Birokrasi di Indonesia masih diwarnai berbagai persoalan klasik yang menghambat pelayanan publik yang optimal.Â
Salah satu masalah utama adalah fenomena "red tape" atau prosedur yang berbelit-belit. Masyarakat sering melalui proses panjang dan rumit untuk mendapatkan layanan sederhana dari instansi pemerintah.
Hal ini tidak hanya menyita waktu dan tenaga, tapi juga membuka celah terjadinya praktik korupsi.
Selain itu, inefisiensi masih jadi momok dalam tubuh birokrasi. Struktur organisasi yang gemuk dan tumpang tindih antar instansi menyebabkan pemborosan anggaran dan lambatnya pengambilan keputusan. Ego sektoral antar lembaga juga kerap menghambat koordinasi yang efektif.
Permasalahan lain yang tak kalah pelik adalah rendahnya integritas dan profesionalisme aparatur. Praktik KKN masih marak terjadi di berbagai level birokrasi. Sistem rekrutmen dan promosi yang tidak transparan turut memperburuk kualitas SDM aparatur negara.
Berbagai persoalan klasik tersebut pada akhirnya berdampak pada buruknya kualitas pelayanan publik. Masyarakat menjadi apatis dan tidak percaya pada birokrasi pemerintah. Padahal di era demokrasi dan keterbukaan informasi saat ini, tuntutan publik akan pelayanan yang prima semakin tinggi.
Reformasi birokrasi menjadi keniscayaan untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut. Memang perlu perubahan mendasar, bukan hanya pada aspek struktur dan sistem, tapi juga mindset dan budaya kerja aparatur. Orientasi birokrasi harus bergeser dari yang sebelumnya cenderung melayani penguasa, menjadi benar-benar melayani masyarakat, ( E. T. Setyasih, 2023).
Prinsip-prinsip Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan siasat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia. Dalam upaya mencapai birokrasi yang efektif, efisien, dan berorientasi pada pelayanan publik, ada beberapa prinsip utama yang perlu diterapkan:
Birokrasi modern menuntut aparatur yang kompeten dan profesional. Prinsip ini menekankan pentingnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui rekrutmen berbasis merit, pengembangan kompetensi berkelanjutan, dan penilaian kinerja yang objektif. Aparatur negara harus memiliki keahlian sesuai bidangnya dan bekerja secara profesional demi kepentingan masyarakat.