Mohon tunggu...
Herton Maridi
Herton Maridi Mohon Tunggu... -

mari kembangkan budaya literasi di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gila

9 Juli 2011   15:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:48 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari mulai menyulut para pedagang asongan, pengamen, penjual koran dan pedagang kaki lima. Keringat deras mulai bercucuran dari ubun-ubun kepala hingga jempol kaki mereka.

Hari ini udara semakin pengap saja untuk dinikmati. Rongga paru-paru mulai disesaki asap knalpot kendaraan, asap pembakaran sampah, asap dari cerobong pabrik dan tentunya asap rokok yang selalu berhembus setiap saat. Sepertinya orang-orang tidak memikirkan dampak dari apa yang mereka buat. Mereka menimbun sampah dengan seenaknya tanpa ada upaya daur-ulang. Pabrik-pabrik makin marak tak lupa juga cerobongnya yang menyemburkan asap pekat hitam. Penebangan hutan seenaknya tanpa ada penanaman kembali. Sistem udara pun mulai kacau. Karbondioksida melebihi oksigen. Kemungkinan global warming semakin terasa dan tentunya berimbas pada dampak lainnya yang dapat merusak ekosistem.

Padahal pemerintah selalu menggembor-gemborkan upaya penghijauan di lingkungan rumah dan sekitarnya. Iklan-iklan di stasiun televisi juga ikut meramaikan upaya penghijauan. Agar udara yang kita hirup setiap hari adalah udara yang sehat. Rayu mereka. Tapi tetap saja masyarakat tidak memperdulikannya.

Pikirku, bagaimana masyarakat mau melakukan penghijauan dan peduli apa yang dikatakan oleh pemerintah lha wong apa yang dikatakan oleh masyarakat saja tidak pernah didengarkan oleh mereka. Pikir mereka biar saja dunia ini global warming seperti hati para pemerintah yang global warming dan tidak pernah berusaha untuk melakukan penghijauan terhadap diri sendiri. Tuduh orang-orang kecil.

***

Sudah tiga hari ini saya terbaring. Tidak bisa menggerakkan badan apalagi mencari makanan untuk keluarga. Akhirnya saya dan anak-anak saya bergantung pada istri sekaligus ibu. Untuk menggantikan posisi saya dalam mencari nafkah.

Selang beberapa hari kondisi saya membaik. Saya pun memutuskan untuk kembali bekerja dan membiarkan istri saya beristirahat lagi.

Seharian sudah saya ngalor-ngidul untuk mencari makanan bagi istri dan anak-anak meskipun hasilnya sedikit semoga saja mereka senang.

Dalam perjalanan pulang yang panjang rasa capek, ngantuk, dan lapar datang menyergap. Saya memutuskan untuk beristirahat sejenak pada sebuah pohon di taman. Ingin rasanya mengunyah makanan yang sudah saya dapatkan seharian ini. Namun, saya teringat istri dan anak-anak saya yang sudah menanti kepulangan saya dengan membawa bekal makanan untuk menyambung hidup mereka. Niat itu pun urung seketika.

Dari kejauhan saya melihat seorang lelaki bertubuh besar, berkacamata hitam dan kumis baplang juga duduk beristahat di atas kursi yang kebetulan bersebelahan. Sambil sesekali memainkan hp yang digenggamnya. Dia memakan bungkusan nasi yang dibawanya sedari tadi. Tak lama ketika dia melahap habis makanannya, dia membuang bekas bungkus nasi itu seenaknya. Kemudian dia merokok yang tentu saja menimbulkan asap.
Dengan suara lantang yang nyaris memutuskan pita suara. Saya langsung menyebrotnya dengan seribu kata-kata.
Dasar manusia! Kerjaannya cuma bikin polusi, mengotori lingkungan. Enggak masyarakat gak pemerintah semuanya sama saja jiwanya global warming semua!.

Kalian manusia hidup seenaknya. Lihat sampah yang kamu buang sembarangan itu bukan saja hanya disini, tapi di mana-mana dan kamu bukan satu-satunya orang yang melakukan itu masih banyak juga yang lainnya.
Lelaki itu hampir tak bisa mengedip menyaksikan seekor burung bicara. Burung itu sama sekali tidak memberikan lelaki itu peluang sedikitpun untuk mengomentari perkataan si burung.

Lihat penebangan hutan yang meraja lela, asap-asap yang meninggi dari knalpot kendaraan juga cerobong pabrik-pabrik itu memenuhi biru langit. Dasar kalian manusia sudah keblinger. Gila!!!

Akibatnya kami semua bangsa burung menjadi terganggu karena asap-asap polusi itu. Makin lama mata kami makin merah dan perih karena asap yang kotor beterbangan di langit, paru-paru kami sesak dan penerus-penerus kami yang masih muda banyak yang berguguran karena tidak sanggup melawan asap polusi.

Tiba-tiba hujan mengguyur seluruh tubuh lelaki itu. Tatkala dia terbangun. Ternyata ada seseorang yang sedang menyiram pagar tanaman disampingnya. Dia melihat di sekitarnya. Ada seekor burung yang sedang mencari makanan di sela-sela helai rerumputan liar dan sesekali burung itu bercicit.

Buru-buru dia mengambil sampah yang dibuangnya tadi. Dalam perjalanan pulang lelaki itu mengingat-ngingat tentang mimpi yang merasukinya tadi. Siang-siang bolong kayak gini ko sudah mimpi yang aneh-aneh. Kemudian dia melihat ke sekitar. Benar-benar terjadi. Benar adanya. Kemudian dia berkata. Gila!!!

Cakung, Jakarta timur 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun