Mohon tunggu...
Rahmat HerryPrasetyo
Rahmat HerryPrasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis lepas dan editor freelance.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ini 3 Hal Penting "Selera Bahasa" dalam Menulis

31 Agustus 2020   01:37 Diperbarui: 31 Agustus 2020   01:48 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menulis merupakan aktivitas yang tak bisa dihitung secara matematis. Itu karena menulis bukan termasuk ilmu pasti, seperti halnya ketika kita dengan mudah mengatakan bahwa 2+2 adalah 4. Pasti! 

Menulis, bagi saya, masuk ke dalam ilmu ketidakpastian; banyak penafsiran, dan masing-masing orang bisa punya beragam persepsi. Itu karena bahan utamanya adalah bahasa.

Mengapa begitu? Karena bahasa punya ruang penafsiran seribu satu makna. Bahasa, yang punya banyak ragam, bisa dipakai orang per orang dengan lebih bebas, tidak mungkin bisa dijangkau oleh ilmu pasti. 

Saya mengatakan, "Oh, baiklah." Itu bisa ditafsirkan bahwa saya sedang menyetujui sesuatu dengan senang hati atau sebaliknya, saya sedang berada di ambang kepasrahan.

Pada akhirnya, sebagai penulis, saya harus bisa memaknai satu ungkapan "selera bahasa", yang menunjukkan perbedaan tiap orang dalam memilih kata, kalimat, hingga gaya bertutur. Bagi saya, selera bahasa sangat penting. Setidaknya untuk tiga hal ini.

1. Membuat saya nyaman menulis
Selera bahasa setiap penulis tidaklah sama. Ada yang suka dengan kata-kata apa adanya, ceplas-ceplos, dan disampaikan tanpa tedeng aling-aling. 

Pokoknya, hajar! Selain untuk cari sensasi, penulis yang memilih selera bahasa jenis ini juga punya maksud lebih cepat memikat pembaca dengan latar belakang "lebih keras", gampang emosian atau mudah terpengaruh akan suatu hal jika disampaikan dengan tuturan atau bahasa yang "meledak-ledak".

Ini berbeda dengan saya, yang punya selera bahasa biasa-biasa saja, tak perlu banyak bumbu bombastis, lebih kalem tapi tetap bisa "menggigit". Saya merasa lebih nyaman menulis dengan cara ini.

Apakah penulis yang punya selera bahasa berbeda dengan saya seperti sudah saya tuliskan di atas salah? Tentu saja tidak. Itu karena ukuran kenyamanan dalam menulis bagi setiap orang berbeda. Gunakan saja selera bahasa dengan baik, yang penting tetap nyaman berkarya, dan tidak memantik risiko yang tak perlu.

2. Punya identitas diri
Menulis tidak sekadar menulis. Pasti ada tujuannya. Ada yang ingin dapat honor besar, ada yang hanya sekadar eksis, atau ada juga yang ingin membuat perubahan di lingkungan sekitarnya. 

Ada juga yang bertujuan agar punya identitas diri dengan menulis. Nah, salah satu cara agar punya identitas itulah bisa melalui pemanfaatan selera bahasa yang kita punya.

Orang lain atau pembaca tulisan kita akan lebih cepat mengenal apa yang kita tulis, atau siapa diri kita, jika kita punya selera bahasa yang khas. Entah itu dengan selera meledak-ledak atau dengan bahasa yang lebih luwes dan kalem, di situlah kita mematok identitas diri. Para pembaca juga akan lebih mudah menghargai diri kita jika kita punya selera bahasa yang khas, mudah diingat, apalagi mudah memikat hati.

3. Lebih mudah mengembangkan diri
Selera bahasa juga penting untuk membantu saya mengembangkan diri. Caranya simpel. Karena saya sudah tahu selera bahasa yang melekat dalam diri saya maka saya juga akan selektif dalam mengunyah beragam bacaan yang tersaji setiap hari. 

Jika tidak sesuai dengan hati dan pikiran saya, apalagi selera bahasa yang dimiliki penulis beda jauh dengan selera saya, maka saya membatasi diri untuk mengakses tulisan-tulisannya.

Itu karena waktu dan kesempatan yang saya punya untuk berkarya sangatlah terbatas. Saya harus bisa memilih dan memilah beragam bahan atau inspirasi, termasuk lewat bacaan yang banyak ditayangkan setiap hari.

Tanpa bisa menyaring dengan baik banyak hal yang masuk ke dalam hati dan pikiran maka saya akan mudah ikut arus, tanpa pernah tahu tujuan utama saya menulis atau berkarya.

Lewat selera bahasalah saya bisa menyaring, bisa lebih cerdas memilih lalu mendapatkan beragam ilmu secara positif dari para penulis lain. 

Jika tidak bisa berkembang maka saya hanya akan menjadi penulis yang asal nulis, nulis, dan nulis, tanpa pernah merasa nyaman dalam berkarya, tanpa pernah tahu identitas diri yang sebenarnya, dan pada akhirnya tidak bisa berkembang.

Itu saja sih yang ingin saya tuliskan di waktu menunggu pagi, semoga menginspirasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun