Mohon tunggu...
Heru Andika
Heru Andika Mohon Tunggu... -

Account lama saya di-hack karena saya menulis tentang kebenaran, namun saya tak akan pernah bisa dihentikan dengan cara seperti itu, karena saya amat mencintai menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"The Lone Survivor", Film Perang yang Mengajarkan Semangat Persaudaraan

28 Januari 2014   09:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begini lah yang saya inginkan tipe film action Indonesia di era modern ini. Sayang nya film yang saya ulas ini adalah film Hollywood. The Lone Survivor garapan sutradara Peter Berg tahun 2013, yang dirilis Januari 2014  ini dibintangi oleh aktor-aktor film "perang" seperti Eric Bana, Mark Wahlberg, dan Ben Foster. Diangkat dari kisah nyata misi tentara AS yang gagal di Afghanistan. Dilakukan oleh sebuah kesatuan pasukan khusus Angkatan Laut AS SEAL Team 10. Melakukan misi yang dinamakan Operation Red Wings. Sebuah tim kecil yang hanya beranggotakan seorang prajurit medis (hospital corpsman) merangkap sebagai sniper dan tiga orang prajurit patroli yang merangkap tenaga surveillance termasuk sang komandan regu, Lieutenant (letnan) Michael P. "Murph" Murphy diperankan oleh aktor film Battleship (2012), Taylor Kitsch. Anggota tim ini adalah : 1) Marcus Lutrell (Mark Wahlberg) sang tokoh utama film ini, sang Lone Survivor , satu-satunya anggota tim ini yang hidup di akhir film,yang bertugas sebagai hospital corpsman merangkap sebagai sniper di atas 2) Emile Hirsch sebagai Danny Dietz, prajurit yang bertugas membawa radio komunikasi 3) Ben Foster memerankan prajurit Matthew "Axe" Axelson Film ini berkisah tentang misi khusus dari tim kecil ini untuk menangkap pemimpin gerilyawan Taliban, Ahmad Shah, yang sebelumnya memiliki reputasi sebagai pembunuh tentara AS, akibat serangan pasukannya di awal tahun 2005 yang menewaskan 20 orang marinir AS. Yang menarik di awal film ini, digambarkan bagaimana para anggota Navy Seals dilatih, diambil dari gambar dokumenter langsung dari pusat pelatihan Marinir di AS. [caption id="attachment_318686" align="aligncenter" width="300" caption="Pasukan SEAL ketika menyandera seorang Taliban (www.fatmovieguy.com)"][/caption] Inilah, sisi detil film-film perang AS yang belum sanggup ditiru oleh film-film perang Indonesia. Sebelum masuk ke adegan utama yaitu pertempuran, digambarkan terlebih dahulu bagaimana para prajurit yang akan bertempur di tengah film ini, "dibentuk" di kawah candradimuka di kampung halaman sendiri. Adegan menarik lainnya dari film ini adalah bagaimana sekelompk kecil penduduk perkampungan suku Pashtun, yang uniknya walau satu suku dengan Ahmad Shah, namun menolong Lutrell yang dalam keadaan setengah sadar, terluka parah, tulang paha yang yang patah, luka tembak di lengan dan wajah babak belur akibat 2 kali lompat ke jurang selama pertempuran. Mereka mempertaruhkan nyawa berisiko dibantai oleh gerilyawan Ahmad Shah yang kejam, demi menyelamatkan nyawa Lutrell, seorang prajurit AS, yang oelh sebagian besr warga Taliban dianggap sebagai penjajah. Dan kisah ini benar terjadi di bulan Juni 2005, bukan hanya sekedar film fiksi. Yang menarik dari film ini adalah peran Mark Wahlberg sebagai seorang prajurit sniper, peranan yang sama ia mainkan dalam film Shooter (2008). Dan kehadiran Eric Bana sebagai seorang komandan Navy Seals di pangkalan Bagram, Afghanistan, Lieutenant Commander Erik S. Kristensen. Uniknya, peran sang komandan di film ini harus berakhir tragis dengan tewas ketika helikopter Chinnook yang ditumpanginya bersama regu penyelamat yang dikirim untuk menolong tim nya Lutrell, harus jatuh meledak ditembak RPG Taliban. Peran yang mengingatkan kita pada akting Bana sebagai kopral Norman Gibson dalam film perang helikopter yang jatuh di medan perang Somalia, Blackhawk Down (2001). [caption id="attachment_318688" align="aligncenter" width="300" caption="Eric Bana (paling kanan) tampil lagi dalam film perang Lone Survivor (www.sofrep.com)"]

13908208321486356281
13908208321486356281
[/caption] Sepertinya sutradara Peter Berg memang memiliki keinginan khusus agar peran yang dimainkan beberapa aktor nya terlihat berkarakter kuat di film ini, akibat penonton telah tidak asing dengan karakter yang diberikan pada bintang film nya. Sisi patriotisme dan pengorbanan untuk sesama memang terkesan menonjol dalam film ini. Bagaimana seorang prajurit Danny Dietz yang telah luka parah, malah maju menerjang musuh (gerilyawan Taliban) untuk memberi kesempatan rekan-rekan nya yang lain menyelamatkan diri dari kejaran Taliban. Dietz di dunia nyata sebagaimana di film ini akhirnya gugur. Bagaimana konflik keberanian seorang lelaki Pashtun beranak satu, bersama putranya yang masih terhitung bocah, melakukan tindakan heroik, meyelamatkan seorang prajurit AS yang terluka parah, dan sempat ditentang oleh warga sekampung nya sendiri yang semula menganggap itu tindakan bunuh diri. Namun sang lelaki, mengingatkan para tetangga nya akan hukum dalam tradisi yang berlaku di suku Pashtun bahwa "tamu biarbagaimanapun, keselamatannya harus kita jaga bila perlu kita lindungi dengan nyawa sendiri". Apalagi tamu ini, Lutrell sang prajurit AS dalam keadaan terluka parah, dan nyaris tewas di tangan pasukan Ahmad Shah yang menurut mereka terkadang kejam terhadap bangsa sendiri. Misi ini akhirnya gagal dalam menangkap apalagi membunuh Ahmad Shah, namun Ahmad Shah sendiri akhirnya terbunuh dalam pertempuran di perbatasan Pakistan tahun 2008, atau tiga tahun setelah kejadian yang diangkat dalam film ini. Di bagian akhir film, ditampilkan foto-foto wajah asli para anggota SEAL yang gugur baik di Operation Red Wings Film ini mendapat pujian dari berbagai kritikus film. Suratkabar The Los Angeles Times menuliskan bahwa "film ini sukses mengangkat misi sebenarnya ke dalam film". Rating dalam Rotten Tomatoes hingga pertengahan Januari 2014 mencapai 73%, dengan skor rata-rata 6,6 dari skala 0-10. Dalam situs tersebut film ini mendapat pujian karena menonjolkan sisi patriotisme, keberanian dan pengorbanan untuk kepentingan sesama. Majalah Variety menyebutkan bahwa "Film ini merupakan film perang Amerika yang paling menegangkan sekaligus paling mengesankan sejak Black Hawk Down, dan juga memuji kehebatan penggambaran film secara fisik dapat menutupi kekurangan segi skenario dan karakter" The Hollywood Reporter, memuji film ini menggambarkan betapa kejamnya medan perang di Afghanistan, serta betapa kerasnya situasi dan serangan terhadap sisi psikologi yang harus dihadapi seorang prajurit Navy SEAL ketika itu. Belum lagi harus melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana satu-satu rekan-rekan seperjuangan nya tewas, baik yang bertempur bersama nya di darat, maupun yang berada di helikopter Chinook yang ditembak jatuh. Kalaupun ada yang kurang menurut saya adalah setting lokasi yang kurang mirip dengan medan di Afghanistan. Lokasi syuting film di kawasan New Mexico AS, masih terkesan lebih "subur dan hijau" dibanding sebagian besar pegunungan karang tandus di Afghanstan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun