Yah pada pembahasan kali ini saya akan sedikit membahas serta mengkritik soal relevansi Aksi Demonstrasi Di Lapangan dari Masa ke Masa oleh kalangan Mahsiswa. Perlu di ketahui pendapat saya Aksi mahasiswa ketika Demonstrasi yang betul-betul berhasil dan sukses adalah aksi 1998, atau biasa kita kenal dengan Tragedi 98 yang dimana aksi tersebut adalah aksi terbesar Se-Indonesia, yang di lakukan hampir di semua Mahasiswa Se-Indonesia.
Nah dalam sejarah sudah sangat menjelaskan, yang terjadi aksi besar 98 di Awali oleh Krisis Moneter/Ekonomi, yang dimana mata uang pada saat itu tidak ada harganya di karena pasokan bahan makanan di timbun oleh kalangan-kalangan tidak bertanggung jawab. Kemudian aksi ini terus berlangsung hingga berhari-hari dan kasus yang sangat terkenal pada saat itu tentu saja aksi di semanggi Jakarta, atau kawan-kawan aktivis lebih mengenalnya dengan tragedi semanggi, yang dimana banyak Aktivis-aktivis Mahasisa yang hilang, bahkan ada yang sampai menjadi korban di karena aksi kbrutalan dari Aparat pada saat itu.
Sedikit membahas tragedi 98, yang dimana Aparat lagi bukan lagi bertugas untuk mengamankan atau melindungi Masyarakat, bahkan Demonstran yang memang pada saat itu jumlahnya lebih banyak dari pada Aparat keamanan. Dalih-dalih mengamankan Aksi, mereka ( Aparat ) melawan massa aksi bahkan banyak berjatuhan. Nah ini yang menjadi konflik besar, karena pada saat itu Aksi Demonstran lebih memilih untuk mundur. Jeda sekitaran 1 minggu pada awal pertengahan bulan Mei Demonstran turun aksi lagi secara besar besaran untuk membalasakan apa yang telah di lakukan pihak Aparat ke Kawan-kawan demonstran yang terjadi di aksi sebelumnya.
Singkat cerita Aksi ini akhirnya di menangi oleh Mahasiswa yang dimana pada saat itu Presiden ke 2 Indonesia Bapak. Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, aksi ini setelah akhirnya Mahasiswa berhasil menguasai gedung DPR dengan sepenuhnya pada 18 Mei 1998. Akhirnya para aksi Demonstran bersorak dan bergembira merayakan kemenangam ini, yang mereka perjuangkan berminggu bahkan banyak yang dari merak yang menjadi korban dari ke brutalan dari Aparat ke amanan pada saat itu.
Dan akhirnya tahun 1998, juga di kenal sebagi tahun Reformasi pada 21 Mei 1998, masa yang dimana Mahasiswa berfungsi sepenuhnya sebagai Agent Of Change. Dan setelah lengsernya Pak Harto yang kemudian di gantikan oleh wakilnya yaitu pak Bj. Habibie yang masanya pada saat itupun hanya 12 Bulan saja dalam menjabat sebagai Presiden RI secara Resmi setelah di lantik
Mungkin ideologi yang mungkin saya bawa kedalam tulisan ini berbeda dengan teman-teman Mahasiswa atau aktivis yang ketika ada kebijakan atau keputusan yang tidak adil untuk semua kalangan, maka solusonya harus turun di jalan. Nah ini yang akan kita kritiki setelah Aksi 98 ke masa sekarang 2024, adakah aksi dari mahasiswa yang sepenuhnya berhasil merubah sebuah keputusan?
Ada tapi dia Hanya PK ketuk palu. Apakah ini yang dinamakan sebagai tuntutan Aksi? Yang dimana kita menuntut agar hak-hak kita yang kita orasikan bisa mereka dengar dan sepenuhnya di lakukan di era sekarang? Saya rasa tidak baik itu di instasi Negara ataupun Kampus-kampus Se-Indonesia yang sering menuntut haknya dengan turun Aksi itu sepenuhnya tidak di dengar dan lakukan, mereka hanya membahasakan kepada massa aksi seolah-olah tuntutan mereka akan didengar bahkan dilakukan.
Ini yang menjadi kritikan, apa gunanya teman-teman menyusun tuntutan tapi ketika turun ke Lapangan tuntutan itu hanya sebatas angin lewat di telinga mereka. Disisi lain selain kita kurang literasi kita juga kurang keyakian jiwa-jiwa yang memang harus memperjuangkan suatu isu yang memang di perhitung kembalikan lagi. Mahasiswa sekarang sebelum turun aksi biasa melakukan konsolidasi yang dimana membahas isu dan tuntutan yang akan di sampaikan ke pihak tersangkut. Tapi apa sekarang menjadi masalah? Nah yang menjadi masalah mereka melakukan konsolidasi hanya dalam waktu 1 atau 2 hari saja yang dimana tentu saja tidak akan selesai pembahasan itu dalam waktu yang saya rasa sangat singkat. Pentingnya sebelum melakukan konsolidasi ialah tentu kawan-kawan harus sering berdiskusi tentang keadaan Negara saat in, kita hanya berdiam diri seolah-olah tidak terjadi apa-apa di Negara ini. Kita masih berputar-putar membahas isu yang tidak relevan di Masa kini, kita selalu mengumbar masalalu.
Tentu saja kita kalau dalam gerakan dan pemikiran ketika kita hanya berjalan di tempat dan jarang mengkasi sebuah isu yang akan terjadi 4 atau 5 tahun kedepan. Mungkin yang kemudiam muncul menjadi pertanyaan apakah masih relevam turun aksi ke lapangan? Apakah keinginan kita atau tuntutan kita akan sepenuhnya didengar? Apakah kita mampu beradu argument dengan pihak negara? Apakah aksi sekarang hanya sebatas gaya-gaya untuk kebutuhan media sosial? Yang terakhir apakah masyarakat 100% mendukung kita turun aksi dilapangan? Ini kemudian menjadi pertanyaan untuk semua kalangan terutama Mahasiswa.
Banyak sekali cara sebenarnya untuk, melawan atau megentervensi pemerintah untuk tidak mengeluarkan sabda-sabda yang mungkin hasilnya akan merugikan masyarakat akar rumput ataupun kita kenal masyarakat marjinal. Tentu era 98 dan sekarang sangat berbeda. Kita sudah mengenal yang namanya digitalisasi dan di era sekarang bebas menyampaikan pendapat walaupun kemudian dibatasi oleh UU IT nomor 11 Tahun 2008, yah walaupun isinya tidak sepnuhnya membatasi kepada semua kalangan untuk menyampaikan pendapat, tapi ini lah juga aturan yang kemudian di benturkan bagi mereka yang tidak pro terhadap pemeritah.