Mohon tunggu...
Heru Mulyantoro
Heru Mulyantoro Mohon Tunggu... Penulis -

Life is choice to change for a better live

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pangan Nusantara Yang Menghidupkan

3 Maret 2014   04:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia untuk bisa hidup membutuhkan sumber energi. Semua makhluk hidup menggunakan makanan sebagai energi untuk bergerak dan beraktivitas menjalankan kehidupannya. Setiap diri, organisasi, negeri akan tumbuh berkembang jika kebutuhan dasar pangan tercukupi. “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa. Apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka “malapetaka. Karena itu, perlu usaha secara besar-besaran, radikal,dan revolusioner.” (Ir Soekarno, 1952). Aksioma lebih indah lagi dari Pramoedya A. Toer yang menuturkan sebuah kisah tentang seorang raja di China yang pusing memikirkan kondisi rakyatnya di tengah hantu pemberontakan. Sang penasihat membisikkan kalimat melegakan: “Buatlah rakyat menjadi kenyang sehingga mereka tenang. Jangan biarkan mereka kelaparan!

Masalah pangan adalah masalah krusial sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Keberlangsungan hidup masa lalu, masa kini dan masa depan sangat ditentukan oleh komponen paling dasar yaitu pangan. Eksistensi raga maupun bangsa sangat ditentukan oleh pangan. MIT Enterprise Forum merilis hasil analisis atas penelitiannya tentang 10 permasalahan utama manusia yang akan terjadi pada 2050 (Humanity’s Top 10 Problem). Salah satu permasalahan utama dari sepuluh permasalahan terbesar manusia terebut adalah permasalahan mengenai kelangkaan pangan.

Kondisi global tersebut juga sedang melanda Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berdasarkan United Nations Development Program (UNDP) mencatat bahwa dari 187 negara di dunia pada 2011, Indonesia mengalami penurunan peringkat dari tahun sebelumnya,yaitu  dari 108 menjadi 124. Penurunan peringkat salah satunya didasarkan atas status gizi dan kesehatan Indonesia yang semakin menurun karena masalah pangan. Pangan menjadi sumber utama dalam menentukan kualitas manusia dalam sebuah bangsa.

Kondisi pangan di Indonesia kedepannya akan semakin menghadapi banyak tantangan berat, yaitu meliputi laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dengan jumlah penduduk yang besar, ketergantungan konsumsi beras dalam pola konsumsi pangan yang masih tinggi,  konversi lahan pertanian yang masih tinggi dan tidak terkendali, infrastruktur pertanian masih kurang memadai, berkurangnya minat generasi anak bangsa untuk bertani, dan membanjirnya produk pangan impor. Tantangan tersebut bisa menjadi permasalahan serius bagi keberlangsungan bangsa sekaligus menjadi peluang bagi bangsa ini.

Faktor-faktor diatas bisa menjadi kelemahan sekaligus peluang. Fenomena tersebut menjadi peluang karena Nusantara memiliki keunggulan-keunggulan dari sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya. Nusantara mempunyai surplus penduduk usia produktif, letak geografis yang sangat strategis, jalur pelayaran dunia yang sangat tergantung pada arus laut di Indonesia, mempunyai potensi sumber daya alam dalam jumlah melimpah. Kelebihan-kelebihan tersebut menjadi kekuatan untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan.

Ketahanan dan kemandirian pangan bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan pangan, mengembangkan diversifikasi pangan, mengembangkan kelembagaan pangan, dan mengembangkan usaha pegelolaan pangan. Ada 3 aspek mendasar yang menjadi kunci keberhasilan dalam program ketahanan pangan yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan konsumsi. Ketersediaan pangan diutamakan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan diversifikasi penganekaragaman pangan melalui upaya penyediaan pangan yang beragam. Keterjangkauan merupakan pemenuhan pangan pada setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Konsumsi pangan harus memenuhi kondisi aman dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Ketahanan dan kemandirian pangan harus diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia. Pemerintah dalam hal ini telah mengembangkan program diversifikasi pangan melalui Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Masyarakat harus selalu mendukung program yang digulirkan oleh pemerintah. Ketahanan ini harus dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan dari hulu sampai hilir anak-anak bangsa di Nusantara. Kerjasama antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan serta masyarakat sangat menentukan keberhasilan dari program tersebut.

