Aset desa, dalam konteks pembangunan desa, adalah ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia adalah anugerah—sumber daya yang bisa dikelola untuk kesejahteraan masyarakat desa. Di sisi lain, tanpa pengelolaan yang baik, aset desa bisa berubah menjadi musibah—sumber konflik dan kerugian yang memperlebar ketimpangan di desa. Â
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberi kekuasaan kepada desa untuk mengelola asetnya secara mandiri, namun tantangannya terletak pada penerapan regulasi ini. Â Aset desa tidak hanya berupa tanah atau bangunan, tetapi juga potensi ekonomi yang jika dimanfaatkan dengan baik, dapat mengubah wajah desa menjadi lebih sejahtera dan mandiri.
Aset Desa: Anugerah yang Perlu Dioptimalkan
Berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat jumlah kasus korupsi ditingkat desa paling besar di sepanjang Tahun 2023, yaitu sekitar 187 kasus. Â Walaupun terlihat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah desa sebanyak 75.265 desa di seluruh Indonesia. Dari kasus tersebut terdapat kasus korupsi terkait sewa menyewa tanah kas desa (1). Â
Undang-Undang Desa memberikan kesempatan bagi desa untuk mengelola dan mengembangkan aset mereka, baik melalui pengelolaan Tanah Kas Desa (TKD) maupun sumber daya alam yang dimilikinya. Â Melalui BUMDesa (Badan Usaha Milik Desa), aset desa dapat dijadikan sumber penghasilan, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat desa.
Namun, pengelolaan ini bukan tanpa tantangan. Banyak desa masih kekurangan kemampuan dalam administrasi dan manajemen aset. Hal ini seringkali menyebabkan aset desa tidak dimanfaatkan secara optimal, bahkan dikelola dengan cara yang tidak transparan, yang akhirnya menimbulkan masalah di tengah masyarakat.
Musibah dari Pengelolaan yang Buruk
Beberapa desa mengalami dampak buruk dari pengelolaan aset yang tidak transparan. Di Bekasi, misalnya, terjadi kasus di mana tanah kas desa disewakan kepada pihak swasta tetapi uang hasil sewa tidak dimasukkan kedalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) akan tetapi digunakan untuk keperluan pribadi kepala desa.Â
Bukannya menjadi sumber pendapatan, aset desa malah menimbulkan kerugian karena kurangnya keterbukaan dalam laporan pertanggungjawaban pengelolaan aset desa (2).
Kasus seperti ini tidak hanya terjadi di satu daerah. Di Jawa, seorang kepala desa melakukan korupsi pengelolaan aset desa dalam hal ini menyewakan tanah kas desa. Â hasil sewa tidak dilakukan pencatatan dalam pendapatan tetapi langsung digunakan untuk pembayaran penghasilan tetap. Â Â
Hal ini bertentangan dengan tata kelola pengelolaan keuangan desa. Â Akibatnya, aset yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama justru dikuasai oleh individu tertentu (3).
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Menurut Permendagri No. 3 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, pengelolaan aset desa harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Â
Pemerintah desa bertanggung jawab untuk mencatat dan melaporkan semua aset yang dimiliki secara rinci, serta memastikan bahwa aset tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Â
Selain itu, pemerintah daerah dan pusat juga bertanggung jawab untuk memberikan pendampingan dan pengawasan agar aset desa tidak disalahgunakan (4).
Namun, tanggung jawab ini tidak sepenuhnya ada di tangan pemerintah desa saja. Â Masyarakat juga harus aktif mengawasi dan berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan terkait aset desa. Â Keterbukaan informasi, pertemuan desa yang rutin, serta pelaporan keuangan yang transparan adalah langkah awal untuk memastikan bahwa aset desa dikelola dengan baik.
Menuju Desa yang Mandiri
Agar aset desa bisa menjadi anugerah, desa perlu memperkuat tata kelola dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Pemerintah pusat dan daerah perlu memberikan pelatihan manajemen aset kepada aparat desa.Â
Di sisi lain, masyarakat harus dilibatkan dalam setiap keputusan terkait aset, sehingga semua merasa memiliki dan bertanggung jawab atas kelangsungan pengelolaannya.
Desa makmur, aset dijaga,
Sawah subur, panen melimpah;
Kelola dengan bijak, semua sejahtera,
Musibah hilang, anugerah berkah.
Dengan pengelolaan yang tepat, aset desa bisa menjadi jalan menuju kemandirian ekonomi dan kesejahteraan. Namun, tanpa keterbukaan dan tanggung jawab bersama, anugerah ini bisa berubah menjadi musibah yang menghancurkan. Mari kita pastikan bahwa desa-desa kita tumbuh dengan kokoh, menjadi pilar kesejahteraan bangsa.
Daftar Pustaka
(4) Â Pasal 46 Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H