Sebuah Realita bisa dikatakan sangat ironis dari sebuah kenyataan yang terbalik dengan yang selama ini biasa kita katakan dan pahami. Jakarta punya sebuah makna kata dan kota yang sangat dipuja-puja memiliki arti religi budaya, dan sangat terpandang. Tapi apa yg terjadi di zaman sekarang, yang mengusung motto PERUBAHAN. Sesuatu yang sangatlah berbalik arah. Banyak masyarakat merasa bahwa apalah arti sebuah PERUBAHAN di kota Jakarta, bila Penggusuran-penggusuran makin marak, pelecehan harga diri, Sistem yang carut-marut, bahkan Diskriminasi tak beralasan dan tak berpihak, bagi rakyat Miskin seperti aku, yang notabene. Jakarta adalah kota Universal dan beragam pendidikan, budaya, religi, seni dan semua yang dianggap baik. Tetapi ketika dirasakan dan dipahami dengan hati yang bersih, apakah disitu kita menemukan sebuah kebenaran tentang semua yang dikatakan Penguasa? Yang timbul adalah sebuah pertanyaan dan realita Absurditas yang sangat-sangat tidak masuk akal.
Jakarta banyak berdiri kantor-kantor pemerintah dan Instansi-instansi bersimbol Melayani dan mengayomi masyarakat, Bekerja secara Sosial, selalu berbau kerakyatan. Banyak budayawan selalu berkata, “Tahta untuk Rakyat”, bahkan seorang rajapun tak mau kalah dengan kata-kata itu. menjual berbagai macam simbol-simbol kerakyatan dan cerita penindasan. Banyak orang yg mengatas namakan Pemimpin yang selalu menggembar-gemborkan tentang hak-hak rakyat harus dipenuhi, hak-hak rakyat harus dilindungi. Tapi apa, ketika harus memandang kenyataan yg terjadi di sini, di pesisir Cengkareng, Grogol, Kalideres, Pesing, Tomang, Slipi, Dll, apa yg terjadi. Jakarta cuma beberapa menit dari sebuah kata Jakarta. Semua diam. Semua ketakutan. Sepertinya, bahkan semua berbalik arah. Entah di mana lagi para intelektual itu berdiri? Di mana itu para Pemimpin, Wakil rakyat, dan para Birokrat itu bersembunyi?
Sebuah kenyataan yang lagi-lagi membuat sakit hati kami sebagai rakyat Miskin . Sebuah penindasan yg sangat tertata di sebuah kota Jakarta, ketika mereka harus berhadapan dengan kekuatan modal dan kekuasaan. Sehingga bisa dibilang bahwa ini adalah sebuah Topeng, sebuah dunia yg dibuat-buat dan diciptakan hanya sekedar jadi teori dan sandiwara, yang pada akhirnya lagi-lagi Orang Miskin yg harus dikorbankan. Pertanyaan yang seharusnya dijawab dan dilakukan, serta dipertanggung-jawabkan oleh mereka yg ngaku-ngaku sebagai Pemimpin. Di mana letak kebenaran pada slogan-sloganmu? Dan jika kalian tidak punya rasa malu dan manusiawi [kata yg sudah terlalu banyak dipakai mereka], maka tidurlah selama-lamanya. Kami tidak akan pernah diam, dan kami akan terus melawan dan akan terus mempertahankan hak-hak kami! Sampai mati!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H