Dan lebih sayang lagi, teknik penceritaannya tak semeriah Si Unyil, ataupun Upin Ipin.
Walhasil, hampir jarang pemirsa kanak-kanak di Indonesia yang membicarakannya, menontonnya... termasuk anakku ini. Setengah mati susahnya menyuruhnya menonton animasi buatan Indonesia yang padahal secara gambar tak kalah menariknya.
Ternyata ini dia masalahnya.
Film kanak-kanak Indonesia, baik yang diperankan oleh aktor manusia seperti Bima Satria Garuda, ataupun Nina Sahabatku, Keluarga Somad, tampaknya tidak "happening" atau istilah Indonesianya, tidak mewabah, seperti Upin Ipin, Angry Bird, dan Masha and Bear ini.
Sekali lagi kepada insan perfilman Indonesia, ini adalah PR. Dan saatnya intrsopeksi diri.
Film boneka si Unyil yang bonekanya agak kaku, hanya berbentuk boneka sarung tangan, ceritanya sering disusupi "pesan-pesan" politik dari Pemerintahan Orde Baru kok malah lebih bisa merakyat dibanding film-film buatan bangsa Indonesia saat ini.