Mohon tunggu...
Heru Tri Budi
Heru Tri Budi Mohon Tunggu... Pemuka Agama - pemerhati kesehatan jiwa dan keluarga

Teman sharing keluarga dalam obrolan seputar kesehatan emosional, spiritual, relasional dalam keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tips Membebaskan Diri dari Perasaan Iri Hati

17 Januari 2018   10:34 Diperbarui: 17 Januari 2018   10:46 1777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Anda pernah iri hati kepada seseorang? Kita semua pernah memiliki emosi buruk ini. Kita melihat orang lain lebih berhasil, kita merasa iri hati karena kita merasa lebih pantas mengalaminya. 

Kita melihat seseorang lebih dihargai orang lain, kita merasa iri hati  karena kita merasa lebih senior dan berpengalaman. Ada banyak alasan orang menjadi iri hati, tetapi biasanya iri hati disebabkan oleh kemarahan terhadap kekuatan, keberhasilan dan kemasyuran orang lain. Karena pada hakekatnya iri hati berakar pada cinta kepada diri sendiri yang tidak sehat atau berlebihan dan ketidak-ikhlasan untuk menerima diri sendiri.

Iri hati biasanya akan memunculkan perasaan panas hati, marah, depresi, kebencian dan akhirnya muncul keinginan untuk membunuh atau menyingkirkan seseorang yang membuatnya cemburu. Jika kita tidak menangani kecemburuan ini dengan tepat maka jiwa kita akan dirusaknya.

Bagaimana mengelola dorongan negatif dalam jiwa kita ini dengan benar sehingga kita tidak terpenjara dengan perasaan iri hati?

Pertama, kita harus jujur mengakui, bahwa di hati kita muncul yang namanya perasaan iri hati. Menyangkal  atau menekan perasaan iri hati kita kepada orang lain tidak ada gunanya bahkan jiwa kita semakin dikendalikan dan dirusak oleh emosi negatif ini. Jujur dengan diri sendiri menjadi bagian penting untuk mengalami kesehatan jiwa.

Berikutnya, adalah menyatakan penyesalan  atas emosi buruk ini dengan tulus hati. Mengakui emosi buruk kita tanpa disertai penyesalan dan pertobatan hati adalah sesuatu yang egois dan angkuh. 

Kesadaran akan suatu kesalahan dan mengakuinya adalah baik, tetapi tanpa dilanjutkan dengan penyesalan tidak akan menghasilkan perubahan. Penyesalan atas kesalahan dan komitmen untuk meninggalkannya serta memperbaiki kesalahan tersebut merupakan inti kebijaksanaan hidup manusia.

Ketiga, setelah mengakui, menyesali dan komitmen untuk berubah kita lanjutkan dengan mengubah cara kita melihat hidup kita sendiri dan orang lain dalam perspektif rencana Tuhan yang penuh anugerah.  

Belajar melihat orang dan keadaan dalam anugerah Tuhan bukan dalam keinginan kita sendiri akan membebaskan kita dari dorongan untuk iri hati. Kita harus menyadari bahwa setiap orang disediakan Tuhan anugerah yang unik dalam hidupnya. Iri hati kepada orang lain justru membuat kita melupakan keunikan dan keistimewaan diri kita.  

Terakhir, kita perlu mendasarkan hidup kita pada kualitas manusia batiniah kita bukan pada penampilan lahiriah. Kedekatan dengan Sang Pencipta yang membimbing, menasihati, memelihara dan melindungi akan membuat kita merasa berarti dan puas sehingga kita tidak perlu cemburu kepada orang lain.  

Belajar bersyukur atas hidup kita dan menerima diri sendiri dengan positif akan membuat kita tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan atau tidak proposional.

Dalam kebijaksanaannya, raja Salomo menuliskan sebuah amsal tentang bahaya iri hati demikian, "Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang." 

Ini sangat benar, sebab ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa emosi-emosi negatif sangat berpengaruh pada kesehatan tubuh. Jadi, dengan membebaskan diri kita dari berbagai emosi negatif berarti kita sedang menjaga kesehatan jiwa dan tubuh kita dengan cara yang bijaksana. Semoga bermanfaat.

Salam Sukses dan Bahagia!

Heru Tri Budi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun