Mohon tunggu...
Heru Tri Budi
Heru Tri Budi Mohon Tunggu... Pemuka Agama - pemerhati kesehatan jiwa dan keluarga

Teman sharing keluarga dalam obrolan seputar kesehatan emosional, spiritual, relasional dalam keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tips Mengatasi Anak Membangkang

13 November 2017   09:00 Diperbarui: 14 Desember 2017   14:21 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[herutribudi/restorasikeluarga] Hari itu bu Nita sungguh-sungguh menjadi sangat marah melihat Doni anaknya yang berusia delapan tahun 'berulah' di depan teman-teman arisannya. Pada saat ia menerima teman-teman  arisan di rumah, Doni berlari-lari tak karuan sambil teriak-teriak. Berisik sekali. Diperingatkan berulang-ulang sepertinya tidak mau dengar, bahkan kelihatannya sengaja ingin melawan mamanya. Didorong kejengkelan dan sekaligus malu dilihat ibu-ibu yang lain akhirnya ibu Nita menangkap anaknya dan memukulnya dengan penuh kemarahan. Pernahkan Anda melihat peristiwa seperti ini? Atau Anda juga pernah melakukannya? Bagaimana seharusnya menghadapi anak-anak yang membangkang?

Tidak ada anak yang sempurna

Setiap orang tua seharusnya menyadari, bahwa tidak ada anak yang sempurna, yang ada adalah anak yang lahir dengan berbagai kelemahan, termasuk kelemahan karakter dan emosi. Bahasa agamanya, setiap anak lahir dengan sebuah potensi untuk berdosa. Potensi kelemahan ini -- sebagaimana potensi kelebihannya -- merupakan kecenderungan yang diturunkan oleh kedua orang tuanya. Maka orang tua harus memiliki komitmen yang sungguh-sungguh untuk mendidik anaknya sehingga hal-hal yang tidak sempurna bisa diperbaiki dan potensi keberdosaannya tidak menjadi semakin dominan. Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anaknya yang tidak sempurna agar bisa mengatasi berbagai kelemahannya dan mengembangkan potensi positifnya. Inilah nilai pendidikan yang paling mendasar.

Tidak ada anak yang sulit

Sebenarnya tidak ada anak yang sulit, yang ada adalah orang tua yang sulit memahami anak. Orang tua perlu mengenali keunikan anaknya dan tahap-tahap perkembangan yang dilaluinya: temperamen atau karakternya, potensinya, bahasa kasihnya, minatnya dsb. Kegagalan orang tua untuk memahami anaknya sebagaimana seharusnya akan membuat anak merasa tidak disayangi dan terabaikan (tertolak). Akibatnya anak menjadi frustasi, marah dan membangkang. Di sisi yang orang tua juga menjadi jengkel, marah dan frustasi menghadapi anaknya. Anak frustasi, orang frustasi, apa yang akan terjadi kemudian? Saling melukai dan membuat marah...

Mengapa anak-anak membuat Orang tua marah?

Ada beberapa alasan mengapa anak-anak berulah dan memancing kemarahan orang tuanya, yaitu: yang pertama, anak sedang berjuang supaya orang tua menyerah dan membiarkannya melakukan apa yang ia inginkan. Anak sedang menaklukkan orang tuanya.

Yang kedua, kemungkinan anak Anda sedang berusaha untuk menarik perhatian Anda karena ia merasa terabaikan. Dalam kasus ibu Nita di atas, jelas Doni sedang menarik perhatian mamanya yang sedang sibuk dengan ibu-ibu yang lain.

Yang ketiga, anak sedang melakukan sebuah permainan untuk membuat orang tua merasa bersalah. Anak Anda mungkin sedang melakukan sesuatu untuk membalas dendam tindakan Anda yang dianggapnya telah memalukan dirinya atau mengabaikannya. Bagi anak yang merasa terluka tindakannya yang membangkang dan berbagai kelakuan buruk lainnya menjadi hadiah yang manis buat Anda. Anak akan merasa gembira bila Anda menjadi marah. Itu memang tujuannya.

Terapkan disiplin yang tepat

Kata lain mendidik adalah mendisiplin dan melatih. Jadilah orang tua yang berani menerapkan disipli kepada anak-anak Anda, karena disiplinlah yang membuat anak-anak Anda bisa mengatasi kelemahanya dan menumbuhkan kelebhannya. Tapi sebelum menerapkan disiplin kepada anak, Anda sebagai orang tua perlu mengevaluasi sikap dan perilaku Anda, pastikan Anda adalah orang yang konsisten (melakukan apa yang diajarkan) dan bisa menjadi teladan yang baik bagi anak Anda.

Bagaimana menerapkan disiplin kepada anak?

Dalam disiplin ada unsur teguran, koreksi dan hukuman. Hukuman yang benar adalah hukuman yang jarang digunakan -- karena memang jarang diperlukan. Hukuman (kalau memang perlu) tujuannya untuk mengajar, bukan untuk balas dendam.  Ingat: anak yang sering dipukul secara impulsif akan percaya, bahwa memukul itu merupakan bagian yang normal dalam hidup. Sehingga ketika ia merasa tidak suka ia akan ringan tangan untuk memukul teman mainnya.

Jangan membuat hukuman saat Anda marah, karena anak justru akan merasa menang. Hindari tindakan yang bersifat reaktif seperti ini, tetapi tentukan dan rencanakan sebelumnya agar efektif pelaksanaannya. Gunakan hukuman secara konsisten.

Hal lain yang harus Anda perhatikan dalam mendisiplin anak adalah: Jangan menghukum untuk mempermalukan anak di depan teman-temannya atau orang lain. Kalau Anda ingin memarahi anak dan memberinya disiplin, lakukanlah di kamar atau tempat yang 'aman' bagi anak. Niscaya anak Anda akan lebih bisa menerima teguran, koreksi dan hukuman yang Anda berikan.

Mendisiplin anak tanpa perbantahan

Prinsip yang sangat mendasar dalam pola asuh yang tepat guna (effective parenting) adalah: Mulailah dengan meneguhkan hubungan Anda dengan anak. Anda harus pastikan kalau Anda memiliki hubungan yang dekat dengan anak Anda dan anak Anda merasakan kedekatan itu sebelumnya.

Ungkapkan keprihatinan Anda dan ingatkan perilaku baik yang pernah dilakukan anak "Nak, mama sedih lho...mama tahu kamu anak yang rajin. Buktinya dulu..." Bila anak sedang marah (dan Anda juga sedang marah) -- disiplin jangan diberikan dulu - karena ketika marah anak bukanlah pendengar yang baik dan motivasi Anda pasti bukan mendidik tetapi melampiaskan kejengkelan.

Pisahkan anak dari tindakannya yang salah atau buruk Ajarilah anak belajar dari kesalahannya, bukan (hanya) menderita karena kesalahan. Jadilah teladan, bila Anda sebagai orang tua berbuat salah, Anda harus mau mengakui juga kepada anak.

Ciptakan sikap kooperatif agar anak mau mendengar dan menanggapi kita, bukan dengan memerintah/menuntut terus-menerus dan memberikan pesan-pesan yang tersembunyi, tetapi dengan meminta dan pesan yang jelas. Misalnya, daripada Anda berteriak, "Sikat gigimu!"  Lebih baik Anda berkata "Kamu pasti mau kan sikat gigi dulu, agar gigimu tidak sakit"  Daripada Anda berteriak, "Diam!!!" lebih baik Anda berkata, "Anak-anak, kalian terlalu ribut, mama minta kalian tidak berteriak, pasti bisa kan..."

Mendidik anak memang bukan hal yang mudah, butuh kerja keras dan komitmen yang tinggi. Tetapi hasilnya akan membahagiakan Anda sebab kalau kita mendidik anak-anak kita di jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya mereka tidak akan menyimpang dari jalan itu. (hatebe/12/11/2017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun