Menurut ketentuan UU No.7 tahun 2017 jika pencalonan presiden dilakukan oleh partai atau koalisi  partai yang telah memenuhi sejumlah persyaratan . Partai harus memenuhi syarat ambang batas presidential threshold 20 persen.Â
Tentunya tidak gampang bagi partai yang harus dilakukan untuk memenuhi syarat ambang batas tersebut. hanya dan  partai pemenang Pemilu 2019 dan lolos abang batas presiden masih menahan diri untuk berani mendeklarasikan  Capres  pilihannya.
Partai yang hanya mempunyai kursi di bawah 115 Kursi DPR harus melakukan koalisi. Persoalan koalisi  inilah yang banyak memakan waktu dan pertimbangan . Banyak proses dan pekerjaan politik yang harus dijalankan, rumit,berbelit-beliti dan tidak bisa terukur.
Kepentingan dan perbedaan ideologi partai menjadi hambatan utama melakukan koalisi. Tidak hanya sekedar berkoalisi, partai akan berbicara untung  dan rugi melakukan koalisi baik dalam hitungan keuntungan suara di pileg ataupun suara di pilpres.
Dengan melihat gejala politik  saat ini banyak manuver politik yang dilakukan elite parpol , bisa saja dipahami sebagai jalan menuju koalisi yang diinginkan atau hanya sebatas  menarik perhatian terhadap simpati publik dan sorotan media.
 Rupanya upayanya  hanya sebagai joget dan  berdansa  saja,  komunikasi politik yang mereka lakukan  tidak disain  untuk cepat-cepat menghasilkan keputusan atau kompromi politik. Kendati mereka  sudah deal dalam level keputusan tertentu, rasanya mereka juga masih genit melakukan lobi-lobi politik di luar partai pertama yang disambangi.
Inilah  yang menjadi persoalan alot dan kaku dimana elite partai  tidak serta merta segera mendeklarasikan capres yang akan menjadi portofolio masing-masing partai atau koalisi partai dalam pilpres 2024 nanti.
Ditundanya atau belum disepakatinya nama capres menunjukkan jika ada persoalan kompromi politik ideal yang belum tercapai.Memungkinkan banyak pergeseran komposisi koalisi yang begitu cepat. Sulit menebak  bagaimana  titik temu antar partai akan mencari jalan damai memutuskan  capres yang akan diusung koalisi.
Persoalan lain muncul sebagai penghambat atau terlambatnya pencapresan nama dimuka umum disebabkan  oleh capres itu sendiri. Artinya  capres dominan  atau popular  saat ini masih terikat  sebagai bagian aparatur negara.Â
Tokoh-tokoh nasional yang akan bertanding di Pilpres 2024 masih banyak  yang menjabat sebagai Menteri dan Kepala Daerah. Setidaknya Jokowi sudah mengetahui setidaknya ada   4 Menteri yang akan manggung di pilpres 2024.
Persoalan  struktural tersebut yang membuat belenggu bagi capres yang masih aktif untuk mendeklarasikan  diri sebagai capres. Ganjalan struktural menjadi sandungan sistematis yang selalu mengingatkan  pada aturan seorang pegawai sipil negara harus konsentrasi kerja.