Oleh karena itu, Gerakan Fajar Nusantara sebagai organisasi kemasyarakatan ingin berkontribusi aktif dalam merumuskan pemikiran dan konsep strategis dalam program ketahanan dan kemandirian pangan. GAFATAR ingin menjadi orkemas percontohan dan terdepan dalam berpartisipasi mensukseskan program ini. GAFATAR telah menjadikan program ketahanan dan kemandirian pangan sebagai program utama organisasi. Program yang telah dicanangkan oleh GAFATAR meliputi pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan secara terpadu.

GAFATAR mencanangkan program penyedian pangan dengan menanam tanaman bahan pangan sesuai daerah lokal masing-masing. GAFATAR mempunyai program kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan rumah tangga untuk tanaman hortikultura. Tujuan penanaman ini untuk menciptakan ketahanan pangan untuk keluarga. Menanam sumber pangan sederhana dilingkungan rumah akan menghilangkan ketergantungan pembelian bahan pangan diluar keluarga. Tanaman yang dapat ditanam adalah sayuran dan segala macamnya untuk konsumsi keseharaiannya. Dengan begitu, setiap keluarga dapat bertahan melanjutkan kehidupannya karena kasih sayang alam yang memberikan hasil tanamannya kepada manusia yang menanamnya.

Selain itu, GAFATAR juga membangun budaya pola konsumsi untuk mewujudkan ketahanan pangan. GAFATAR telah meluncurkan gerakan “100% pangan lokal dan sehari sepiring nasi”. Pembudayaan pangan lokal ini untuk mengurangi ketergantungan pangan impor.Dalam hal ini, kemandirian pangan lokal akan terjadi jika sudah tidak tergantung dengan makanan buatan impor yang sifatnya menjajah anak-anak negeri. Belum ada jaminan jika makan makanan dengan branded luar negeri akan menghasilkan generasi yang berkualitas. Anak-anak Nusantara jangan terkecoh dengan pangan non-lokal, bisa jadi hal itu menjadi strategi dari kapitalis dan liberalis untuk mengcengkram negeri ini. Ingat selalu bahwa penjajahan hari ini melalui perang persepsi ideologi dan variasi makanan luar negeri.  Tidak ada cara lain untuk keluar dari jerat simbiosis ini dengan kembali kepada jati diri dan makanan buatan sendiri.

Gerakan "Sehari sepiring nasi" bertujuan untuk mengurangi konsumsi beras sebagai makanan pokok serta diversifikasi pengolahan pangan non beras. Dengan kesadaran untuk makan nasi sekali dalam sehari akan menciptakan ruang kreativitas bagi seluruh warga organisasi. Kreativitas ini muncul dalam bentuk variasi pembuatan makanan-makanan berbasis pangan lokal. Untuk bisa berdikari harus membebaskan ketergantungan dari luar negeri.

Itulah langkah konkrit dan kebijakan organisasi dalam mensukseskan program ketahanan dan kemandirian pangan. Untuk bisa mandiri harus dimulai diri sendiri dan skala organisasi. GAFATAR hanya ingin menjadi inspirasi bagi anak-anak negeri. Sebuah negeri yang akan menjadi mandiri apabila dikelola sendiri dibawah bimbingan Tuhan yang Maha Tinggi. Tuhanlah yang memberikan kutuk atau berkat pada suatu negeri. Semoga bangsa ini segera menjadi bangsa yang diberkati.

"Hiduplah tanahku, hiduplah negeri, bangsaku, rakyatku, semuanya. Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya, untuk Indonesia Raya." Inilah syair lagu sekaligus doa  dari bangsa ini. Bangsa ini sedang mati sehingga harus dihidupkan kembali. Hiduplah tanahku dengan membangun badannya. Hiduplah negeriku dengan membangun jiwanya.  Menghidupkan Nusantara hanya bisa dilakukan dengan membangun jiwa dengan Ideologi Pancasila serta membangun badannya dengan mencangkul tanah airnya. Kebangkitan terjadi karena bertemunya jiwa dan raga, pikiran dan perut, esensi dan eksistensi, visi dan aksi, serta ideologi dan pangan lokal negeri sendiri sebagai sumber energi. Kebangkitan membutuhkan sumber energi. Hari ini, semuanya itu sedang terjadi di negeri kepulauan terbesar ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun