Beberapa hari lalu, saya dan Bapak saya mengisi bensin (premium) untuk sepeda motor di SPBU dekat rumah kami. Ketika mengisi bensin (premium), saya melihat sebuah spanduk terpasang di tembok SPBU. Kira-kira begini bunyinya: “Orang mampu malu membeli premium bersubsidi”.
Saya pun teringat pemerintah pernah menggalakkan pembatasan premium bersubsidi agar masyarakat memakai pertamax. Tapi begitu melihat kearah bagian penjualan pertamax, saya hanya bisa tertegun. Di sana tampak sepi, tidak ada deretan mobil atau sepeda motor seperti di bagian penjualan premium.
Ketika hal itu, saya tanyakkan kepada Bapak saya. Beliau hanya menjawab singkat. “Pertamax itu harganya delapan ribu ratus-an per liter sementara premium hanya lima ribu-an per liter, jadi masyarakat pasti pilih yang murah”. Saya kembali tertegun mendengar jawaban Bapak. Benar juga kata Bapak saya, masyarakat memang menginginkan sesuatu yang murah dari mulai pendidikan, harga pangan sampai harga BBM.
Sementara pemerintah sendiri bersikap acuh tak acuh. Pemerintah dengan semangat ’45-nya memasang iklan di televisi bertajuk “Apa tidak malu sama mobilnya?”. Hingga spanduk di setiap SPBU untuk mengugah masyarakat untuk memakai pertamax.
Kembali terbersit pertanyaan di benak saya, “Apakah pemerintah akan kembali meminta fatwa MUI ketika semua cara sudah dilakukan dan ternyata masyarakat tetap memakai premium?”. Cara yang sebelumnya pernah dilakukan pemerintah ketika pemerintah mulai pertama kali menggalakkan pemakaian pertamax tahun 2011 lalu. Ketika itu pemerintah meminta fatwa haram dari MUI membeli premium bagi yang mampu. Dan MUI pun setali tiga uang. Tapi beberapa hari kemudian, MUI membantah pernah mengeluarkan fatwa haram membeli premium bagi yang mampu.
Kalau memang pemerintah ingin masyarakat mengurangi konsumsi premium untuk kendaraannya, mengapa tidak sekalian mengkonversi ke gas bukan kembali ke minyak lagi (pertamax)? Ini menunjukkan pemerintah belum belajar dari “kegagalan” terdahulu. Sungguh ironis!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H