Mohon tunggu...
Heru Prasetyo
Heru Prasetyo Mohon Tunggu... -

Saat ini tercatat sebagai PNS Kementerian Perhubungan di Jakarta. Pernah bertugas sebagai Staf KBRI di London, Inggris tahun 2003/2007

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PESAN RASULULLAH SAW KEPADA PARA MAJIKAN

6 Oktober 2012   03:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:12 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap pelaksanaan kegiatan kerja pasti memiliki resiko yang tidak mungkin dapat dihindari oleh pekerja yakni kejadian yang dapat mempengaruhi keselamatan, kondisi atau keadaan yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, dan masa atau usia ketika seseorang tidak mampu lagi menyediakan jasa dan tenaga(pensiun).

Untuk ketiga hal tersebut, penyelenggara negarawajib membuat aturan guna melindungi setiap warganegara dengan menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa setiap perjanjian kerja memuat klausula mengenai kewajiban bagi setiap penyedia jasa dan tenaga (pekerja/buruh) untuk menyisihkan (bukan dipotong) sebagian dari upah setiap jam yang diterima (demi keadilan harus menggunakan perhitungan presentase) untuk iuran resiko kecelakaan kerja (misalnya 2%), iuran resiko kesehatan kerja (misalnya 2%) dan iuran pensiun (misalnya 2%).

Dengan pola demikian, maka ada perlindungan hukum bahwa setiap orang yang bekerja pasti mempunyai simpanan atau tabungan sebagai jaminan terhadap resiko kecelakaan dan kesehatan kerja serta jaminan untuk saat dimana seseorang tidak mampu lagi untuk bekerja (pensiun).

Selain itu, dalam perjanjian kerja dapat ditetapkan iuran pajak yang dihitung berdasarkan presentase (misalnya 25% dari upah setiap jam) yang harus dibayar untuk kegiatan penyelenggaraan negara. Dengan demikian, maka ada kepastian hukum bagi pekerja untuk memperoleh sebagian besar upah dalam satu jam bekerja (100% - 6% - 25% = 69%) sebagai "take home pay" yang dilindungi oleh negara.

Di lain pihak, setiap orang sebagai warganegara yang telah bekerja, memiliki andil dan kontribusi dalam membangun negara sebagai "pembayar pajak" atau "tax payer" yang ditetapkan secara jelas, pasti dan adil. Warganegara, termasuk pekerja, bukanlah "wajib pajak" atau "tax obligator" yang wajib membayar setoran sebagai pajak (retribution) atau upeti kepada penguasa, yang sudah ditentang oleh Robinhood di Inggris lebih dari seribu tahun yang lalu.

Perhitungan upah berdasarkan satu jam bekerja yang berlaku secara nasional diawali dari upah bagi pekerja yang belum mempunyai ketrampilan kerja (competency)dan belum memiliki keahlian kerja (proficiency)atau 0 (nol) jam kerja yang ditetapkan sebagai upah dasar (basic salary). Pada umumnya upah dasar diberikan kepada seseorang yang baru menyelesaikan jenjang pendidikan formal, yang dapat dipastikan belum memiliki ketrampilan dan keahlian kerja serta masih berusia muda.

Selanjutnya, upah akan ditingkatkan seiring dengan bertambahnya ketrampilan kerja (kompetensi) sesuai masa kerja yang dilakukan secara reguler setiap kelipatan 5.000 (lima ribu) jam kerja, sedangkan peningkatan upah menurut keahlian (profisiensi) dihitung berdasarkan penilaian kinerja (assessment of performance) dengan menggunakan metode referensi(catatan kinerja atau "log book" yang berisi catatan abensi dan prestasi kerja) dan rekomendasi(usulan) dari pimpinan (supervisor) kelompok pekerja/buruh sesuai dengan tolok ukur (standards atau grades) yang ditentukan oleh asosiasi profesi dan disahkan (approved) oleh otoritas ketenagakerjaan.

Pengguna jasa dan tenaga (employer) juga dapat menambah upah pekerja/buruh dengan tunjangan (allowance) sebagai pemacu (stimulus) bagi pelaksanaan pekerjaan, dan "bonus" sebagaihadiah atas prestasi kerja yang dapat menguntungkan institusi kerja dengan besaran yang ditentukan berdasarkan perhitungan tambahan keuntungan yang diperoleh institusi tempat bekerja dalam kurun waktu 1(satu) tahun.

Pengguna jasa dan tenaga (majikan) wajib memberikan jaminan dalam bentuk asuransi untuk pekerja yang melaksanakan pekerjaan dengan resiko tinggi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja/buruh. Asuransi hanya berlaku untuk jangka waktu selamamelaksanakan pekerjaan dan hanya diberikan kepada setiap pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan ketika melaksanakan pekerjaan dengan resiko tinggi tersebut, yang mengakibatkan luka-luka, cacat tubuh atau hilangnya nyawa.

Dengan kejelasan tolok ukur/standar pemberian upah yang tertuang dalam setiap perjanjian kerja, maka pekerja/buruh akan terhindar dari penipuan, pemerasan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh majikan. Sebaliknya, majikan yang bertindak sebagai pengguna jasa dan tenaga pun dapat mengetahui kualitas ketrampilan (competency) dan keahlian (proficiency) pekerja/buruh dengan upah yang pasti dan tidak merasa tertipu.

Kepastian perhitungan pemberian upah sebagaimana ditentukan dalam pesan Rasulullah SAW yang dituangkan dalam Standar Perjanjian Kerjayang berlaku secara nasional (National Standard Forms of Labour Agreement) kemudian dilaporkan kepada otoritas ketenagakerjaan nasional (National Work Force Authority), akan memberikan kepastian hukum bagi pekerja dan majikan yang akan berdampak pada stabilitas ketenagakerjaan dan perekonomian nasional serta berkurangnya arus urbanisasi, karena standar upah yang sama di seluruh wilayah negeri.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembangunan ketenagakerjaan nasional...

(Tulisan berikutnya "Sejarah Singkat Ketenagakerjaan di Indonesia")

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun