Mohon tunggu...
Heru Tri Budi
Heru Tri Budi Mohon Tunggu... Pemuka Agama - pemerhati kesehatan jiwa dan keluarga

Teman sharing keluarga dalam obrolan seputar kesehatan emosional, spiritual, relasional dalam keluarga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tips Mengelola Kemarahan Tanpa Dosa

13 November 2017   10:23 Diperbarui: 13 November 2017   10:35 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HERU TRI BUDI/RESTORASI JIWA/ Pernahkah Anda mengalami keadaan seperti ini: darah naik ke kepala, jantung berdetak keras, badan mulai berkeringat, nafas cepat dan tangan Anda terkepal... ini adalah gejala yang menunjukkan kesabaran Anda sudah mulai hilang dan kemarahan mendekat. 

Sebenarnya kemarahan bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan manusia. Semua orang di dalam dunia ini pernah mengalami dan mengetahui apa yang disebut sebagai kemarahan.  Kemarahan dapat dengan mudah dikendalikan pada saat Anda masih dalam tahap mau marah atau belum melampiaskannya.

Ada dua sifat kemarahan dalam diri seseorang, yaitu kemarahan yang bersifat situasional (kondisional) dan  kemarahan yang bersifat substansial.  Jika kemarahan itu bersifat situasional/kondisional maka dia disebut sebagai "orang yang marah", tetapi jika kemarahan itu bersifat substansial dalam diri seseorang maka ia disebut sebagai seorang "pemarah".

Secara umum "orang yang marah" tidak berbeda dengan "pemarah" tetapi dalam konteks khusus terutama yang terkait dengan sifat atau karakternya keduanya sangat berbeda. "Orang yang marah" lebih bersifat alami dan wajar sedangkan "pemarah" lebih menunjuk kepada sesuatu yang bersifat permanen karena orang tersebut biasanya mempunyai hobi marah sehingga dalam banyak situasi yang sebenarnya tidak alasan tepat untuk marahpun ia akan cepat marah.

"Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggaran" adalah kata bijak yang harus diperhatikan oleh seseorang yang memiliki kemarahan substansial yang memiliki hobi marah-marah tanpa alasan yang jelas.

Berdasarkan dua sifat tersebut, sebenarnya ada empat kategori kemarahan yang bisa kita pelajari, yaitu:

Pertama, apa yang kita sebut sebagai "naik darah"  (Harsh anger). Ketika ada  sesuatu atau seseorang yang menjengkelkan, mengecewakan atau apa yang kita harapkan tidak tercapai, ada dorongan dalam diri kita untuk menjadi naik darah. Kesabaran kita menjadi habis dan kemarahan naik ke ubun-ubun.

Ingat prinsip utama mengelola kemarahan: kemarahan akan mudah dikendalikan ketika baru sampai tahap mau marah. Kita akan berlaku lebih bijaksana ketika kita tidak membiarkan "naik darah" menjadi marah sungguhan. Di tahap ini kita bisa mengendalikannya lebih mudah. Raja Daud menuliskan amsal kebijaksanaan  sebagai berikut: "Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana bersabar."

Bagaimana cara mengendalikannya? Yang pertama, Anda perlu mengakui perasaan "naik darah" itu dengan jujur. Tidak perlu menyembunyikan, menekan atau memanipulasinya, jujurlah kepada diri sendiri kalau Anda sedang "naik darah" terhadap sesuatu atau seseorang.

Kejujuran tentang emosi negatif yang sedang mengganggu jiwa adalah langkah yang bijaksana untuk mengelola kemarahan dengan baik. orang yang bijaksana tidak hanya jujur dengan dirinya, tetapi juga menimbang-nimbang apa yang terjadi dengan keteduhan hati:  Mengapa saya menjadi marah? Apakah saya memang perlu marah? Keuntungannya apa kalau saya marah? Kerugiannya apa?   "Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan."

Selain kejujuran dan pertimbangan bijaksana, doa pasti menghasilkan anugerah Tuhan yang membuat Anda bisa menguasai diri sehingga emosi Anda menjadi tenang, bisa memahami, memaafkan dan menerima orang yang telah membuat Anda naik darah.

Kategori kedua adalah apa yang disebut dengan marah berkepanjangan (Stubborn anger) . Prinsip mengelola kemarahan yang sehat adalah: sebelum matahari terbenam, amarahku sudah padam. Kemarahan yang disimpan lebih dari satu hari atau bahkan lebih panjang dari itu akan melukai dan menyakiti diri sendiri.  Dalam jangka waktu tertentu, kemarahan seperti ini akan berubah menjadi kepahitan dan menimbulkan banyak penyakit serta membentuk karakter seseorang.

Kita harus mengalahkan kemarahan yang berkepanjangan ini secepatnya. Kita harus memotong akarnya secepat kita bisa melakukannya. Bagaimana cara mengalahkannya? Pertama, temui dan berbicaralah secara pribadi dengan orang yang telah membuat Anda marah.  Katakan dengan bijak hal-hal yang telah membuat Anda marah. Mungkin orang itu justru menjadi kaget karena selama ini tidak menyadari ia telah membuat Anda marah, atau mungkin dia sudah lupa pernah menyakiti Anda dan menyesal telah menjadikan Anda marah, tetapi tidak tertutup kemungkinan juga ia menjadi tersinggung dengan pernyataan Anda.

Semua memang ada resikonya bukan? Kalau Anda terus menyembunyikan kemarahan maka Anda sedang menyakiti diri sendiri, tetapi dengan keterbukaan Anda akan mengalami kesembuhan dan menjadi sehat. Orang yang bijaksana pasti akan memilih sesuatu yang membuat jiwanya sehat dan sejahtera. "Janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu."

Berdoa: bisa menjadi obat penyembuh jiwa yang sangat ajaib. Di hadapan Tuhan nyatakan, bahwa Anda memutuskan untuk memaafkan/menganpuni seseorang atau situasi tertentu yang telah membuat Anda marah. Berdamailah dengan seseorang atau sesuatu yang telah menyakiti hati Anda selama ini, biarlah anugerah-Nya mengangkat dan menyembuhkan luka-luka dalam jiwa Anda.

Kategori ketiga adalah marah yang salah atau mendatangkan dosa (Sinful anger). Marah yang salah atau secara teologis disebut sebagai mendatangkan dosa adalah marah yang membuat Anda menjadi benci kepada orang yang telah membuat Anda marah sehingga Anda tidak mau memaafkannya.

Marah yang didorong oleh kebencian biasanya akan mendapatkan kepuasan kalau sudah bisa membalas dendam. Marah yang seperti ini akan diikuti dengan kata-kata yang kasar melecehkan, sikap yang menyakiti dan perilaku yang mengarah kepada kejahatan. Sebelum tujuan untuk membalas dendam terlampiaskan biasanya yang bersangkutan tidak akan pernah berhenti.

Sikap yang tepat untuk menangani kemarahan yang seperti ini adalah:  Anda harus menolaknya. Langkah-langkah berikut ini bisa cukup menolong: Akui dengan jujur kemarahan yang telah membuat Anda membenci seseorang. Pikirkan, kalau Anda tidak menolaknya maka kemarahan itu akan menghancurkan hidup Anda.  Sebaiknya kita marah terhadap kejahatan dan pelanggaran yang diperbuat, tetapi jangan membenci orangnya. Datanglah kepada Tuhan mohon anugerah-Nya supaya Anda sanggup mengampuni dan mohon kesembuhan dalam jiwa Anda.

Kategori kemarahan yang terakhir adalah marah yang dibenarkan (Justified anger).  Kita bisa saja (bahkan seharusnya) menjadi marah karena motivasi kebenaran (ada yang salah, tidak adil, menyimpang) dan karena kasih (peduli, mengkoreksi, melindungi dan menginginkan perubahan yang lebih baik). Marah yang benar adalah membenci kelakuan yang salah tetapi mengasihi orang yang melakukannya. Makanya di dalamnya tetap ada maaf, pengampunan dan kesempatan untuk memperbaiki apa yang salah.

Kalau Anda memang harus marah, perhatikan bijaksana  ini: "Jangan ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia."

Contoh penerapan praktis menyalurkan kemarahan yang tepat dan bijaksana adalah sebagai berikut: Ketika Anda tersinggung, tidak setuju dengan sesuatu yang melanggar, menyimpang, tidak adil dan salah, jangan hanya berdiam diri. Katakan dengan jujur, bijaksana dengan tetap menjaga agar tidak jatuh ke dalam kesalahan yang sama.

Berdoalah upaya Tuhan memenuhi hati Anda dengan anugerah terhadap orang-orang yang bersalah sehingga dengan tegas Anda berani menyatakan kebenaran dalam kasih dan ketegasan, tetapi tanpa kebencian atau penghakiman. (hatebe/12/11/2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun