Mohon tunggu...
Hery Santoso
Hery Santoso Mohon Tunggu... -

Suka membaca, berdiskusi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Kabar Pancasila!

2 Juni 2014   06:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:49 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1 Juni 2014, hingga pukul 21:53 WIB, rasanya baru tulisan ini yang mengangkat topik tentang Pancasila di Kompasiana ini. Aku yakin, kita semua tidak sedang melupakan atau sengaja melupakan Pancasila. Maklumlah, semua mata dan pikiran sekarang tertuju pada Capres dan Cawapres 2014. Tetapi rasanya kok "berdosa", atau bahasa jawanya "kualat" kalau Pancasila lewat begitu saja pas tanggal kelahirannya. Aku yakin Pancasila tidak butuh ucapan selamat ulang tahun pada hari ini, tetapi setidak-tidaknya janganlah dia "dicuekin" begitu saja.

Dulu, jaman Orde Lama atau Orde Baru, Pancasila dikatakan sebagai dasar negara. Kini, di era reformasi ini disebut sebagai pilar, salah satu dari empat pilar, yaitu: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI (harga mati). Ada yang mengusik hatiku tentang hal ini, khususnya istilah "pilar". Setahuku, pilar adalah tiang penyangga. kalau "dasar", berarti pondamen. Antara pilar dan pondamen, untuk Pancasila, lebih pas mana ya? Hal lain yang juga mengusuk hatiku adalah tentang empat pilar itu sendiri. Setahuku, di dalam UUD 45, khususnya di pembukaan, sila-sila dalam Pancasila sudah disebutkan. Bhinneka Tungga Ika juga sebenarnya sudah masuk dalam sila ke-3 Pancasila. NKRI juga sebenarnya sudah terkunci dalam sila ke-3 itu. Bukankah 4 pilar ini (dari segi makna) sekedar pengulang-ulangan saja? Tidak cukupkah hanya dengan Pancasila? Menurutku, ini hanya semakin membingungkan anak-anak kita, atau hanya memperbanyak variasi materi soal-soal ujian tentang PKN (Pendidikan Kewarganegaraan).

Tapi menurutku, yang lebih penting dari itu semua adalah pertanyaan: sudahkan Pancasila kita gunakan atau kita terapkan dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara secara murni dan konsekuen? Mohon maaf kalau istilah "murni dan konsekuan" ini aku gunakan lagi seperti jaman Orba. Pada jaman itu terjadi perdebatan tentang, siapa yang berhak menafsirkan Pancasila? Apa yang dimaksud dengan menjalankan Pancasila "secara murni dan konsekuen" itu? Lebih jauh lagi ada yang meyakini dan merasakan bahwa Pancasila pada waktu itu hanya sebagai alat pemerintah saja untuk menjustifikasi segala kebijakannya, apakah baik atau buruk dengan berlindung di balik Pancasila. Sampai-sampai pemerintah pada waktu itu menggunakan istilah Pancasilais Sejati dan tidak Pancasilais.

Kini, di era reformasi ini aku rasakan Pancasila adalah istilah yang kadaluwarsa, atau dihindari oleh penguasa. Pejabat yang sedikit-sedikit mendasarkan segala tindakannya kepada Pancasila dicap Orba. Sehingga banyak pejabat yang alergi dengan istilah ini. Beda jauh dengan jaman Orba.

Untuk mengakhiri tulisan ini saya ingin mengajak kita semua untuk menakar diri kita masing-masing jika dikaitkan dengan sila-sila yang ada dalam Pancasila.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa. Sudahkan setiap pikiran, ucapan, tulisan dan tindakan kita dalam berkarya untuk kemajuan bangsa dan negara ini selalu dimuali dengan atas namaNya? Merasa bersamaNya? Yakin akan dipertanggungjawabkan dihadapanNya?

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Apakah setiap tindakan kita selalu berpijak pada penegakan hukum yang adil? Sajauh mana kita telah memperadabkan diri sebagai manusia? Sejauh mana toleransi kita kepada pihak-pihak yang tidak sehaluan, yang berbeda pandangan dan keyakinan? Bagaimana sikap kita dengan kelompok minoritas?

3. Persatuan Indonesia. Apakah setiap kebijakan pembangunan selama ini sudah mengarah pada terwujudnya keutuhan kita sebagai bangsa Indonesia yang majemuk ini?

4. Kerakyatan  yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Benarkah demokrasi yang kita jalankan selama ini adalah terjemahan dari sila ke-4 ini? Apa yang dimaksud dengan "hikmat kebijaksanaan" itu? Apa wujudnya?

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini adalah tujuan yang ingin dicapai oleh kita semua sebagai warga negara Indonesia. Modalnya adalah sila ke-1 s/d ke-3. Prosesnya adalah sila ke-4. Jika sila ke-1 s/d ke 4 sudah terlaksana, insya Allah sila ke-5 akan terwujud. Sekarang mari kita ukur berapa capaian menuju ke sila ke-5 ini. Berapa % rakyat Indonesia merasakan keadilan hingga saat ini? Berapa % penduduk yang masih ada yang mati kelaparan hingga saat ini? Berapa % penduduk yang masih gelandangan (tidak punya rumah tetap) hingga saat ini? Berapa % penduduk yang hidupnya masih "megap-megap" dan menunggu ajal berikutnya hingga saat ini? Jika sudah kita peroleh berapa besar prosentase ukuran capaian sila ke-5 ini maka itulah ukuran seberapa besar "keberPancasila-an" kita selama ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun