Fenomena Apa ini?
Pagi-pagi, seperti biasanya, saya “sarapan” berita pakai gadget. Terpampang berita dari salah satu web berjudul: “Iwan Fals Pukul Telak Barisan Pembenci Jokowi, Kenapa?” Apakah Iwan Fals benar-benar mengatakan demikian? Entahlah…
Tak lama kemudian muncul berita lainnya dari web yang berbeda: “Surat Arifin Ilham untuk Presiden Jokowi Tercinta”. Isinya mengingatkan Jokowi yang dianggap “salah jalan”. Benarkah Arifin Ilham yang menulis surat? Hanya Arifin Ilham dan Tuhan yang tahu.
Sebelum-sebelumnya, lebih banyak lagi statement-statement yang lebih menyengat dan cenderung konfrontatif, baik dari “kaum Jokowers” maupun dari “kaum Haters”, dan kalau ditulis di artikel ini, bisa berlembar-lembar.
Jika Anda search di Google, dan mengetik dua kata: “Jokowi” dan “tidak”, maka segera keluar kata-kata: Jokowi tidak becus, Jokowi tidak disambut, Jokowi tidak bisa berbahasa inggris, Jokowi tidak tahu apa-apa, Jokowi tidak bisa sholat, dst. Ada juga yang tidak mendiskreditkan sih…, misalnya keluar kata-kata: Jokowi tidak jadi ke bandung. Sebaliknya, jika Anda mengetik kata-kata: “Jokowi” dan “memang”, maka segera muncul kata-kata: Jokowi memang fenomenal, Jokowi memang top, Jokowi memang luar biasa, Jokowi memang merakyat, Jokowi memang berbeda, Jokowi memang oke, Jokowi memang sakti. Walaupun tidak semuanya bernada memuji, karena ada juga keluar kata-kata: Jokowi memang bodoh.
Intinya adalah, diakui atau tidak, tampak ada dua kubu yang saling menyerang dan saling mempertahankan: pertama kubu yang mendukung Jokowi, dan kedua adalah kubu yang menolak Jokowi. Saya pikir, dua kubu ini sudah selesai, sudah bubar sejak Jokowi dilantik jadi Presiden pada tanggal 20 Oktober 20014, eh, ternyata perseteruan semakin membara. Apakah karena relawan tidak bubar? (karena permintaan Jokowi seperti dalam Tribunnews.com dan VIVA.co.id: “Jokowi Minta Relawan Tidak Bubar”); sehingga ‘relawan anti Jokowi” juga tidak mau membubarkan diri, dengan alasan sebagai penyeimbang?
Fenomena apa ini? Gejala apa ini? Ada apa sebenarnya di masyarakat kita?
Saya penasaran. Saya coba telusuri presiden-presiden sebelumnya, apakah mereka mengalami “nasib” yang sama seperti Jokowi? Tetapi nampaknya tidak ada fenomena “dua kubu” seperti di masa pemerintahan Jokowi saat ini. Pada era SBY, Mega, Gus Dur, dan Habibie sekalipun, masih “standar”. Paling-paling muncul kritikus, kritikus khusus SBY, kritikus khusus Mega, kritikus khusus Gus Dur, kritikus khusus Habibie. Saya sebut kritikus khusus karena yang mengkritik sosok presiden orangnya ya itu-itu saja. Dulu, zaman Orba, dikenal dengan kelompok “Barisan Sakit Hati”. Siapa komandannya? Anda bisa search sendiri di Google. Nampaknya di masa pemerintahan Jokowi istilah ini terpakai lagi.
Jokowers, Haters, Menjonru, … apa lagi ya?
Kembali ke masalah “dua kubu”, ternyata fenomena ini melahirkan istilah-istilah baru, yaitu: Jokowers, Haters, Menjonru, dan masih dimungkinkan lahir istilah-istilah baru lainnya (kalau memang “perang” belum usai).
Sengaja saya angkat (dan saya pakai) istilah-istilah ini karena popular di masyarakat, terutama masyarakat di dunia maya atau netizen, sudah tidak asing lagi dengan istilah-istilah ini.