Mohon tunggu...
Mas Heru
Mas Heru Mohon Tunggu... Wiraswasta - Swasta

Menikmati jadi diriku sendiri

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilkada dan Pragmatisme Demokrasi

29 Juni 2024   21:23 Diperbarui: 29 Juni 2024   21:36 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Rakyat lebih memilih untuk diberikan pesta daripada media tanya jawab yang disuruh untuk berfikir. Pesta tentunya butuh biaya besar apalagi menyangkut sebuah rangkaian perebutan kekuasaan. Tidak ada pencapaian kekuasaan yang gratis dan saat ini mitos demokrasi sudah diambil alih rekening gendut.

Mau tahu biaya politik untuk bisa maju sebagai bagian kontestan Pilkada di tingkat kota dan kabupaten? Bisa membayangkan berapa  ratus juta atau berapa puluh milyar rupiah yang dibutuhkan? Dari mana biasanya sumber keuangan dana Pilkada di peroleh seorang kandidat?

Sebagai Mantan Ketua DPD PAN Kabupaten Cirebon Saya banyak berteman dengan  elite partai lokal dan ada sedikit akses dengan ketua umum atau sekjen partai  walau saat ini sudah tidak berada di kepengurusan pantai. Namun setidaknya mendapatkan akses informasi dan juga banyak penawaran manjadi bagian calon peserta Pilkada ataupun sebagai tim sukses dari salah satu kandidat.

Saya paham betul jika dalam meraih kekuasaan melalui politik baik untuk menjadi ketua partai, caleg ataupun bagian calon pemimpin daerah wajib mempunyai dukungan finansial yang melimpah. Sukses meraih kemenangan politik lebih rumit dibandingkan dengan meraih kesuksesan berbisnis.  Karena Saya juga pebisnis bisa menyimpulkan bahwa kesuksesan dalam politik tidak manusiawi dan di luar aspek profesional.

Problematika sangat liar dan kompleks. Dari biaya politik tidak terukur, tidak adanya sistem pembukuan keuangan yang jelas dan yang paling penting tidak adanya kepercayaan dan tanggung jawab baik secara individu ataupun organisasi. Meraih kekuasaan politik seperti halnya berkelahi secara bar bar di hutan belantara. Hukum rimba adalah sebuah kewajaran. Dalam bahaya kuno dikatakan untuk meraih dan menduduki kekuasaan memang dihalalkan melakukan berbagai caracara,  melupakan etika dan moral hal wajar.

Biaya Politik

Jika melihat peta politik dalam pemilihan kepala daerah secara umum ditemukan bahwa rekomendsasi partai akan secara otomatis diberikan kepada ketua partai daerah yang sudah tercatat sukses memenangkan pileg . Secara khusus rekom DPP terhadap calon kepala daerah diberikan sebagia hadiah.

 

Namun demikian timbul masalah baru bagi seorang Ketua Partai di Daerah gagal untuk menyediakan dana atau anggaran untuk biaya politik dan juga biaya rekomendasi DPP. Artinya DPP tetap saja meminta sejumlah dana untuk disetorkan ke DPP bisa diartikan biaya rekom atau juga biaya dana partai. Jadi persetujuan DPP ke Ketua Partai tidak merta gratis.

Yang sangat mengerikan jika calon kontestan pilkada bukan dari ketua partai atau kader internal. Kontestan bakal menemukan kerumitan yang kuat biasa baik dari persyaratan administrasi dan juga jumlah biaya politik yang akan ditanggungnya.

Untuk mendaftarkan diri sebagai kandidat, harus memenuhi syarat dasar yang harus diurus di kantor partai daerah. Timbulnya banyak macam kendala birokrat yang sengaja dibuat untuk menjadikan kandidat keluar banyak dana. Kandidat harus mempunyai gerbong atau makelar politik yang teruji agar tidak salah langkah dan menghamburkan banyak biaya. Disinilah ujian berat bagi kandidat dari umum. Siap untuk berurusan birokrat partai, calo atau mafia politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun