Jika perlu diberikan sanksi tegas baik sanksi  moral dan hukuman bagi para  pihak yang terlibat dalam proses pemecatan Pak Guru ( Muhamad Sabil) SMK Telkom di Kota Cirebon. Diduga alasan pemecatan adalah penindakan lanjutan  tindakan tegas sanksi bagi guru yang sudah melanggar aturan etik dan hukum. Putusan pemecatan  sudah menjalankan proses prosedur yakni dikeluarkannya surat peringatan /SP dalam level maksimal ( SP-3).
Pemecatan bermula berasal dari cuitan/ komen Pak Guru yang menanggapi aktivitas Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam sebuah Zoom Meeting di SMK Tasikmalaya .Â
Diduga pemicu  adalah Ridwan Kamil mengenakan baju berwarna kuning. Pak Guru mengomentari sebuah ungguhan kegiatan tersebut di IG resmi RK. Pak Guru mempertanyakan alasan RK menggunakan baju kuning. Disitulah timbul proses pemecatan berlangsung. Pak Guru berdalih dan menanyakan posisinya RK memakai baju kuning sebagai wakil partai atau atas nama pribadi, Selasa(14/3/2023).
Begini cuplikan komentar Pak Guru di  akun Instagram Ridwan Kamil , "Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi sebagai gubernur, kader partai, atau pribadi ridwan kamil?" (Dalam zoom ini, anda sedang jadi gubernur, kader partai, atau pribadi Ridwan Kamil?
Bentuk Komite Etik
 Kasus ini menjadi pelajaran bagi kita semua khususnya pihak terkait yakni Pak Guru sebagai wakil dunia pendidikan dan Ridwan Kamil mewakili sebagai pejabat negara. Dengan munculnya kasus Guru honorer ini akan menjadi peristiwa berharap dan diharapkan menjadi tonggak sejarah bersama untuk bersama dalam berbuat dan bertindak bijak terutama kita dalam berkomunikasi di media sosial.
 Penegakan hukum harus tegas dengan didahulukan penyidikan yang akurat. Perlu dibuat komite etik yang bertugas menyelidiki dan memeriksa secara tuntas proses dan kronologis pemecatan . Ini baru jempol buat pemerintahan Jabar dan Disdik Provinsi Jabar .Hasil penyelidikan dipublikasikan secara umum di media dan disajikan para pihak terlibat.
Perlakuan Sama Di Depan Hukum
Siapa saja dan apa pun hasil keputusan adakah bagian keputusan produk kebijakan sekaligus produk politik yang harya ditegakkan . Jika Pemecatan guru tersebut terbukti melibatkan unsur pendidikan dan juga gubernur dapat dipastikan ranah isu bisa ditingkatkan pada level mal praktik keputusan.
Pemecatan guru yang tidak prosedural dianggap sebagai bagian kegiatan paksa dan mengikat hukumannya sehingga merugikan para pihak sebagai korban . Sanksi bagi pelakunya adalah sanksi administrasi dan dalam level tertinggi bisa dilakukan pemecatan jabatan.
Tidak Ada Pembenaran Lagi
Sepertinya justru yang dilakukan upaya pembelaan dan justifikasi sepihak yang dilakukan oleh pihak pertama ( eksekutor).
Bukannya mengakui perbuatannya dan mempersilahkan diadakannya penyidikan ulang atas kasus Pemecatan terapi justru dilakukannya pleidoi / pembelian yang semakin tidak rasional dan terkesan mengada-ada.
Disebutkan para eksekutor mencoba memberikan penjelasan bahwa proses dan keputusan pemecatan sebagai bagian untuk tindakan teror atau menakuti korban bukan kesengajaan pemecatan. Hal ini sangat kontras dengan berita yang sudah terlanjur beredar dan viral dimasyarakat umum jika Pak Guru tersebut sudah mendapatkan surat pemecatan dari pihak berwenang .
 Pembelaan selanjutnya yang dilakukan salah satu pengurus partai di Jabar meminta agar Pak Guru dikembalikan jabatannya dan butuh pembinaan khusus. Artinya benar adanya jika Pak Guru sudah dipecat ,bukan diteror atau ditakuti -takuti. Jadi ada dua alur pembelaan yang seolah olah menjadi modal dasar penyelesaian masalah. Justru kasus pemecatan tersebut ditarik kembali menjadi kejadian biasa dan levelnya sebagai level lelucon atau drama .
Dan terakhir kata Pak Guru diberi pembinaan sudah mendukung persepsi atau sudah dijatuhkan vonis jika Pak Guru salah. Kebenaran salah dan tidaknya harus dibuktikan dengan proses penyidikan.
Hormati Keputusan HukumÂ
 Jangan permainkan kasus yang terjadi yakni pemecatan Pak Guru untuk  direkayasa ulang untuk kepentingan dan pragmatisme. Keputusan pemecatan Pak Guru sudah final terjadi. Yang harusnya dilakukan pihak pelakunya adalah langkah - langkah progresif dan solutif.
 Jika memungkinkan mediasi wajib menggunakan aspek pemulihan nama baik dan juga pengembalian jabatan semula . Jika para pihak tidak menemukan solusi bersama dilanjutkan oleh proses hukum yang berkaitan sengketa dan dugaan terjadinya keputusan yang salah.
Proses hukum akan berakhir salah atau benar dan dimana ada pihak yang memang dan kalah dan  sebagai konsekuensinya akan menerima putusan hukum sesuai pasal dan kesalahannya . Hormati Keputusan hukum sebagai keputusan bersama dan bagian kita menjunjung tinggi rasa keadilan tertinggi dari produk  hukum itu sendiri yang pasti (inkrah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H