Mohon tunggu...
Rahmat HerryPrasetyo
Rahmat HerryPrasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis lepas dan editor freelance.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu Kisah Antisosial di Malam Minggu yang Indah

29 Agustus 2020   23:39 Diperbarui: 29 Agustus 2020   23:50 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Malam Minggu malam yang panjang," demikian sebagian besar orang memaknainya, termasuk saya. Malam Minggu juga merupakan malam yang indah untuk anak-anak muda, zaman dulu maupun zaman now. Tak heran jika di malam Minggu beragam aktivitas santai dilakukan, untuk menikmati hari yang indah dan terasa panjang itu.

Meski di masa pandemi corona, malam Minggu di sekitar rumah saya, masih di daerah Jabodetabek, tetaplah ramai. Banyak orang keluar rumah, ada yang menikmati kuliner, sekadar nongkrong, atau jalan-jalan bersama pasangan dengan naik motor keliling kampung.

Nah, yang terakhir ini kebetulan saya lakukan bersama istri. Di malam Minggu (29/8) yang cerah, kami berdua berboncengan naik motor, sekadar melihat-lihat indahnya malam. Dalam asyiknya malam dengan menikmati ramainya jalanan, sebagian besar diisi anak muda, kami mampir sejenak di pom bensin (SPBU) terdekat.

Bukan untuk isi bensin. Tapi, kami mampir ke anjungan tunai mandiri (ATM) yang ada di pom bensin cukup besar di wilayah tersebut. Selain ada ATM dari berbagai bank, di tempat pengisian bahan bakar tersebut juga ada minimarket, dan tempat nongkrong anak-anak muda.  

Antrean di tempat ATM cukup panjang. Ada beberapa deret juga sesuai dengan jumlah bank yang menyediakan bilik ATM di pom bensin tersebut. Saya ikut antre di salah satu deretan, yang kebetulan menjadi deretan terpanjang.

Saya melihat seorang ibu muda sedang ada di dalam bilik ATM, sementara yang lainnya termasuk saya berdiri mengantre. Belum bergerak juga antrean karena ibu muda yang ada di dalam bilik ATM belum keluar. Menunggu. Menunggu. Menunggu. Semua orang di deretan antrean menunggu.

Lama. Itu kesan yang kemudian didapat dari orang-orang yang antre, termasuk saya yang heran apa saja transaksi yang dilakukan si ibu itu, hingga ia sangat lama berada di dalam bilik ATM.

Seorang bapak-bapak yang ada di depan saya lalu melangkah maju menuju bilik ATM. Ia mengetuk-ngetuk pintunya dan kembali melangkah ke tempatnya mengantre. Si ibu yang ada di dalam menoleh, ekspresinya sangat kesal. Namun, ia tetap melanjutkan aktivitasnya di dalam bilik ATM.

Beberapa lama kemudian, ia keluar dari bilik ATM. Dengan ekspresi sangat kesal, meski wajahnya tertutup masker, ia berbicara dengan nada tinggi, "Ngapain diketok-ketok. Saya aja kalau ada orang yang lama di ATM, tetap saya tungguin."

Banyak orang yang ada di depan bilik ATM, termasuk saya, kaget dengan suara keras si ibu, dan terheran-heran juga, kok begitu?

Pikiran saya lalu teringat satu kata: antisosial. Saya sebut saja begitu, untuk membedakan orang-orang yang bisa bersosialisasi dengan baik. Orang yang antisosial, seperti si ibu yang asyik masyuk ada di dalam bilik ATM, tanpa menghiraukan betapa panjang antrean di belakangnya, tentu saja membuat heran orang-orang normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun