Mohon tunggu...
Heru Tri Budi
Heru Tri Budi Mohon Tunggu... Pemuka Agama - pemerhati kesehatan jiwa dan keluarga

Teman sharing keluarga dalam obrolan seputar kesehatan emosional, spiritual, relasional dalam keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tips Menyembuhkan Kekerdilan Emosional

9 Desember 2017   21:56 Diperbarui: 9 Desember 2017   22:15 1553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#herutribudi#restorasijiwa#restorasikeluarga - Sebut saja namanya Ricard, 30 tahun. Richard sudah menikah dan dikaruniai satu anak laki-laki yang sudah berumur lima tahun. Sebagai suami, Ricard sangat egois dan kasar terhadap istrinya. Demikian juga sebagai ayah Richard bukanlah tipe ayah yang bisa rileks bermain dengan anaknya, bahkan cenderung mengabaikan anaknya. 

Kalaupun memberikan perhatian, tindakan tersebut bersifat reaktif karena merasa terganggu dengan perilaku anaknya. Istrinya tertekan dan anaknya tidak mendapatkan kasih sayang seorang ayah sebagaimana mestinya

Richard adalah salah satu contoh seseorang yang mengalami kekerdilan emosi / buta huruf secara emosional. Biasanya seseorang mengalami hal ini karena ketika ia bertumbuh sebagai seorang anak,  orang tuanya juga tidak memberikan kebutuhan emosional dalam dirinya sebagaimana mestinya. Orang tua yang memberikan perlakuan keras atau sebaliknya kurang hangat bahkan mengabaikan anaknya, mengakibatkan anak tersebut akan bertumbuh sebagai pribadi yang mengalami kekerdilan atau buta huruf secara emosional.

Kembali kepada Richard. Ayahnya adalah seorang tentara dan ibunya seorang wanita yang aktif. Ayahnya mendidik Richard sangat keras dan tidak pernah mengungkapkan kehangatan kasih sayang  kepada anaknya. Bagi Richard ayahnya bukanlah bapak tetapi komandan yang dingin tanpa perasaan dan ia bagaikan prajurit yang berada di barak tentara. Hubungan dengan ayahnya ada jarak, bersifat formal dan sentuhan otoritasnya  menakutkan jiwanya.

Demikian juga dengan ibunya. Kesibukannya yang luar biasa membuatnya tidak punya waktu untuk anaknya. Seingat Richard, perhatian ibunya hanya basa-basi semata. "Kamu sudah makan?"- "Sekolah yang baik ya, nanti ibu belikan mainan." -- "Tidak boleh nakal ya..." dan sederetan pernyataan atau pesan-pesan yang itu-itu saja. Semua kebutuhan Richard diurus pembantu. Saat-saat ia mengalami kesulitan, kecemasan dan butuh dukungan ibunya tidak hadir.

Dalam kekerdilan emosional yang seperti inilah Richard bertumbuh, dan ketika ia berjumpa dengan Reni, seorang wanita yang kemudian dinikahinya, Richard seperti menemukan seseorang yang bisa memenuhi kebutuhan emosinya. Reni adalah seorang wanita yang keibuan, penuh perhatian, lembut dan sabar. Masa pacaran dan awal pernikahannya nampaknya semua berjalan dengan indah dan membahagiakan, tetapi ketika anak pertamanya lahir situasinya berubah, mulai ada banyak ketegangan dan konflik. Perhatian Reni terhadap Richard agak berubah karena perhatiannya harus terbagi dengan mengurus bayi kecilnya. Richard kembali mengalami kekosongan secara emosional.

Harapan Richard terhadap istrinya tidak terpenuhi lagi. Masalahnya sebenarnya bukan karena istrinya tidak menyayanginya lagi, tetapi masalahnya berawal karena Richard ingin Reni bisa memenuhi kebutuhan emosionalnya yang tidak didapat dari kedua orang tuanya. Dia lupa, Reni adalah istrinya bukan ibu atau ayahnya. Sebagai istri ia juga membutuhkan sentuhan kasih sayang dan dukungan untuk mengasuh anaknya.  Situasi seperti ini banyak terjadi dalam pernikahan lainnya bukan?

Pernikahan Richard dan Reni menjadi satu bukti bagaimana seseorang yang mengalami kekerdilan emosional akan mencari pemenuhan dari seseorang yang ia anggap bisa memberikan kepadanya. 

Ada tuntutan secara emosional yang kadang-kadang tidak wajar Dalam kasus Richard  pemenuhan itu ia tuntut dari istrinya. Orang lain mungkin akan menuntut dari pimpinannya, sahabatnya, saudaranya atau bahkan dari anaknya. Bahkan dalam kasus tertentu pemenuhan itu dilampiaskan dalam hubungan sejenis (homosexual).

Seseorang yang mengalami kekerdilan emosional juga akan mengalami kesulitan untuk mengekspresikan kasih sayangnya kepada orang lain. Kekosongan emosionalnya membuatnya tidak memiliki kemampuan untuk membagikan kasih sayang kepada orang lain. Kalau ia menikah, ia menjadi pasangan yang pasif, dingin dan kaku -- kurang romantis. Atau sebaliknya, ia akan mengekploitasi kasih sayang secara berlebihan sehingga menjadi seorang perayu ulung yang memanipulasi pasangannya sekaligus cenderung tidak setia.

Kalau ia seorang ayah atau ibu, ia akan menjadi orang tua yang tidak hangat dengan anaknya, kaku, pasif dan kasar atau keras. Cara mengungkapkan kasih sayangnya kepada anak cenderung dengan bahasa kasih yang tidak wajar dan melukai anak. Akibatnya anak-anaknya juga akan mengalami kekerdilan emosional yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun