Informasi itu bukan hanya rejeki kota, atau nasib orang miskin, tetapi informasi ada dalam diri kita masing-masing menjadi bawaan sejak lahir, ia memberikan energi, stamina, halusinasi yang sah alamiah humanis untuk dinikmati oleh setiap manusia.
Elan vital informasi itu hak azasi manusia untuk mencapai kedigjayaan di muka bumi ini diantara ras manusia itu sendiri, bebas dari cengkeraman dimensi indera manusia, karena merupakan bawaan lahir setiap individu manusia saat eksis ke dunia ini. Informasi adalah bawaan lahir maunsia. Jadi kita tidak perlu khawatir tentang arti informasi itu sendiri, karena informasi ada dalam diri kita masing-masing.
Kemampuan nurani manusia untuk meningkatkan kemampuan intelektualnya akan terpaut erat dengan kemampuan berinformasi. Informasi itu bebas dari konteks apa pun, karena menjadi bagian dari eksistensi setiap individu manusia, yang dapat digunakan dalam skala kecil maupun global. Pada saat intelektual manusia mampu mendapatkan tambahan pencerahan baru atau tingkatan kompleksitas baru, maka akan muncul pola baru peri-informasi yang diwujudkan oleh manusia itu. Adopsi atau penyebaran pola baru informasi ini tergantung jangkauan sebaran gagasan informasi tersebut, dari keluarga skala bertetangga sampai cakupan globalisasi. Dalam perjalanannya dapat saja mengalami degradasi, ekspansi, atau bahkan menghilang dari pikiran manusia, sesuai dengan persepsi manusia itu sendiri untuk menilai bahwa gagasan itu sejalan dengan idealismenya masing-masing.
Makin kompleks kehidupan suatu masyarakat, maka makin potensial melahirkan gagasan informasi yang eskalasinya tidak terbatas / global. Sebuah negara seperti Indonesia, dengan kompleksitas sumberdayanya, telah, akan dan terus menjadi salah satu domain utama informasi di muka bumi ini. Batasannya adalah eksistensi peradaban umat manusia itu sendiri. Selama peradaban manusia tetap hadir, maka peran informasi tetap eksis sampai akhir masa. Maka tidak ada kejahatan dalam hakekat informasi itu sendiri, yang ada adalah pertarungan tiada henti antara ”roh” hitam dan putih yang ada di nurani manusia yang akan memberikan ciri karakter perwujudan informasinya dalam kehidupan manusia. Maka informasi adalah azimat alamiah yang terpatri disetiap jiwa manusia.
Keberadaan pemerintahan, adalah wadah batasan mengakomodir seluruh dinamika informasi kelompok manusia (bangsa) yang bersepakat membatasi dimensi informasinya agar mampu dikendalikan bersama. Kendali informasi adalah tanggungjawab bangsa dalam suatu negara. Informasi itu adalah obyektifitas yang jujur, tulus, ihklas dalam membangun harmonisasi, sinkronisasi dan sinergitas yang konstruktif. Ini adalah sisi putihnya informasi yang harus dijalankan spanjang masa untuk membentuk ketahanan dominansi dari serangan informasi kekelaman. Informasi yang kelam dapat memusnahkan eksistensi suatu peradaban, bahkan umat maunisa itu sendiri. Azimat informasi tak pernah hilang selama manusia ada, bahkan hanya tinggal satu orang di bumi (???), melainkan dapat tereduksi atau meningkat kesaktiannya, tergantung kemampuan dan komitmen bangsa-bangsa yang memegangnya.
Kompasiana merupakan elan vital tera ukir kemelekkan informasi nasional yaitu untuk menjadi wahana nyata meletakkan informasi menembus batas klasik, dimana di masa-masa lalu hanya orang atau kelompok tertentu yang mendapatkan akses untuk menyampaikan ekspresi mereka ke pentas publik.
Dalam kiprahnya ide membuka akses publik “Ala Kompas” ini membuka kebugaran baru bagi banyak orang untuk menampilkan ekpresi diri dengan menyajikan informasi yang amat variatif dan imajinatif bahkan radikal, yaitu yang memanusiakan manusia itu sendiri, agar gagasan dan pemikirannya terakomodasi dalam bingkai penilaian publik tanpa tekanan atau praduga sistemik.
Hal ini nampak bahwa pada saat sebuah informasi tersaji bagi publik, konsep rating dan banyaknya pembaca / pengakses topik, akan memberikan stimulan simbitotic mutualisme (hubungan timbal balik saling mendukung) bagi penulis / penggagas ide dengan pembaca, di mana penulis secara langsung dapat mengukur kemampuannya menggugah orang lain tanpa mengenal identitas penilainya, sehingga akuntabilitas intelektual secara alami terpacu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi publik. Sebaliknya pembaca publik yang tentu saja amat variatif latar bekakangnya, dengan bebas dapat memberikan masukan interaktif secara alami dan polos tanpa tekanan memberikan determinasi informasi publik yang tersaji.
Kompasiana berakibat “vital” terhadap revolusi informasi Indonesia, yaitu mematikan kaidah-kaidah klasik yang telah sejak lama amat kuat menghambakan diri kepada upaya mematikan hati nurani informasi publik.
Mari rayakan perbedaan melalui “Kompasiana” yang menjujung tinggi ahklak adi kodrati manusia, hak azasi manusia dalam memperoleh energi kehidupan melalui informasi yang dinamis dan merakyat ini.
Kompasiana menjadi istrumen teramat penting dalam membuka khazanah kekayaan informasi bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat. Kompasiana menghantarkan energi informasi nasional yang amat kaya untuk terus menjadi mercu suar nasional, global, memandu kedigjayaan Indonesia menyusuri perubahan peradaban umat manusia. Kompasiana melahirkan dinamika tinggi manusia untuk mengekspresikan dan menuangkan kuantitas dan kualitas intelektual menghadapi segala era perubahan, karena yang kekal di dunia ini hanya “perubahan”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H