Mohon tunggu...
herry van
herry van Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Lupa Anda Bercermin

18 November 2016   11:32 Diperbarui: 18 November 2016   11:45 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panasnya tensi politik di semester akhir tahun ini menarik untuk disimak dan ditelaah. Banyak pihak yang saling lapor pasca demo 411 membuat peer Polri semakin banyak. Belum lagi kasus-kasus utama yang begitu membius rasa ingin tahu publik tentang Kasus Penistaan Agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Banyak opini dan komentar yang mengalir deras mengikuti tindak tanduk Ahok, baik berupa perang opini di media sosial, acara live show  beberapa televisi dan komentar ahli acara berita, spanduk dukungan atau penolaan bahkan petisi change.org.

Terpolarisasinya dukungan dan penolakan pasca demo di awal bulan November ini bahkan melahirkan isu-isu sensitif  yang lebih mengarah ke people power, antara lain ajakan rushmoney, pemakzulan pemerintahan bahkan mengarah ke Sara dan disintegrasi Bangsa ini.

Sebagai Anak Bangsa, saya khawatir dengan perkembangan berita akhir-akhir ini. Kasus Ahok menjadi tersangka kasus peniataan agama  ini mengelinding terlalu jauh ke ruang nasional, seharusnya hanya persoalan Pilkada DKI saja. Banyaknya kepentingan dan pihak-pihak yang bermain di area ini menjadikan Pilkada kali ini serasa Pilpres 2014 kemarin. Memang harus diakui bahwa Pilkada DKI sangat seksi dan lebih menantang syahwat politik untuk berkelindan dibandingkan Pilkada yang sejenis di daerah.

Adalah menarik, bahwa DKI adalah etalase dan wajah yang mewakili Republik ini menjadikannya sebagai arena perpolitikan Nasional. Cuma, terlalu banyak mulut, komentar, opini dan berita yang offside dalam menanggapi perkembangan Pilkada DKI telah bergeser menjadi isu-isu Nasional.

Pilkada sejatinya adalah memilih Pemerintah daerah untuk mengawal pencapaian kesejahteraan masyarakat bukan semata-mata sebagai pemegang kuasa saja tetapi sebagai pelayan bagi rakyatnya.

Korupsi, Propokasi negatif, Superioritas, Pemaksaan kehendak, Kebodohan dan exploitasi kemiskinan dan Ajaran kekerasan mari kita tinggalkan dan kuburkan menuju Pembangunan yg merata, peningkatan SDM melalui Lembaga Pendidikan yg terintegrasi berbasis tehnologi dan moral, efisiensi dan akuntabilitas Pemerintah yg terbuka dan mengedepankan tepa selira dalam kesepakan bersama.

Harapan saya sebagai anak bangsa, mari menjaga keutuhan NKRI dari rongrongan idiologi lain yang ingin menggantikan Pancasila. NKRI dengan Konstitusi UUD 1945 adalah harga mati yang sangat layak dipertahankan.

Kompleksitas persoalan Bangsa ini sejatinya harus melahirkan pemimpin yang tegas, berani dan berwibawa yang mewujudkan perubahan yang lebih baik  bukan pemimpin korup, pemimpin yang takut atau ragu-ragu, bahkan pemimpin yang tergiring oleh desakan ormas.

Salam Perubahan

Pilih no2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun