Mohon tunggu...
Hervina Putri
Hervina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Urban and Regional Planning

Talk Less Do More

Selanjutnya

Tutup

Nature

Memanfaatkan Lahan Tidur di Jember

2 April 2020   09:07 Diperbarui: 13 April 2020   19:46 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jember adalah salah satu kabupaten yang berada di bagian timur pulau Jawa. Banyak fasilitas yang ditawarkan di Jember mulai dari pendidikan, pusat perbelanjaan, dan hunian yang tidak kalah dengan kota -- kota besar lainnya. Oleh karena itu tidak heran jika warga di sekitar Jember, khususnya daerah tapal kuda mulai tertarik untuk sekedar berkunjung, berbelanja, ataupun menetap.

Seiring meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya permintaan lahan khususnya daerah perkotaan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan lahan untuk hunian semakin meningkat membuat lahan pertanian sedikit demi sedikit terkikis.

Keadaan seperti ini tidak bisa dibiarkan, mengingat bahwasanya kebutuhan pangan semakin tinggi untuk kedepannya. Ini sangat tidak sebanding dengan persediaan lahan pertanian saat ini. alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian khususnya lahan sawah di Pulau Jawa dan di beberapa provinsi di luar Pulau Jawa, dengan iklim yang kurang menguntungkan maupun serangan hama dan penyakit, tingkat konsumsi pangan karbohidrat (beras) per kapita per tahun yang meningkat. Mengakibatkan semakin sulitnya penyediaan pangan, terlebih lagi apabila masih bertumpu kepada beras sebagai (single commodity). 

Akan tetapi, menurut penelitian, pada tahun 2009 di Kabupaten Jember terdapat lahan sangat kritis lebih dari 4000 hektar, lahan kritis 20.000 ribu hektar, agak kritis 62.000 hektar lebih, dan potensial kritis 32.000 hektar, dan lahan produktif 91.000 hektar. Di Jember jumlah lahan kritis diakui masih banyak dan tersebar hampir merata di berbagai kecamatan, tapi hal itu bisa teratasi dengan upaya penyelamatan lahan kritis melalui budidaya tanaman sengon, jati dan mahoni. Sejak tahun 2006 hingga 2009 telah ada 22 juta pohon yang ditanam oleh masyarakat. Jumlah ini terdiri dari pohon jati 64,6 juta pohon, mahoni 4,6 juta pohon, sengon 8,9 pohon dan 1,9 pohon jenis yang lain.

Yang menarik adalah bahwa di wilayah kecamatan kota, jumlah lahan tidur mencapai 23.11%. Lahan tidur dimaksud sebelumnya selain pernah dikelola untuk komoditas pertanian, juga merupakan bekas bangunan rumah atau gudang yang mangkrak.. Biasanya bekas bangunan pemilik rumah tersebut melakukan migrasi ke luar daerah maupun ke luar negeri sebagai TKI untuk beberapa waktu. Keadaan lahan menjadi tidak terawat karena ditinggal oleh pemilik rumah yang tidak tahu kapan akan kembali. Hal ini menambah tingkat lahan tidur yang sebenarnya dapat digunakan untuk kebutuhan lain. Akan tetapi hasil penelitian mengungkapkan bahwa luas terbesar lahan tidur di Kabupaten Jember terdapat di Kecamatan Mayang tepatnya di Desa Seputih, Sidomukti dan Mrawan. Semenatara itu, luas lahan tidur tersempit berada di wilayah Kecamatan Sukowono tepatnya di Desa Sumbersuko.

Kecamatan Mayang menempati posisi teratas dengan lahan tidur terluas di Jember. Tidak heran jika hal ini terjadi, mengingat bahwasannya Kecamatan Mayang letaknya jauh dari pusat kota dan maraknya penduduk Kecamatan Mayang yang mengadu nasib di kota -- kota besar lainnya, ,membuat bangunan seperti rumah ataupun gudang menjadi terbengkalai. Fasilitas yang kurang memadai juga menjadi pertimbangan untuk menetap di Kecamatan Mayang. Alhasil, banyaknya lahan yang terbengkalai karena kurangnya minat untuk membeli lahan dan akses mobilitas yang kurang baik di Kecamatan Mayang.

Sebenarnya pemerintah telah berusaha untuk mengurangi angka lahan tidur di berbagai kecamatan, seperti ditanami tanaman tahunan, akan tetapi kondisi tanah yang tidak subur dan cenderung berbatu membuat keputusan ini dianggap tidak tepat. Jika diputuskan untuk membangun sebuah perumahan atau pergudangan juga potensinya cukup kecil, karena selain jauh dari permukiman penduduk, juga akses transportasi menuju ke lokasi tersebut sangat sulit. Sehingga keputusan ini tidak mungkin direalisasikan. Penduduk yang memimiliki lahan tidur lebih memilih untuk disewakan atau digadaikan kepada pihak lain daripada dikelola sendiri. Salah satu pertimbangan adalah tidak punya modal yang cukup untuk mengelola lahan tidur, apalagi diikuti dengan persepsi kurang memiliki prospek ekonomi yang bagus. Kondisi ini juga disebabkan oleh kondisi lahan yang kurang baik dimana pada umumnya terjadi pada kondisi lahan tidur yang tandus, padang rumput, bekas bangunan gudang dan rumah bahkan tegalan.

Selanjutnya pihak luar pengelola lahan tersebut juga berhenti sesuai dengan kontrak sewa/gadai dan kembali dikuasai pemiliknya semula.Namun pemilik lahan tidur tersebut kurang tertarik mengelolanya apalagi belum punya modal cukup, maka terpaksa lahan dibiarkan begitu saja untuk sekian waktu lamanya. Berbeda dengan kondisi yang terjadi pada  lahan tidurnya dikelola sendiri karena sebelumnya lahan tersebut cukup menjanjikan secara ekonomis, yaitu dapat diusahakan tanaman padi, palawija, tembakau dan hortikultura. Ataupun letaknya yang strategis seperti dipinggir jalan raya yang dapat disewakan untuk lapak berjualan ataupun dibangun hunian.

Sebagian besar masyarakat berharap agar lahan tidur segera dimanfaatkan kembali agar memeberikan nilai tambah bagi masyarakat setempat.. Harapan terbesar kedua adalah sebagian masyarakat berharap agar lahan tidur yang subur segera dikelola dengan mengusahakan tanaman komoditas pertanian agar memberikan kesempatan kerja bagi banyak pengangguran di lingkungan sekitar selain untuk menambah stok jumlah pangan. Sementara itu, sebagian lagi masyarakat berharap jika lahan tidur tidak cocok untuk pertanian agar lahan tersebut segera dikelola untuk pabrik produksi barang mengingat lahan tersebut merupakan lahan kurang subur, tandus dan padang rumput. Alasan lainnya adalah jika lahan tersebut dikelola menjadi pusat produksi barang, maka dampaknya akan mendorong terhadap pertumbuhan perekonomian di kawasan tersebut. Masyarakat yang berharap jika dikelola, maka lahan tersebut diupayakan untuk pembuatan gudang hasil pertanian. Kondisi ini dimaksudkan agar di kawasan ini pertumbuhan dan perkembangan bidang pertanian terus meningkat seiring dengan jumlah kebutuhan produksi pertanian juga kian meroket. Selain itu, harapan lainnya adalah jika tidak segera dimanfaatkan secara ekologis akan terjadi keidakseimbangan ekosistem pada lingkungan.

Khususnya di Kecamatan Mayang, yang mana masih banyak terdapat lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Sebaiknya lahan tidur yang subur digunakan untuk lahan pertanian, karena lahan pertanian yang semakin hari semakin berkurang akan berdampak pada pasokan kebutuhan bahan pangan  ataupun sebagai gudang hasil pertanian, karena sebagian besar penduduk Kecamatan Mayang bermata pencaharian sebagai petani. Ataupun mendirikan pabrik produksi barang yang selama ini masih belum ada di Kecamatan Mayang. Jika pemerintah memanfaatkan lahan tidur di pinggir jalan, tidak menutup kemungkinan jika Kecamatan Mayang mendirikan rest area yang menyediakan berbagai fasilitas seperti pujasera, toilet, dan area bermain anak karena Kecamatan Mayang memiliki jalur transit yang menghubungkan antara Surabaya dan Bali. Tentunya hal ini akan memberikan dampak positif untuk menunjang perekonomian dan mengurangi angka pengangguran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun