Mohon tunggu...
Heru Andika
Heru Andika Mohon Tunggu... -

Account lama saya di-hack karena saya menulis tentang kebenaran, namun saya tak akan pernah bisa dihentikan dengan cara seperti itu, karena saya amat mencintai menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Demam Masha and Bear, Lagi-lagi Film Animasi Asing

24 April 2014   17:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:15 3871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_332960" align="aligncenter" width="300" caption="Masha and Bear (sport.akipress.org)"][/caption]

Suatu pagi di saat aku bersiap berangkat ke kantor, putri kecilku yang baru berusia 3,5 tahun menarik-narik tangan ku ke arah televisi di rumah kami. Ketika itu waktu menunjukkan sekitar jam 7.00 pagi WIB

"Papa... lihat! Ada Masia Enber Papa."

"Apa nak? Manusia Ember? Film apa lagi tuh?"

"Masia Enber Papa"

Sambil tersenyum istriku membantu menjelaskan kepadaku bahwa film yang sedang ditonton si kecilku itu berjudul "MASHA and BEAR".

Film yang menceritakan persahabatan seorang gadis kecil yatim piatu yang hidup di pedesaan bersahabat dengan seekor eks Beruang sirkus (Medved dalam bahasa Russia) di kawasan pedesaan Russia.

Yang menarik adalah film ini mampu membuat putriku yang bahasa Indonesianya saja masih "berantakan" padahal dialog dalam film ini menggunakan bahasa Russia, dan ia belum mampu membaca teks bahasa Indonesianya.

Sebuah film animasi yang menjadi kegemaran baru putri kecilku, setelah beberapa waktu lalu ia "tergila-gila" dengan film dan segala sesuatu yang berkaitan dengan Angry Bird. Jauh sebelum ia lahir, anak pembantuku di sekitar tahun tahun 2010 awal amat menggemari film animasi Malaysia Upin Ipin yang ternyata salah satu creative animator-nya berasal dari Indonesia, termasuk putri pasangan selebriti Ikang Fauzi dan Marissa Haque  yang tergabung dalam team animator LES COPAQUE.

Namun memasuki usia 2 tahun putri saya, yaitu tahun 2012, ternyata film Upin dan Ipin masih diputar di beberapa televisi swasta Indonesia.

Bahkan di jaringan TV Kabel, tepatnya di Channel Disney, ternyata film ini pun ada, dalam versi bahasa Inggris.

Film animasi Malaysia ini, hak siarnya dibeli oleh televisi kabel kelas dunia Disney Channel. Hebat!

[caption id="attachment_332962" align="aligncenter" width="300" caption="Serial Upin Ipin dari Malaysia (indowebster.com)"]

13982539561689097106
13982539561689097106
[/caption]

Pada saat yang bersamaan melalui game komputer, channel youtube di internet, maupun film di salah satu televisi swasta Indonesia, putriku ini mengenal apa yang ia sebut "EMI BEK " .... begitu ia menyebut tokoh animasi burung ciptaan Rovio Finlandia yang kita kenal sebagai ANGRY BIRD.

Salah saya juga memperkenalkan Angry Bird yang sebenarnya berawal dari hobby saya memainkan game komputernya beradu dengan teman-teman kantor ketika itu di tahun 2011.

Ternyata teman-teman ku sejawat baik teman sekolah, kuliah maupun teman kantor pun memiliki anak-anak yang keranjingan oleh film-film yang sama. Jadi demam "Masha and Bear" ternyata mulai melanda anak-anak Indonesia juga seperti halnya demam Upin-Ipin, Angry Bird atau Thomas and Friends beberapa waktu lalu.

Masha and Bear membuat beberapa orangtua sepertti kami dan mungkin juga anak-anak menjadi belajar sedikit bahasa Russia dan kebudayaannya, hal yang sama pernah terjadi ketika demam film Malaysia Upin dan Ipin. Istilah Melayu dalam film tersebut begitu populer seperti "Tak Patut", "Apa nak kau buat?", "Seronok" dan lainnya.

Sempat juga ada animasi India berjudul "Krishna".

Bahkan animasi yang kurang mendidik, dan sebenarnya lebih cocok untuk pemirsa di atas usia remaja, yaitu buatan Korea Selatan berjudul "LARVA" pun ikutan menjadi fenomena di negeri ini.

Namun kembali pertanyaan yang menggelitik timbul di benak saya?

Itu semua tokoh animasi idola dari luar negeri, kenapa anak saya tak bisa jatuh cinta pada tokoh animasi ataupun film anak-anak buatan Indonesia?

Bukankah Upin Ipin sedikit banyak adalah buatan orang Indonesia juga toh?

Saya berkali-kali mengajarkan anakku ini untuk menyaksikan acara Laptop si Unyil yang sering diputar Trans 7 jam 13.30 siang, ataupun si Bolang sebelumnya jam 13.00 WIB.

Namun ia tak tertarik.

Alih-alih ia yang tertarik, malah saya yang bernostalgia mengenang masa kecil, melihat anak-anak kampung bermain di hutan dan sawah bersama kelompoknya dalam acara Si Bolang dan juga bernostalgia masa SD dulu, di mana setiap hari Minggu jam 9.00 pagi, mantheng di depan layar kaca menyaksikan film boneka "Si Unyil".

Sampai pernah menonton bersama orangtuaku, edisi film bioskop si Unyil yang dimainkan oleh aktor manusia, termasuk tokoh Pak Raden yang diperankan langsung oleh Drs. Suyadi yang kini hidupnya dikabarkan "agak kekurangan" dari segi ekonomi itu.

Ironis.

RCTI telah berupaya membuat Satria Garuda Bima sebuah kolaborasi dengan Toei Animation Co., pembuat film superhero robot Jepang,"Satria Baja Hitam" yang sempat menjadi idolaku ketika SMA.

Apakah Satria Garuda Bima sukses seperti Satria Baja Hitam? Tentu tidak.... gagal total, hampir tak ada anak kecil maupun remaja yang membicarakan film buatan Indonesia tersebut, apalagi orang tua.

Padahal generasi seumuranku masih ada yang gemar menonton maupun mengoleksi action figure Satria Baja Hitam (Black Mask Rider), namun hampir tak ada yang melakukan hal yang sama untuk Satria Garuda Bima.

Di Indosiar setiap minggu pagi juga kini ada film animasi yang menceritakan kehidupan sehari-hari anak-anak Indonesia. Judulnya NINA SAHABATKU.

[caption id="attachment_332961" align="aligncenter" width="300" caption="Film-film animasi Indonesia (infogaya tv.blogspot.com)"]

13982539011557197592
13982539011557197592
[/caption]

Teknik animasinya bagus, telah menggunakan CGI. Namun sayang masih kaku.

Dan lebih sayang lagi, teknik penceritaannya tak semeriah Si Unyil, ataupun Upin Ipin.

Walhasil, hampir jarang pemirsa kanak-kanak di Indonesia yang membicarakannya, menontonnya... termasuk anakku ini. Setengah mati susahnya menyuruhnya menonton animasi buatan Indonesia yang padahal secara gambar tak kalah menariknya.

Ternyata ini dia masalahnya.

Film kanak-kanak Indonesia, baik yang diperankan oleh aktor manusia seperti Bima Satria Garuda, ataupun Nina Sahabatku, Keluarga Somad, tampaknya tidak "happening" atau istilah Indonesianya, tidak mewabah, seperti Upin Ipin, Angry Bird, dan Masha and Bear ini.

Sekali lagi kepada insan perfilman Indonesia, ini adalah PR. Dan saatnya intrsopeksi diri.

Film boneka si Unyil yang bonekanya agak kaku, hanya berbentuk boneka sarung tangan, ceritanya sering disusupi "pesan-pesan" politik dari Pemerintahan Orde Baru kok malah lebih bisa merakyat dibanding film-film buatan bangsa Indonesia saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun