Mohon tunggu...
Ir. Herson, Dipl.I.S., M.Sc
Ir. Herson, Dipl.I.S., M.Sc Mohon Tunggu... Kepala Biro Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah -

Aparatur Sipil Negara, Provinsi Kalimantan Tengah, anak suku Dayak Ngaju.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

“Membakar” = Hak Asasi Manusia = Jawaban Tuduhan ke - Pemprov. Kalteng

24 Oktober 2015   01:02 Diperbarui: 24 Oktober 2015   02:24 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Masyarakat Kalteng multi etnis agama budaya hidup rukun damai."][/caption]“Membakar” = Hak Asasi Manusia

Unsur utama bumi ini adalah api, udara, tanah dan air. Dengan karakteristik masing-masing semua unsur itu dapat menjadi berkah dan sekaligus bencana apabila manusia tidak mampu melakukan pengendalian diri dalam pemanfaatannya.

Api adalah unsur alam adi kodrati yang bentuknya tidak pernah beraturan, tidak menakutkan bagi anak bayi yang belum mengenal bahaya. Sebaliknya Manusia dewasa dengan mudah mengetahui manfaat dan bahaya api bagi manusia. Api terkendali jadi kawan, api tak terkendali jadi lawan. Api cinta yang terkendali juga membuat hidupnya romantisme mahluk dunia.

Elan vital api itu adalah karunia kepada mahluk hidup untuk menghuni dunia ini dengan baik dan benar. Dunia Tanaman tentu saja butuh terik matahari untuk memasak mencernakan makanannya. Seperti juga terikatnya manusia dengan api untuk tak terhitung kebutuhan.

Saat manusia mengenal sifat jahat api, maka manusia mencari cara mengendalikannya agar mendapatkan manfaat secara tepat guna efisien dan efektif. Contohnya, api dalam ruang bakar piston mesin merupakan cara efisien dan efektif mengurung api agar efektif membuat tenaga menggerakkan mesin kendaraan atau mesin lainnya.

Api adalah membakar. Tak ada yang salah dengan MEMBAKAR. Membakar adalah HAK AZASI MANUSIA di muka bumi ini. Namun karena manusia juga sadar bahwa api yang membakar itu dapat menimbulkan dampak yang tak terhingga, maka manusia melakukan prosedur KENDALI api yaitu kendali pembakaran.

Saat ini banyak sekali yang apriori terhadap Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah era Dr. Teras Narang, SH yang memberikan legalitas terhadap “pembakaran” (dalam tanda kutip) lahan dalam kawasan tertentu seperti alokasi penggunaan lainnya dan hutan yang sudah mendapat hak guna usaha atau untuk budidaya hutan secara terbatas. Mereka memandang Pergub (Peraturan Gubernur) itu pemicu menyebabkan kebakaran hutan lahan pekarangan yang terjadi dimana-mana saat ini.

Bahwa Pergub tersebut justru amat memahami tentang falsafah, norma, strategi dan operasional dalam hal membuka lahan dengan pembakaran.  Hal kebakaran saat ini, tidak terkait sama sekali dengan adanya Pergub tersebut, bahkan sebaliknya kebakaran terjadi karena pembakar tidak mematuhi Pergub tersebut. Karena dalam Pergub tersebut siapa saja ingin membuka lahan dengan pembakaran harus dilakukan dengan TERKENDALI, antara ain harus dengan jelas melaporkan dan memperoleh ijin sesuai jenjang kewenangan yang berlaku. ARTINYA bila orang mematuhi Pergub tersebut, maka dengan mudah diketahui orang yang membakar lahan.

Buktinya, saat dilakukan operasi lapangan pemadaman kebakaran di Kalimantan Tengah, tidak ada data sama sekali tentang orang yang melakukan pembakaran, artinya hal itu dilakukan secara LIAR. Bahkan tak terlihat siapa pun terkait kewenangan pemegang lahan di lahan yang sedang / telah terbakar kecuali para pemadamnya. Artinya kebakaran itu dilakukan secara LIAR tersembunyi menentang Pergub yang telah diterbitkan, sehingga tak bisa dikendalikan apinya.

Kita melihat dengan nyata, justru Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah lebih visioner dalam hal pengendalian kebakaran tersebut, dibandingkan daerah lain yang belum menyusun Pergub atau peraturan sama sekali yang juga terbakar hebat saat ini. Jadi jelaslah bahkan dapat dikatakan substansi peraturan yang di serang tersebut sangat manusiawi universal.

Soal kebakaran yang terjadi seperti tak terkendali di Kalimantan Tengah selain faktor alam, juga disebabkan ketidakpatuhan manusia terhadap peraturan / ketentuan perundangan yang berlaku dan telah di buat oleh Pemerintah Daerah ini.

Yang anehnya, banyak orang meminta peraturan itu di cabut, hanya karena tekanan keadaan sepihak subyektif tendensius modus mengarah ke fitnah terhadap Pergub tersebut yang sebenarnya sebuah terobosan yang amat visioner apabila manusia taat hukum mematuhinya dengan jujur, baik dan benar sesuai tujuan peraturan itu di buat, maka paling tidak kasus kebakaran yang terjadi oleh polah manusia dapat dikendalikan dengan berbasiskan data info yang cukup tersedia dari kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum (aturan yang berlaku).

Sikap sinis banyak orang tertentu kepada Pergub Kalteng yang banyak diperlihatkan barangkali posisitipnya tentang adanya perhatian, namun juga merupakan karakter yang memang harus dipertimbangkan ke depan, bahwa mayoritas orang sedemikian masih melihat sesuatu kasus sering masih dengan cara cepat tanggap, respon instan, reaktif negatif, apriori, sinis, protes, menuduh, menuding, mengecam, mengancam dan lain-lain hal kurang baik jujur benar adil, terjadi penghakiman instan tanpa kajian akurat.

Bahwa Pergub yang di buat Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah itu, telah di buat secara cermat dan akurat, yang berlandaskan azas legal yang murni dan konsekuen serta berlaku universal. Secara nasional sesuai dengan UU Lingkungan Hidup.

Menghubungkan kebakaran yang terjadi karena adanya Pergub tersebut adalah pendapat yang sepihak tidak ada landasan hukumnya sama sekali dan hanya opini penyesatan yang amat parah, seyogyanya tidak dilakukan pada saat kondisi kebakaran yang terjadi dimana kita membutuhkan tindakan nyata dilapangan, bukan sebuah opini sesat.

Kemudian kalau ada pihak yang menganggap pemerintah dan masyarakat di daerah cuma teriak-teriak, minta bantuan, manja, lebay dan lain-lainnya, maka agar belajar lagi tentang konstitusi Republik Indonesia UUD 1945 dan UU 23 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu Indonesia di sebut Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, NKRI artinya sama dengan Pemerintahan Sentralistik / terpusat. Masyarakat daerah itu demo untuk minta tolong dari NEGARA yang intinya di PUSAT, bukan kepada penghujat individu atau lainnya.

Kewenangan daerah otonom itu hanya kebaikan hati dari pemerintah pusat mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada daerah. Sebelum UUD 1945 yang menjadi dasar pemerintahan Indonesia sentralisitik itu di rubah menjadi desentralistik (negara bagian), maka Pemerintah Pusat, setiap saat dapat menarik kewenangan daerah apabila dipandang perlu. Pada saat daerah dalam kondisi krisis maka tentu saja pemerintah pusat sebagai inti NKRI mutlak kewenangannya melakukan segala tindakan yang perlu, bahkan tanpa harus mendapatkan persetujuan Gubernur.

Sistem keuangan Indonesia saat ini juga belum membantu mendorong pegawai berani menyediakan alokasi dana darurat tanpa kepastian akurasi data pendukungnya, makanya siapa pula pegawai yang mau mencoba mengalokasikan anggaran yang akan amat sulit di pahami DPR, LSM, pemangku kepentingan yang luas, menjadi temuan pemeriksaan pada akhirnya baik di pakai mau pun tidak di pakai.

Meski bukan hal baru, kondisi kebakaran saat ini, tak ada satu daerah pun yang mengira luas dan eskalasinya, sejak tahun lalu ramalan cuaca dan iklim tidak memperlihatkan akan ada kejadian dahsyat seperti yang terjadi saat ini. Selama bertahun-tahun lewat sejak 2004, keadaan nampak normal tak akan terulang ada bencana seperti ini, dan pas kejadian tahun 2015 ini seiring juga, khusus di Kalteng terjadi PILKADA yang sudah menyerap anggaran begitu besar.

Selanjutnya unjuk rasa yang terjadi di Kalteng, tidak lain merupakan sikap masyarakat yang amat memahami eksistensi NKRI sebagai sebuah NEGARA tumpah darah ku tanah air beta abadi nan jaya, tempat ku mengadu apa pun terjadi baik atau buruk, kau negaraku Indonesia-ku. Oknum yang marah-marah apriori melihat antusiasme masyarakat berdemo tidak perlu khawatir, karena rakyat Kalteng minta bantuan kepada NEGARA, bukan kepada oknum.

Saat menulis ini, kami baru selesai membantu pemadaman sesuai tugas pokok dan fungsinya serta sesuai kemampuan sumberdaya yang ada, sudah sejak Agustus 2015, udara berwarna putih kapas dan kadang kuning mengepung seantero hidup kami di Palangka Raya Kalimantan Tengah, namun kami tetap tegar optimis karena yakin Yang Maha Esa memberi kekuatan dan kesehatan serta rejeki yang baik bagi kami menghadapi kondisi ini, sampai matahari terbit kembali menuntaskan kerinduan kami akan nur cahaya yang alami dari Allah.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun