Â
Jumat 4 September 2015, saya on board pesawat Airbus A-320 Air Asia QZ 7550 terbang dari Bandara Soekarno-Hatta (CGK) ke Adisutjipto Jogjakarta (JOG). Cuaca cerah pesawat terbang dengan mulus. Saya baru saja menyelesaikan makan nasi lemak pesanan melalui internet, bersamaan waktu booking flight QZ 7550.Â
Ketika itu pesawat kira-kira berada diatas Purworejo, dan perlahan-lahan sudah mengurangi ketinggian dan bersiap untuk mendarat di Adisutjipto. Ketinggian pesawat kira-kira 6 ribu kaki, lalu suara bariton captain pilot terdengar di pengeras suara. Captain mengatakan pesawat harus menunggu giliran mendarat pada urutan ke 5 dan oleh karena itu berputar-putar pada posisi itu selama 30 menit. Waduh! Penerbangan CGK-JOG hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam, lha ini harus menunggu 30 menit. Alamak!
Pesawat lalu terasa berbelok ke kanan. Wing tip pesawat sebelah kanan kelihatan bergerak turun. Di kejauhan sepanjang garis pantai selatan berwarna putih. Berarti ombak selatan cukup besar. Pesawat terus berbelok membuat semacam lingkaran, istilah teknis-nya holding position. Pesawat menembus awan-awan tipis. Sebentar kemudian beberapa gunung tampak seakan-akan muncul dari gumpalan awan, di sisi kanan pesawat. Â Dibawah sana terlihat ada satu pesawat yang melakukan hal yang sama. Holding juga!Beberapa kali pesawat berputar-putar, kemudian Captain mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat.
Kali ini kami akan mendarat dari arah timur. Dibawah sana landasan pacu kelihatan dibalik awan tipis. Pesawat kemudian membelok cukup tajam. Kompleks Candi Ratu Boko yang berada diatas bukit, tampak di sebelah kiri. Lalu pesawat memasuki final approach. Dan sebentar kemudian roda pesawat menjejak landasan. Selamat datang di Jogjakarta.Â
Kemudian perlahan-lahan pesawat memasuki apron dan parkir di depan Terminal B. Terminal Internasional Bandara Adisutjipto yang baru. Ternyata Terminal Internasional baru ini hanya dapat untuk memproses keberangkatan, tetapi belum dapat memproses kedatangan penumpang. Jadi kami keluar melalui terminal yang lama.Â
Sambil berjalan ke terminal, saya memperhatikan pesawat yang mendarat dari arah yang sama dengan pesawat saya tadi. Ternyata proses memasuki final approach dari sisi timur cukup spektakuler. Pesawat tampak berbelok tajam menghindari bukit Boko. Pasti para pilot bekerja lebih ekstra hati-hati jika mendarat dari arah sana.
AIRLINE & ATC
Bandara Adisutjipto memang sudah padat. Kapasitasnya hanya mampu menangani 1.5 juta penumpang per tahun. Dan sekarang sudah menangani lebh dari 6 juta penumpang per tahun. Oleh sebab itu wajarlah jika pada jam-jam sibuk, Bandara Adisutjipto kuwalahan melayani penumpang.Â
Alternatifnya adalah membangun bandara baru di Kulonprogo. Hanya saja rencana pembangunan bandara baru tersebut sekarang mengalami kendala dan terancam batal. Seperti diketahui, pada hari Selasa, 23 Juni 2015 Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta telah mengabulkan gugatan masyarakat Kulonprogo yang tergabung dalam Paguyuban Wahana Tri Tunggal (WTT). Oleh karena itu Gubernur DIY diminta segera membatalkan Surat Keputusan Izin Penetapan Lokasi (IPL) Nomor 68/KEP/2015, mengenai Pembangunan Bandara Kulonprogo Yogyakarta. Akibatnya pembangunan bandara baru ini terncam batal, paling tidak bakal membutuhkan proses lagi. Ini pun jika pemerintah memang serius membangun bandara baru sebagai alternatif dari Bandara Adisutjipto yang jelas sudah padat itu.
Tidak hanya di darat, di udara pun ruang udaranya juga sudah padat. Ilustrasi diatas menunjukkan bahwa lalu lintas udara di Bandara Adisutjipto penuh sesak, pada jam-jam sibuk. Terutama jika ada latihan terbang para siswa penerbang TNI-AU. Pesawat yang mau masuk, terpaksa ditahan menunggu (holding) beberapa mil dari Bandara Adisutjipto seperti yang saya alami bersama QZ 7550 tadi.Â
Dalam 5 tahun terakhir data Lalu Lintas Angkutan Udara Bandara Adisutjipto menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Jumlah pesawat yang dilayani dalam satu hari rata-rata lebih dari 170 pergerakan tinggal landas dan mendarat. Penumpang yang dilayani rata-rata 17 ribu orang per hari. Sedangkan cargo yang dimuat dan dibongkar rata-rata 48 ton sehari.
Memang hal tersebut tidak terhindarkan, tetapi harus segera dicari jalan keluarnya. Airlines mesti mulai berfikir tentang kondisi ini. Benar-benar sangat tidak ekonomis, jika waktu terbang CGK-JOG hanya 1 jam tetapi harus menunggu giliran untuk mendarat 30 menit. Holding selama setengah dari waktu terbangnya! Sudah beberapa kali saya terbang ke Jogya dan mengalami hal yang sama. Pada waktu jam padat selalu pesawat harus holding dulu beberapa menit dengan beberapa putaran, sebelum mendarat.
Semoga ini menjadi perhatian para pengambil keputusan di bidang aviasi.Â
Senin, 7 Agustus 2015
herulegowo@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H