetan di Surabaya yaitu tanpa harus ada tol tengah. Ia mempunyai solusi lain yaitu dengan membuat jalan lingkar yang ada di pinggiran Surabaya. Menurutnya ini lebih efektif sebab dengan adanya jalan lingkar ini justru tidak akan membebani kota Surabaya di wilayah tengah. Sebagai contoh dengan adanya jalan lingkar dari Mojokerto ke Perak tanpa harus melewati tengah kota.
Dalam hal semua kebijakan yang dikeluarkan Risma semuanya tidak hanya mengedepankan satu sisi saja. Semua dikaji mendalam, Risma lebih menekankan pada kepentingan yang lebih besar lagi yaitu kepentingan masyarakat banyak. Tidak sekedar hanya mengejar aspek ekonomi semata yang terpenting dibalik semua itu yaitu aspek sosialnya.
[caption caption="BEBAS SAMPAH, kali yang paralel dengan Jl. A.Yani Surabaya yang terus berbenah. Dok Pribadi"]
Serapan anggaran tidak rendah
Jika daerah lain serapan anggaran ternyata rendah misalkan di DKI Jakarta. Namun tidak berlaku dengan Surabaya, semua berjalan dengan normal. Risma tidak takut “dikriminalisi” oleh kebijakan yang dibuat olehnya. Semua kebijakan yang ia buat dengan maksud untuk kepentingan rakyat, dan sebelumnya semua kebijakan itu dikoordinasikan terlebih dahulu kepada pihak perguruan tinggi, kepolisian dan kejaksaan. Maka ia juga merasa aneh dengan peristiwa beberapa waktu lalu yang ia dinyatakan sebagai tersangka.
Dari APBD yang berjumlah tujuh trilyun itu Risma berupaya untuk mensejahterakan masyarakat. Konmitmen Risma terhadap wong cilik tidaklah diragukan, kebijakan pemkot Surabaya sangat memperhatikan para lansia, penyandang disabilitas, anak-anak yatim, bahkan orang gila. Dan hebatnya lagi pemkot Surabaya mengganggarkan itu semua yang tidak saja bagi warga Surabaya tetapi warga lain yang menurutnya presentasenya justru 90 persen.
Kesalehan Risma
Sosok Risma tidak hanya dikenal dengan sosok yang tegas dan sangat peduli dengan kalangan wong cilik dan terpinggirkan. Selama menjabat jadi walikota segala pertentangan jelas ada, namun ia selalu mengembalikannya kepada Tuhan.
Bisa dimaklumi bahwa ia tidak merasa takut jika apa yang dilakukannya itu benar dan untuk kepentingan masyarakat. Dalam paparannya sering ia menyatakan bahwa Tuhan itu maha ada, adil, dan mengetahui. Bahwa semua orang ada kekurangan dan kelebihan. Dan kekerangan itu harus dicarikan jalan keluarnya dan itulah tugas kita kita bersama terlebih seorang pemimpin.
Maka dalam kebijakannya ia selalu mendorong semua orang untuk maju dan diberi kesempatan yang sama. Ia selalu memberi harapan kepada siapa saja tidak terkecuali kepada –yang selama ini- kita anggap hina dan “kotor”. Dari pemberitaan media kita dapat mengetahui hasil dari kebijakan Risma ini. Banyak anak dari kalangan tidak mampu dan terpinggirkan yang berhasil dalam pendidikannya, artinya semua orang apapun latar belakangnya mempunyai potensi yang sama. Yang paling fenomenal adalah berhasil ditutupnya lokalisasi Dolly, ia tidak saja menutup begitu saja tetapi juga memberi solusi dan pendampingan.
Menganjurkan perbaikan dari dalam
Sepertinya Risma selalu berdialog dengan semua kalangan, dan pertanyaan kritis adalah biasa baginya. Ia bercerita bahwa dalam menjalankan roda pemerintahan tentu saja berat, dan itu ada “dunia lain” yang tidak seperti yang kita duga.
Untuk itu ia menghimbau kepada para blogger yang hadir agar masuk sistem. Ia menganjurkan agar turut pula terjun ke dalam, misalkan menjadi anggota dewan. Menurutnya perbaikan yang efektif adalah dari dalam bukan dari luar. Jika “orang dalam” diisi orang yang baik maka sistem akan berjalan dengan baik.
Maka dari pemaparan Risma ini kita dapat memaklumi bahwa akhirnya menjadi kader partai. Memang konotasi -bagi kita- partai mempunyai citra buruk, karena ulah okmum yang membuatnya buruk. Partai adalah jalan bukan tujuan. Baginya partai bisa menjadi besar karena dipercaya rakyat, dan itu harus diisi orang-orang baik. Jika orang baik enggan masuk partai maka jangan salahkan jika partai diisi oleh orang yang tidak berkualitas.
Sebenarnya banyak hal yang dapat kita pelajari dari Risma ini, mulai dari pandangan, perkataan dan tindakannya. Saya sangat beruntung dapat mengikuti acara ini. Terima kasih pula kepada mbak Avi memberi tempat buat saya, dan juga kepada mas Selamet Hariadi yang sebelumnya memberikan info acara ini.
Risma Triharini adalah harapan bagi kita semua, terutama bagi kalangan wong cilik. Sosok Risma adalah jalan menuju cita-cita yang lebih besar lagi. Keberadaanya adalah inspirasi bagi kita semua tidak hanya buat warga Surabaya, tetapi bagi bangsa Indonesia. Sosok Risma adalah sosok terbaik bagaimana seharusnya pemimpin itu bekerja, dan mudah-mudahan warga Surabaya tidak salah pilih dalam pilkada Desember nanti.
[caption caption="Oleh-oleh seusai acara. Dok Pribadi"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H