Pada era pra-kemerdekaan Indonesia ditandai dengan penerapan sistem birokrasi kolonial Belanda yang bersifat sentralistik dan otokratis. Sistem ini, meski menekankan efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan tugas pemerintahan, memiliki kelemahan inheren dalam hal akuntabilitas dan transparansi terhadap publik.
Mengutip, H. M. S. Ramli (2018) mengilustrasikan realitas tersebut. Beliau mengemukakan bahwa sistem birokrasi pra-kemerdekaan seperti alat yang dimanipulasi untuk mempertahankan kekuasaan kolonial, mengabaikan kepentingan rakyat yang seharusnya menjadi fokus utama.
Lebih lanjut, Ramli menjelaskan bahwa sentralisasi dan otoritarianisme dalam sistem birokrasi ini melahirkan budaya birokrasi yang kaku dan tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Memicu ketimpangan dan ketidakadilan, di mana rakyat hanya menjadi objek eksploitasi kolonialisme.
Meski demikian, periode ini tak hanya tanpa perlawanan. Semangat kemerdekaan terus mengakar di hati rakyat, mendorong rakyat untuk memperjuangkan hak dan kedaulatannya. Perjuangan ini pada akhirnya mengantarkan Indonesia pada kemerdekaannya di tahun 1945.
Paradigma Administrasi Negara Orde Lama (1945-1966)
Era Orde Lama (1945-1966) menjadi periode utama dalam evolusi administrasi negara Indonesia. Melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, era ini mengantarkan transisi fokus menuju pembangunan nasional dan pengarusutamaan ideologi Pancasila. Lahirlah paradigma baru: "Administrasi Negara Sebagai Alat Revolusi". Paradigma ini mengusung semangat mobilisasi massa dan partisipasi rakyat, mewarnai lanskap birokrasi Indonesia.
Lebih dari  mengejar efisiensi dan efektivitas, administrasi negara era Orde Lama mengedepankan kepentingan rakyat. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh H. M. S. Ramli (2018), yang menggarisbawahi peran sentral administrasi negara dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Paradigma "Administrasi Negara Sebagai Alat Revolusi" membuka jalan bagi partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan. Sebuah langkah maju menuju birokrasi yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Walau, era ini tak luput dari sorotan kritis. Sentralisasi kekuasaan dan dominasi sistem Demokrasi Terpimpin memicu kekhawatiran akan potensi represi dan pembatasan ruang publik. Dinamika politik yang bergejolak pun turut memengaruhi stabilitas dan efektivitas birokrasi.
Meski demikian, era Orde Lama meninggalkan warisan berharga dalam perjalanan administrasi negara Indonesia. Lahirnya paradigma baru dan semangat partisipasi rakyat menjadi fondasi bagi perkembangan birokrasi di era selanjutnya.
Menjadi catatan bahwa era Orde Lama juga diwarnai dengan berbagai tantangan. Sentralisasi kekuasaan dan dominasi sistem Demokrasi Terpimpin, meski bertujuan untuk mempersatukan bangsa, dapat menimbulkan kekhawatiran akan potensi represi dan pembatasan ruang publik. Selain itu, dinamika politik yang bergejolak pada masa itu turut memengaruhi stabilitas dan efektivitas birokrasi.