Mohon tunggu...
Rahmat HerryPrasetyo
Rahmat HerryPrasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis lepas dan editor freelance.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Editor Bahasa, Apa Kabar?

26 September 2020   15:27 Diperbarui: 26 September 2020   15:36 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ups, sudah datang naskah baru! Saatnya mengedit kembali." Itu ucapan saya sendiri, siang ini, sekitar pukul 14.30, di hari Sabtu nan cerah. Hari-hari belakangan ini saya memang sedang fokus menyunting naskah buku untuk panduan siswa belajar di rumah. Menyunting atau mengedit menjadi bagian dalam pekerjaan saya, seiring sejalan dengan aktivitas menulis. Sangat mengasyikkan!

Di saat menyunting itulah saya memosisikan diri sebagai editor, khususnya editor bahasa. Banyak teman saya berprofesi sebagai editor bahasa, maka tak salah, saya sapa mereka dengan judul, "Editor Bahasa, Apa Kabar?"

Apa pentingnya saya menuliskan ini. Tentu saja ada filosofinya. Yups, filosofi editor bahasa. Wah, ini terlihat keren atau mengada-ada? Baiklah, saya coba tuliskan dengan cara yang sederhana.

Tugas seorang editor setidaknya ini: mengoreksi yang salah agar bisa diperbaiki dan menjadi benar. Meluruskan kalimat yang "bengkok" agar maknanya menjadi tepat sasaran. Istilah populernya, agar tidak ambigu. Apakah hanya itu?

Tentu saja tidak. Editor bahasa juga bisa memberi tahu penulis naskahnya, beberapa hal yang dirasa kurang pas. Misalnya, jika pemilihan katanya terlalu "keras", editor bahasa bisa menyarankan penulisnya untuk mengganti dengan kata-kata yang lebih lembut atau netral. Itu setidaknya untuk tulisan-tulisan khusus.

Editor bahasa juga berdiskusi dengan penulisnya tentang isi naskah. Bukan berarti sang editor adalah orang yang berkuasa asal memberi perintah seenaknya supaya penulis menurut apa kata editornya. Interaksi yang baik antara editor bahasa dan penulis akan menghasilkan karya yang lebih elegan, bermanfaat, dan tentu saja berkualitas.

Jika sang penulis membutuhkan penyaring yang bermutu agar tulisannya tidak menimbulkan keresahan atau salah paham, maka editor bahasalah orang yang tepat. Dengan kata lain, sebuah naskah tidak langsung dipublikasikan karena melewati proses koreksi yang berkualitas; baik itu dari segi bahasa atau dari sisi cara penulis menyampaikan idenya.

Itulah sekilas kisah tugas editor bahasa. Filosofinya sangat dalam. Editor bahasa merupakan perwujudan dari proses refleksi diri agar saat penulis berkarya tidak memantik salah paham atau tidak menimbulkan gaduh akibat pemilihan kata yang kurang tepat.

Di sinilah saya bisa memperlebar makna editor bahasa, bahwa siapa pun sebenarnya merupakan editor bahasa; bagi dirinya sendiri. Sebelum menayangkan suatu karya, penulis mengoreksi sendiri kata-kata yang digunakan. Ia juga menimbang-nimbang apakah karyanya bermanfaat untuk orang lain.

Tidak hanya itu, penulis pun bisa berpikir sejenak apakah karyanya benar-benar orisinal, bukan jiplakan. Apakah ketika berkarya ia melandasi dirinya dengan kejujuran atau sekadar mengikut karya orang lain tanpa menambahkan ide-ide baru. Di sinilah penulis sekaligus menjadi editor. Di sinilah penulis sekaligus menempatkan dirinya dalam kerendahan hati untuk mengoreksi diri.

Betapa pentingnya tahap koreksi diri itu maka sebaiknya jangan abai ketika berkarya. Jangan ceroboh ketika menayangkan sebuah artikel atau tulisan, juga jangan terburu nafsu yang penting bisa menulis. Jika Anda memosisikan diri sebagai editor ketika menulis maka di saat yang bersamaan Anda bisa menghasilkan karya, melalui proses penyaringan yang bermutu.

John Ruskin, penulis dan kritikus seni asal Inggris mengatakan, "Kualitas bukanlah suatu kebetulan. Kualitas selalu berasal dari usaha yang cerdas." Selaras dengan ucapan tersebut, saya bisa pula introspeksi bahwa kualitas seorang editor menentukan kualitas naskah dari penulisnya. Jika penulis dan editornya sama-sama berkualitas maka semakin mudah suatu karya diciptakan dengan mutu yang terjaga.

Setiap penulis pada hakikatnya membutuhkan editor bahasa agar apa yang ditulisnya berkualitas, bermanfaat, dan tidak menimbulkan kegaduhan. Di dalam diri penulis itulah sebenarnya jiwa editor bahasa berada. John Ruskin juga mengatakan, "Ketika cinta dan keterampilan bekerja bersama maka yang diharapkan sebuah mahakarya."

Cinta, keterampilan, dan kerendahan hati untuk mengoreksi diri sendiri juga akan menambah makna suatu karya yang dihasilkan. Apakah Anda selama ini sudah melalui proses penyaringan yang berasal dari dalam diri sendiri sebelum menayangkan tulisan Anda?

Jika sudah maka dalam diri Anda ada jiwa editor bahasa, bukan sebagai profesi namun sebagai mental atau karakter yang kuat untuk terus menciptakan karya-karya bermutu dan bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

4 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun