Pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya, yang terjun ke lapangan dalam mengadvokasi kasus tentang krisis Air bersih, Sampah, dan Degradasi pengetahuan di Desa Buloa, Kecamatan Tallo Kota Makassar.
Kasus ini bukanlah kasus atau kejadian yang baru, tapi kasus ini sudah ada dari masa awal 2000-an. Jadi problem yang ada di Masyarakat ini sudah menjadi lagu lama bagi Masyarakat Desa Buloa. Bekakang ini muncul slogan “Makassar Kota Dunia”, tetapi dalam dialog yang dilakukan oleh kawan- kawan dari Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat "LAPAR SULSEL" dan WALHI SULSEL, dengan tema “Menuju kota dunia tanpa air bersih, melihat Makassar dari Buloa” dan saya sebagai Moderator pada Minggu, 22 September 2024.
Dalam dialog tersebut kami membahas apa saja yang menjadi problem, dan kendala di Desa Buloa, jadi selama ini kami dan kawan-kawan di LAPAR SULSEL, selalu turun dalam melihat perkembangan yang ada di Desa Buloa. Dan hasil dari dialog kami Bersama 3 pemateri yaitu, Altiara Pramana ( LAPAR SULSEL), Muh Nawir (Komite Perjuangan Rakyat Miskin dan WALHI SULSEL), Dr. Eng Ir. Rita Tahir Lopa, MT (Direktur Pusat Kajian Rekayasa Sumber Daya AIR Unhas).
Jadi dari dialog tersebut, ke 3 Narasumber menyinggung beberapa point, yaitu ketidak keterbukaan atau transparasi yang ada di pihak kecamatan Tallo, dan PDAM Kec. Tallo, mulai dari anggaran, dan jumlah pasokan air bersih yang disediakan untuk tiap Desa yang ada disekitaran Desa Buloa. Kemudian timbul pernyataan dari salah satu warga Desa Buloa “Daeng ALLO”, yang menanggapi dari diskusi tersebut yang menyinggung meminta bantuan untuk grobak pengangkut air, dan meminta untuk penambahan jumlah yang di karenakan harga atau pembuatan grobak tersebut bukan modal atau harga yang murah, paling mahal kisaran 1 juta ke atas.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Aalam, mengatur pengelolaan sumber daya air, yaitu: Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan, Evaluasi. UU ini juga mengatur bahwa negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bersih bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari. Jadi UU ini sudah mengatur jelas tentang pasokan air bersih terutama di Kota besar seperti Kota Makassar.
Jadi kritikan yang kami suarakan tentang kota Makassar sebagai calon Kota Dunia, tetapi kebutuhan Primer seperti Air bersih di kota itu tidak terpenuhi secara merata. Ini yang harus dievaluasi oleh calon pemimpin baru Kota Makassar yang kemarin telah melakukan PILKADA serentak pada 27 November 2024, jadi yang harus menyelesaikan proplem tentang Air Bersih, Sampah, Dan Degradasi pengetahuan anak-anak di Desa Buloa yang sudah berlarut-larut.
Jadi penyelesaian atau Gerakan yang dilakukan oleh kawan-kawan di LAPAR SULSEL, yaitu mengfollup terus dan mencari informasi atau DATA, terutama di PDAM yang ada di Kacamatan Tallo, agar problem krisis Air bersih ini cepat terselesaikan. Karena krisis Air Bersih ini bukan hanya berdampak kepada perekonomian di Desa Buloa, tetapi juga berdampak ke sumber kebutuhan sehari-hari Ibua rumah tangga Masyarakat di Desa Buloa.
Dan yang terakhir penyelesaian soal sampah dan degradasi pengetahuan, terutama tentang soal adik-adik yang masih minim literasi membaca dan mengaji. Jadi kami setiap sebulan 1 atau 2 kali datang untuk mengajar adik-adik disana untuk membaca dan mengaji. Dan soal sampah kami masih mencari Solusi karena titik permasalahan dari Sampah masih sedang di dalami dan ditindaklanjuti di lapangan oleh kawan-kawan LAPAR SULSEL.
Apalagi dampak dari sampah yang ada di Desa Buloa sudah sangat meresahkan, disisi bukan hanya kesadaran masyarakat saja, akan tetapi pemerintah setempat yang kurang memerhatikan daerah terpencil di Kota Makassar, apalagi sampah sangat berpengaruh ke ekosistem pantai bahkan laut, terutama ke terumbung karang dan ikan-ikan yang ada didalamnya. ini dampak dari segi lingkungan dan ekonomi. kemudian dari segi budaya yang kita ketahui ternyata budaya masyarakat Desa Buloa yang kemudian dapat mengetahui kapan mereka harusnturun kelaut untuk bernelayan atau mencari ikan, ketika dampak dari sampah itu maka mereka yang sudah memprediksi pada musim tertentu untuk turun mencari ikan, tetapi karena dampak dari sampah akhirnya hasil nelayan dari mencari ikan kurang maksimal atau tidak sesuai ekpetasi
Jadi tugas kita bukan hanya untuk merawat atau menajaga ekosistem di lingkungan sekitar kita, akan tetapi juga sangat perlunya kerja sama dengan pemerintah setempat dan transparasi dalam mengerjakan kerja-kerja di kepemerintahan, terkhsusunya Desa Buloa yang sebagaiian masyarakatnya bekerja sebagai Nelayan atau yang kita kenal sebagai Masyarakat Akar Rumput, terutama kebutahan primer mereka yaitu Kebutuhan Air Bersih, Pendidikan dan Problem sampah yang sudah sangat mengkhawatirkan di Masyarakat Buloa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H