Mohon tunggu...
Herumawan P A
Herumawan P A Mohon Tunggu... Lainnya - Pernah menjadi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Menyukai olahraga sepakbola, sedang belajar menjadi citizen Juornalism dan suka menulis apapun. Mulai dari artikel sepak bola, cerita remaja, cerita pendek, cerita anak hingga cerita misteri.

Asli wong Jogja. Sekarang tinggal di Sleman.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

[Kisah Nyata] Dipalak Preman Wanita di Warnet

1 April 2013   17:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:54 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kisah nyata yang terjadi kepada saya sekitar bulan Januari lalu. Ketika itu, saya pergi ke salah satu warnet langganan di seputaran kota Yogyakarta. Awalnya tidak yang aneh dengan kondisi warnet. Saya bermain internet seperti biasa. Membuka email, facebook, Kompasiana dan sejumlah situs lainnya.

Menjelang Maghrib, saya dikejutkan kehadiran seorang wanita yang berdiri di pintu boks tempat saya bermain internet. Dengan masih membawa helm di tangannya, wanita itu langsung berkata, “Mas, bayari nge-net sepuluh ribu.” Saya menjawab, “Tidak punya.” Sambil terus bermain internet.

Bukannya pergi, wanita itu malah berkata lagi, “Kalau gitu, minta lima ribu buat beli rokok.” Saya kembali menjawab tidak punya. Tapi perkataan balasan dari wanita sungguh membuat saya kaget, “Tak kepruk endhasmu nganggo helm lho.” Saya lalu mematikan internet dan berjalan menuju ke meja operator warnet untuk membayar. Wanita itu mengikuti saya ke meja operatornya.

Mengetahui saya mempunyai uang, wanita bergegas keluar warnet sambil berkata, “Awas kowe!!” Saya perhatikan ternyata diluar menunggu temannya yang juga wanita, duduk di atas sepeda motor. Saya putuskan tidak keluar dari warnet dulu.

Saya mencoba mengadukannya kepada operator warnetnya yang kebetulan seorang laki-laki dan seorang wanita. Tapi operator warnet yang wanita hanya tertawa kecil saja (terkesan meremehkan saya). Sementara si laki-laki malah sibuk (atau pura-pura) menelepon dengan ponselnya.

Beberapa detik kemudian, si wanita yang memalak saya tadi masuk lagi ke dalam warnet. Kali ini dengan wajah marah. Tak lupa, wanita itu kembali melontarkan ancaman yang lebih sadis; “Tak pateni kowe.” Saya tak mengubrisnya. Lalu berjalan keluar warnet. Diluar, teman si wanita itu menyapa, “Lho, mau kemana, Pak?” Saya acuhkan sambil terus berjalan.

“Edan tenan, baru kali ini dipalak preman wedhok,” batin saya sambil terus berjalan. Saya memang tak menyangka di warnet bisa dipalak preman apalagi yang melakukannya seorang wanita. Mau saya pukul, nanti dikira banci beraninya sama wanita. Atau bisa-bisa nanti dilaporkan pacar atau suaminya. Lha kalau pacar atau suaminya juga preman tak masalah, saya juga punya teman sejumlah preman. Lha kalau pacar atau suaminya anggota tentara, wah bisa berabe dan panjang urusannya nanti. Tapi kalau didiamkan saja, rasanya kok aneh, masa laki-laki terlihat keder dengan wanita.

Saya memang meyayangkan ada pemalakan di warnet yang tampaknya bukan kali ini saja terjadi. Mungkin sudah ada korban-korban pemalakan lainnya sebelum saya. Sebelum-sebelumnya, saya menyangka warnet masih merupakan tempat yang aman. Karena itulah, saya biasanya menghabiskan waktu bisa dua sampai tiga jam bermain internet di warnet. Tapi setelah kejadian pemalakan itu, saya mulai jarang mengunjungi warnet lagi. Sakarang kalau mau kirim email, facebook atau yang lainnya, pinjam komputer ber-modem punya Adik.

Selama ini, saya sudah salah sangka kalau aksi kriminalitas seperti pemalakan hanya terjadi di taman, halte bus, jalanan atau mall. Tapi ternyata di warnet pun bisa saja terjadi. Alangkah sangat disayangkan. Citra warnet yang selama ini aman pun tercoreng akibat ulah pemalakan oleh sejumlah orang. Padahal banyak warga masyarakat yang tidak atau belum punya komputer/laptop di rumah datang ke warnet untuk mengerjakan tugas sekolah dan kuliah atau mengakses internet. Tentunya akan menjadi preseden buruk bagi mereka. Bisa saja, mereka akan berpikir dua kali pergi ke warnet. Kalau begini, yang rugi tentu saja para pengusaha warnet.

Alangkah baiknya, para pengusaha warnet memperkerjakan satu atau dua orang warga kampung tempat warnet berdiri untuk ikut menjaga warnet. Para pengusaha warnet juga harus lebih memperhatikan perekrutan penunggu atau operator warnetnya. Pilihlah orang yang bisa bersikap tegas dan berani ketika terjadi kriminalitas seperti pemalakan. Minimal bisa melawan. Kalau takut, jangan diterima jadi operator warnet. Selain itu, jangan hanya bisa tertawa atau malah pura-pura menelepon ketika mendengar aduan pelanggan warnetnya. Karena itu namanya benar-benar tak menghargai pelanggan.

Semoga kisah nyata saya ini bisa membuat kita semua lebih waspada dimanapun berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun