Mohon tunggu...
Heru Setiyawan
Heru Setiyawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

suka olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Politik Islam di Indonesia

11 Juli 2024   16:34 Diperbarui: 11 Juli 2024   16:35 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nuansa politik dalam Islam telah berkembang sejak zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, menurut keyakinan mayoritas Muslim menerapkan model masyarakat Islam ideal era Nabi SAW bukanlah utopia, sebab model itu pernah terbukti dalam sejarah. Jika pada periode Mekah kaum muslimin masih menempati posisi marginal dan senantiasa tertindas, maka pada periode Madinah mereka telah mengalami perubahan yang sangat dramatis: umat Islam menguasai pemerintahan dan bahkan merupakan selfgoverning community. Di Madinah peran Nabi Muhammad SAW selain sebagai agamawan beliau juga sebagai negarawan.

1. Sejak saat itu oleh pakar politik modern, Islam dipandang sebagai suatu sistem pemerintahan politik dan sekaligus agama.

2. Setelah Rasulullah SAW wafat, paradigma politik Islam terus berkembang. Dien Syamsuddin,

3. mengkatagorisasikannya pada tiga paradigma:

(1) Agama dan negara tidak bisa dipisahkan (integrated);4

(2) Agama dan negara berhubungan secara simbiotik; 5 dan

(3) Islam tidak mempunyai kaitan apaupun dengan sistem pemerintahan (sekularistik).

pencarian konsep tentang negara, para pemikir politik Islam berhadapan dengan dua tantangan yang saling tarik menarik, yaitu:

(1) tantangan realitas politik yang harus dijawab;

(2) tantangan idealitas agama yang harus dipahami untuk menemukan jawabannya.

Namun, sepanjang sejarah yang dilalui hingga kini nampaknya pemikiran politik Islam terus berjalan integrated, simbiotik, dan sekularistik. Pemikiran-pemikiran tersebut menampilkan perbedaan mendasar pada aktualisasi keyakinan keagamaan (religious belief) ke dalam aksi politik (political action).

Permasalahannya adalah:

Apakah paradigma seperti disebutkan di atas berkembang pula dalam pemikiran politik Islam di Indonesia? Jika mengamati pandangan para pakar politik Islam di Indonesia, maka paradigma hubungan antara agama dan negara di Indonesia cenderung berkembang di antara pemikiran formalistik dan substantivistik.8 Kelompok formalisme keagamaan cenderung melakukan politisasi agama, sedangkan kelompok substantivisme keagamaan cenderung melaksanakan substansi agama ke dalam proses politik.

Pergulatan pemikiran politik Islam di atas nampak terutama setelah berakhirnya pemerintahan Demokrasi Terpimpin (pemerintahan yang dipandang oleh kaum muslimin Indonesia lebih dekat dengan Partai Komunis Indonesia), yaitu pada pemerintahan Orde Baru. Munculnya Orde Baru dianggap sebagai kemenangan umat Islam karena mereka ikut andil dalam pembentukannya.

Namun, karena pemerintah Orde Baru lebih berorientasi pada pembangunan ekonomi, maka demi terjaminnya stabilitas sosial rezim ini, pemerintah mengotrol partai politik dengan mencampuri urusan intern partai dan melakukan penyegaran ideologi, puncaknya pada pemberlakuan asas tunggal (Pancasila) terhadap semua partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Berkaitan dengan paparan di muka, maka pembahasan pemikiran politik Islam di Indonesia dalam tulisan ini diarahkan pada pemikiran politik Islam pra, masa, dan pasca Orde Baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun