Tahun 2024 menjadi tonggak sejarah baru bagi Indonesia dengan dilantiknya Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Janji-janji besar terucap, salah satunya adalah pencapaian swasembada pangan, sebuah impian lama yang menjadi simbol kemandirian bangsa. Namun, di balik janji itu, terselip tantangan besar yang tidak bisa diabaikan, terutama jika kita melihat dari perspektif percepatan pembangunan desa.
Apa itu Swasembada Pangan?
Swasembada pangan merupakan kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya secara mandiri tanpa bergantung pada impor. Hal itu mencakup produksi, distribusi, dan penyimpanan pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat dalam negeri secara berkelanjutan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), swasembada adalah usaha untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Dalam konteks pangan, sesuai Undang-undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan, swasembada pangan adalah kebijakan pemenuhan konsumsi pangan yang harus dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Keadaan ini pernah Negara Indonesia alami saat kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1984 (1). Â Saat itu Presiden Soeharto atas nama rakyat Indonesia menyerahkan bantuan berupa 100.000 ton padi kepada korban kelaparan di sejumlah negara Afrika. Bantuan tersebut merupakan sumbangan dari kaum petani Indonesia sekaligus menegaskan bahwa negara-negara yang sedang membangun dapat meningkatkan kemampuannya sendiri.
Desa: Akar dari Pangan Nasional
Jika dikaitkan dengan penjelasan diatas maka kunci utamanya adalah produksi pangan, dan dessa-desa di Indonesia adalah pilar utama dari produksi pangan. Dari sawah yang membentang hingga ladang yang hijau, desa adalah penggerak utama untuk memenuhi kebutuhan pangan negeri. Namun, kenyataan tidak seindah harapan. Meskipun pernah mencapai swasembada beras pada 2019-2021 , Indonesia pada 2024 masih bergantung pada impor beras sebanyak 3,23 juta ton (2). Â Hal ini memperlihatkan bahwa desa-desa yang menjadi penyangga produksi pangan masih menghadapi berbagai kendala besar.
Infrastruktur di desa, seperti akses jalan yang layak dan irigasi yang memadai, masih jauh dari harapan. Â Kenyataannya petani masih sulit membawa hasil panen ke pasar karena jalan rusak. Mereka mendapatkan perhatian lebih dalam janji besar swasembada pangan ini.
Swasembada Pangan: Janji yang Menantang
Prabowo, dalam pidatonya, berjanji untuk mencapai swasembada pangan paling lambat pada 2028 (3). Namun, untuk mencapai janji ini, diperlukan upaya yang lebih dari sekadar memperbanyak produksi beras atau jagung. Desa-desa sebagai pusat produksi harus didukung dengan lebih baik, mulai dari infrastruktur yang memadai hingga adopsi teknologi pertanian modern.