Mohon tunggu...
Rahmat HerryPrasetyo
Rahmat HerryPrasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis lepas dan editor freelance.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Anjay, Mawas Diri Dong!

5 September 2020   01:34 Diperbarui: 5 September 2020   02:03 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makna kata ada di dalam pikiran; itu yang menarik bagi saya. Jika saya, misalnya, mengucapkan kata anjay dilandasi pikiran buruk, maka maknanya akan negatif, buruk, mudah memantik ujaran kebencian. Ujung-ujungnya, bisa dipidanakan jika ada orang yang tersinggung dan melaporkan saya ke pihak yang berwajib.

Namun, jika pikiran saya jernih dan menggunakan "anjay" di lingkungan pergaulan atau di sekitar orang-orang yang akrab dengan saya, itu tak menjadi persoalan. Mengucapkan anjay bisa untuk mencairkan suasana, memunculkan gelak tawa, dan menambah keakraban.

Dari sinilah saya bisa memperlebar makna pro kontra penggunaan kata anjay, yakni setidaknya saya harus bisa mawas diri ketika memakai suatu kata. Mawas diri tidak hanya berada di ranah pikiran, tapi juga ada dalam zona hati. 

Dengan kata lain, makna kata juga ada di dalam pikiran dan hati. Ketika memakai suatu kata, semisal anjay, saya harus bisa terlebih dahulu mengetahui tujuannya untuk apa (ada dalam ranah pikiran) dan apakah kata yang saya ucapkan atau tuliskan itu menyakiti perasaan orang lain (ada dalam ranah hati).

Melihat dan mencermati fenomena pemakaian bahasa masa kini, sebenarnya bukan "anjay"-nya yang bermasalah. Tapi, sebagian penutur bahasa memakai suatu kata sengaja digunakan untuk menyakiti perasaan orang lain, menimbulkan ujaran kebencian. 

Kekerasan verbal tidak hanya terjadi di dunia bahasa gaul atau kata-kata slank, namun juga muncul di kata-kata biasa namun bermakna buruk, mencederai perasaan orang lain atau orang yang memang dari dulu hingga kini dibencinya. 

Fenomena ini sering muncul di dunia politik, mewujud dalam tuturan di media sosial maupun media massa, termasuk juga di jagat pertelevisian.

Lihatlah tontonan debat di televisi, Anda akan mudah menemukan figur publik yang menggunakan kata-kata kasar, merendahkan, meremehkan, meski dengan alasan kritik atau perbaikan. 

Namun, kita akan mudah menangkap maknanya bahwa mereka sedang mempertontonkan ujaran kebencian. Ini sebenarnya lebih berbahaya daripada kata anjay, yang hidup subur di kalangan anak muda untuk mencairkan suasana dalam pergaulan.

Jadi, marilah sama-sama mawas diri dalam menggunakan suatu kata, baik itu anjay maupun kata lain yang berpotensi merusak silaturahmi. Apalagi ketika kita sedang berada dalam pusaran sorotan publik, lebih mawas dirilah saat bertutur kata. 

Jangan sampai setiap kata yang kita ucapkan dicontoh oleh anak-anak, remaja, atau anak muda yang sedang mencari jati diri, termasuk mencari jati diri lewat kata-kata yang sedang tren, viral, di media sosial maupun media massa mainstream; media daring (online) maupun televisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun