Untuk mengenang sebuah kejadian bersejarah biasanya kita akan mengenang kejadian tersebut dengan berbagai cara bisa dengan memperingatinya, mengabadikannya dalam sebuah karya seni atau yang lainnya.Â
Begitu pun ketika seorang sineas ikut andil dalam mengabadikan sebuah kejadian atau peristiwa besar dengan membuat sebuah film dalam mengenang kejadian tersebut.
Banyak sekali kejadian besar yang sudah diabadikan oleh sineas sebagai sebuah karya seni seperti kejadian kemanusiaan, bencana alam, konflik yang berkepanjangan , perang dan masih banyak lagi.Â
Sineas tersebut menyusun detail demi detail kejadian agar menjadi sebuah karya yang dapat dinikmati oleh semua kalangan dan untuk mengenang kejadian tersebut.
Peristiwa besar dan masih menjadi sebuah kejadian perisiwa berdarah terbesar saat ini di indonesia adalah peristiwa G30S/PKI yang masih melekat di benak kita yang telah memakan korban hingga ribuan orang.Â
Peristiwa kemanusiaan ini menjadi yang terburuk yang pernah ada bahkan aktivis HAM di luar negeri sangat menyoroti peristiwa ini.Â
Seperti kita tahu sebelumnya bahwa peristiwa gerakan G30S/PKI adalah peristiwa penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh partai komunis indonesia (PKI) kepada sepuluh jendral angkatan darat.
Lazimnya dalam sebuah peristiwa kita akan memandang sebuah kejadian tersebut dari paradigma yang berbeda hingga kita dapat mengetahui sebenarnya realita dari sudut pandang yang berbeda.Â
Kali ini kita akan membahas peristiwa keanusiaan ini dari beberapa sudut pandang film dan sineas. Seperti kita tahu bahwa beberapa film-film yang sempat booming di indonesia sedikit menyentil peristiwa kemanusiaan ini. berikut adalah beberapa film yang menggali sudut pandang yang berbeda dari kejadian G30S/PKI.
Film yang di produksi langsung oleh Produksi Film Nasional (PFN) menceritakan bagaimana peristiwa tersebut berlangsung kita dapat melihat bagaimana para komplotan pemberontak menembaki para jendral bagaimana mereka di bawa ke lubang buaya untuk di eksekusi.
Film yang awalnya menjadi tontonan wajib setiap tanggal 30 september tersebut sudah di hentikan penayangannya sejak 30 September 1998 ini karena di sinyalir menjadi pencuci otak kita mengenai peristiwa tersebut dan juga di duga menjadi pengkaburan sejarah dari kejadian yang sebenarnya. Film ini pun di duga menjadi propoganda rezim orde baru.
Film garapan sutradara Hanung Bramantyo ini berkisah mengenai peristiwa perekrutan anggota baru lentera merah. Lentera merah merupakan sebuah majalah kampus yang sudah ada sejak dulu dengan tulisan-tulisannya yang kritis dan berani.
Setelah peristiwa pemberontakan PKI di tahun 60an lentera merah masih tetap dengan tulisannya yang berani. Risa Apriliyani adalah seorang jurnalis di lentera merah yang kala itu berani mengkritisi orde baru.Â
Karena keberaniannya itu risa di tuduh sebagai antek-antek PKI karena fitnah kepada orang tuanya yang di sebut sebagai anggota PKI.
Risa di bunuh karena di tuduh terlibat PKI dan di mayatnya di masukan kedalam sebuah ruangan sempit di kantor redaksi lentera merah, sejak kejadian itu arwah risa selalu menuntut balas dengan membunuh teman-temannya dengan terlebih dahulu memutar lagu Puspa Dewi.Â
Dari film ini kita akan mengetahui pasca penumpasan PKI banyak sekali warga yang tak bersalah menjadi korban pembunuhan akibat tuduhan PKI yang belum tentu terbukti. Seperti kita ketahui bahwa banyak sekali korban asal tuduh yang berujung pembunuhan masal saat  itu.
Film yang sedikit menyentil isu-isu politik ini merupakan film yang sangat sukses dengan meyabet piala citra di tiga kategori sekaligus.
Film garapan Riri Riza ini berkisah mengenai Gie seorang demontran dan pecinta alam dari Universitas Indonesia (UI). Â
Gie sejak remaja sudah menerapkan konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek kelas dunia. Dari  film gie kita dapat belajar mengenai pergolakan politik antara orde baru dan orba, mengenai sebuah ideologi.
Pada saat terjadinya pemberontakan PKI pada tahun 65, gie harus kehilangan teman kecilnya Han yang di culik dan diasingkan yang kemudian di bunuh di pulau bali.Â
Pada adegan tersebut kita kembali akan merasakan betapa mudah setiap orang membunuh dengan hanya tuduhan PKI. Banyak sahabat, keluarga dan teman yang menjadi korban pembunuhan. Dan seperti kita tahu bali adalah salah satu tempat pembunuhan masal pasca pemberontakan PKI.
Film besutan sutradara Joshua Oppenheimer ini merupakan film dokumenter yang berkisah mengenai Anwar Kongo seorang preman pasar yang di rekrut menjadi seorang eksekutor bagi para tertuduh PKI di medan.
Anwar menceritakan bagaimana dia membunuh para tertuduh tersebut dan mempraktikannya.Â
Film tersebut sempat menuai kontroversi karena diduga menyudutkan pemuda pancasila sebagai dalam pembantaian. Â Namun begitu film ini masuk kedalam nominasi oscar sebagai film dokumenter asing terbaik.
Adalah Adi seorang tukang kacamata keliling yang mencari bukti-bukti kakak kandungnya Ramli. Â Dalam film tersebut Adi diajak untuk menemui para eksekutor kakaknya tersebut. Â
Dalam film ini kita akan melihat betapa bangga mereka melakukan pembunuhan tersebut layaknya seorang pahlawan.Â
Kita tahu bahwa peristiwa ini menimbulkan banyak korban yang menjadi saksi bisu pembantaian para terduka PKI tersebut. Â Dari gambaran diatas kita mengetahui betapa gampangnya kita membunuh seseorang atas dasar tuduhan menjadi seorang PKI. Â
Sebuah peristiwa yang telah terjadi pasti akan menimbulkan sebuah kenangan pait atau pun manis yang mana kita harus memaknainya secara bijak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H