Panasnya tensi politik di semester akhir tahun ini menarik untuk disimak dan ditelaah. Banyak pihak yang saling lapor pasca demo 411 membuat peer Polri semakin banyak. Belum lagi kasus-kasus utama yang begitu membius rasa ingin tahu publik tentang Kasus Penistaan Agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Banyak opini dan komentar yang mengalir deras mengikuti tindak tanduk Ahok, baik berupa perang opini di media sosial, acara live show  beberapa televisi dan komentar ahli acara berita, spanduk dukungan atau penolaan bahkan petisi change.org.
Terpolarisasinya dukungan dan penolakan pasca demo di awal bulan November ini bahkan melahirkan isu-isu sensitif  yang lebih mengarah ke people power, antara lain ajakan rushmoney, pemakzulan pemerintahan bahkan mengarah ke Sara dan disintegrasi Bangsa ini.
Sebagai Anak Bangsa, saya khawatir dengan perkembangan berita akhir-akhir ini. Kasus Ahok menjadi tersangka kasus peniataan agama  ini mengelinding terlalu jauh ke ruang nasional, seharusnya hanya persoalan Pilkada DKI saja. Banyaknya kepentingan dan pihak-pihak yang bermain di area ini menjadikan Pilkada kali ini serasa Pilpres 2014 kemarin. Memang harus diakui bahwa Pilkada DKI sangat seksi dan lebih menantang syahwat politik untuk berkelindan dibandingkan Pilkada yang sejenis di daerah.
Adalah menarik, bahwa DKI adalah etalase dan wajah yang mewakili Republik ini menjadikannya sebagai arena perpolitikan Nasional. Cuma, terlalu banyak mulut, komentar, opini dan berita yang offside dalam menanggapi perkembangan Pilkada DKI telah bergeser menjadi isu-isu Nasional.
Pilkada sejatinya adalah memilih Pemerintah daerah untuk mengawal pencapaian kesejahteraan masyarakat bukan semata-mata sebagai pemegang kuasa saja tetapi sebagai pelayan bagi rakyatnya.
Korupsi, Propokasi negatif, Superioritas, Pemaksaan kehendak, Kebodohan dan exploitasi kemiskinan dan Ajaran kekerasan mari kita tinggalkan dan kuburkan menuju Pembangunan yg merata, peningkatan SDM melalui Lembaga Pendidikan yg terintegrasi berbasis tehnologi dan moral, efisiensi dan akuntabilitas Pemerintah yg terbuka dan mengedepankan tepa selira dalam kesepakan bersama.
Harapan saya sebagai anak bangsa, mari menjaga keutuhan NKRI dari rongrongan idiologi lain yang ingin menggantikan Pancasila. NKRI dengan Konstitusi UUD 1945 adalah harga mati yang sangat layak dipertahankan.
Kompleksitas persoalan Bangsa ini sejatinya harus melahirkan pemimpin yang tegas, berani dan berwibawa yang mewujudkan perubahan yang lebih baik  bukan pemimpin korup, pemimpin yang takut atau ragu-ragu, bahkan pemimpin yang tergiring oleh desakan ormas.
Salam Perubahan
Pilih no2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H