Melihat anak-anak telanjang dada berlarian membawa bendera merah putih ditengah ladang tandus.
Lalu melantunkan nyanyian pelipur lara ditanah merdeka.
Wajah-wajah duka diselimuti rasa takut dalam kepedihan hidup.
Yang semakin hari semakin kecut diantara ada dan tidak ada.
Ladang mereka semakin mengkerut dipadati bangunan-bangunan kokoh milik penguasa.
Anak-anak tak bisa mengangkat merah putih tinggi-tinggi.
Kepalan tangan mereka rapuh, luluh diikat ketidak berdayaan hidup.
Dan para orang tua diam menggenggam kemarahan yang tidak bisa diayunkan. Seusai menerima kesenangan sesaat, saat tanah dijual murah.
Kemana menanam padi, jika tanah tak ada dan panen menumpang orang asing.
Tanah ini tanah pusaka peninggalan nenek moyang yang diperoleh dengan perang melawan penjajah. Dengan ceceran darah serta nyawa melayang. Sampai bergema kata merdeka.
Tapi berpuluh kali kemerdekaan diperingati, dirayakan, tak mengubah kehidupan mapan. Masih ada puluhan juta anak bangsa ini hidup dibawah garis kemiskinan.