Kemudian Doktrin yang terbawa salah satunya dari segi sifat yaitu ketika ada Bule atau Masyarakat luar kita menganggap Wah atau sangat spesial, hingga berfoto bersama dan kagum terhadap mereka, sedangkan warga luar dengan kita adalah sama, apa yang kemudian membedakan kita dengan mereka? Toh kita ketika datang ke Negara mereka di anggap sebagai hal biasa tidak ada reaksi yang berlebihan, walaupun kita di kenal sebagai masyarakat yang mempunyai tatakrama dan sopan santun terhadap orang, tapi kita memberikan sikap seolah-olah mereka adalah orang yang dengan mmepunyai keistimewahan yang lebih.
Nah ini menjadi kritik kita, kadang kita malu terhadapat Produk, Sifat, dan pengetahuan, sedangkan pendahulu-pendahulu kita sudah banyak yang membuktikan bahwasannya kita adalah negara yang besar, dan mempunyai potensi baik dari SDM dan SDAnya. Secara tidak langsung sifat yang kita tunjukan kepada mereka adalah bentuk penjajahan secara budaya. Yang kemudian kita di paksa mejadi ke Jepang - Jepangan, hingga ke Korea-korean. Itudalah adalah contoh kecil bentuk penjajahan secara mental.
Ini yang kemudian harus kita lawan dengan agar Negara kita ini bisa bangkit, dan tidak berlarut dengan doktrin dari Belanda hingga saat ini, walaupun tidak semuanya tapi dampaknya sangat relevan kita rasakan bahkan Negara kita kadang di Cap sebagai negara dengan SDM Rendah.
Apakah kita tidak bisa mengikuti pendahulu kita? Tentu bisa. Apakah kita bisa menciptakan karya yang akan di kenal Se-Indonesia atau bahkan Dunia? Tentu juga bisa. Kita harus menamkan rasa Nasionalisme di jiwa kita, dengan mempunyai komitmen kalau orang luar bisa, kenapa saya tidak ? Ini yang menjadi PR kita bagaimana nilai - nilai mines di warga kita harus di hapus dan di ubah agar bisa menjadi negara maju dengan SDM yang memiliki kemampuan untuk bersaing di luar.
Kadang kita juga sering mengeluh ketika ada tambang, ataupun proyek dari luar. Selalu memprotes kenapa warga lokal tidak di libatkan? Kemudian pertanyaan yang muncul apakah warga kita ketika di beri lowongan kerja di perusahaan tersebut dapat bersaing secara skill, dan Pikiran. Ini sangat aneh kita berteriak dengan dalil pemerintah tidak adil. Tapi apakah kita tidak melihat diri sendiri? Apakah kita mampu ketika di beri wewenang untuk mengambil jabatan di dalam. Yang ada kita malah akan membuat proyek tersebut akan bermasalah apabila skill kita tidak memadai untuk masuk didalam. Kadang kita sering mengeluh sistem pemerintah kita salah, kadang untuk masuk kedalam minimal punya orang dalam dan harus punya uang. Nah minset - minset seperti ini harus segera di ubah, sekarang bagaimana cara kita menambah kapasitas kita baik secara skill, ilmu dan pengalaman agar bisa bersaing di dalam. Ini yang kemudian menjadi pertanyaan.
Jadi sekarang bagaimana kita melawan doktrin xenophobia ini? Tentu saja kita wajib menambah literasi kita, dengan memperbanyak bacaan buku, baik buku secara Fisik atau Hard Fisiknya atau filenya, dan artikel serta jurnal yang mendukung, kita sudah sangat mudah mencari Informasi dengan adanya media sosial. Sisa bagaimana kita menumbuhkan minat dalam membaca dan menulis, kemudian juga bisa membedakan berita hoax, ini juga kadang akan menjadi kesalahan berpikir kita. Sejujurnya banyak sejarah yang di palsukan, yang menang akan di kenang, yang kalah akan di anggap aib dan tidak akan di ceritakan dalam sejarah. Atau bahkan sejarahnya akan di putar balikkan, seperti contoh Rahwana yang ketika menculik Dewi Sinta di anggap sebagai orang yang sangat Patriarki, tapi nyata itu adalah berita tidak benar bahwasannya Rahwana adalah orang yang sangat Matriarki yang sangat menghargai Prempuan. Tetapi di dalam film atau cerita dalam sejarah banyak menceritakan Rahwana sebagai Penjahat, wujud seperti reptil, garang, menyeramkan dan sebagainya.
Sudah bisa di simpulkan kita sangat wajib melawan doktrin ini dengan menanamkam sejak dini kepada anak-anak di Zaman sekarang yang kita kenal dengan Gen Z, apa lagi Gen Z di kenal sebagai Gen yang mempunyai penyakit mental, atau di kenal dengan "mental helth" yang sudah sangat di lekatkan dengan identitas Gen Z tersebut, efeknya tentu sudah sangat terpengaruh dan tergila-gila terhadap budaya luar. Kita perlu memperbanyak membaca sejarah kita di masa lampau, baik secara adat di Nusantara, ataupun bahkan sekelas Agama perlu kita ketahui sejarah dan latar belakangnya untuk mengetahui kebenaran yang ada. Dan ketika berhasil melawan doktrin ini, mungkin 10 atau 20 Tahun kedepan kita akan menemukan Bibit baru Bj Habibie, atau bahkan bibit seperti Bung Tomo dengan semangat perjuangan dan nasionalismenya.
Mari kita bersama melawan doktrin tersebut dengan berjalan bersama-sama dengan seluruh komponen untuk merubah minset dan pokiran Masyarakat Indonesia, agar kedepannya perubahan mental, sikap, sifat dan pola pikir itu terwujud secara perlahan agar kita bukan hanya di kenal dengan budayanya dan Sumber Daya alam baik itu Destinasi atau hasil bumi saja, tapi SDM kita juga bisa di kenal juga sebagai SDM yang rasional dan bisa berpikir secara kritis , dan dengan mungkin hasil penemuan kita yang kemudian akan di Banggakan di Indonesia bahkan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H