Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hari Pertama 2025: Zero Pembaca dan Rokok Klobot

3 Januari 2025   09:59 Diperbarui: 3 Januari 2025   19:33 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Obrolan para winasis/Foto: Hermard

Hari pertama tahun 2025, diawali dengan "keluh-kesah" di jagad Kompasiana. Lewat pesan WhatsApp, Mbak US menyampaikan kegelisahannya, "Pak Herry, mohon diperiksa. Artikel kita kok tombol views-nya 0 (nol) ya? Error Kompasiana? Padahal kan sudah di-vote dan dikomentari? Wah, rugi  kita, kehilangan angka pembaca."

Pertanyaan senada dilontarkan Dab S lewat kolom komentar tulisan "Puisi Risalah Hujan".

"Dab Herry, ada yang aneh soal gambar mata dari mesin Kompasiana. Mosok sudah berjam-jam artikel ini kok dibaca oleh zero manusia. Ooooh Kompasiana, selamat taon baru."

Pertanyaan kedua saya jawab dengan pikiran positif.

"Iya Dab. Dulu juga pernah kejadian seperti ini. Mungkin admin Kompasiana sedang berbenah memasuki tahun 2025. Kalau secara logika, minimal jumlah pembacanya sama dengan jumlah pemberi komentar.... Kita tunggu saja kabar baik dari Kompasiana. Salam bajigur!"

Zero Pembaca

Beberapa tulisan Kompasianer saya pantengi, ternyata tidak semua tulisan zero pembaca. Ada satu dua tulisan yang diposting 1 Januari 2025 memiliki  jumlah pembaca tidak di angka nol.

Karena penasaran dengan kasus "zero pembaca", di hari kedua (2/1/2025) siang,  saya amati tulisan saya sendiri dan ternyata memang  jumlah pembacanya tidak bertambah meskipun muncul beberapa komentar baru. 

"Puisi Risalah Hujan" (nol pembaca), "Berlayar Bersama Kompasiana, Selamat Tinggal 2024" (tetap seperti semula, 267 pembaca), dan "Desa Wisata Sumber Gempong dan Dewi Sri di Kaki Gunung Penanggungan" (jumlah pembaca stagnan di angka 3.134).

Pada sore hari ternyata di "Puisi Risalah Hujan" sudah tercantum jumlah pembaca 6 orang. Padahal dengan pemikiran sederhana harusnya lebih dari 20 pembaca, sesuai dengan jumlah pemberi komentar dan 24 orang pemberi nilai (vote). 

Sedangkan tulisan "Berlayar Bersama Kompasiana, Selamat Tinggal 2024" dan "Desa Wisata Sumber Gempong dan Dewi Sri di Kaki Gunung Penanggungan" stagnan di angka 267 serta 3.134 pembaca. Hal yang menggembirakan, tulisan Berlayar Bersama Kompasiana naik status menjadi Artikel Utama.

Jumlah pembaca tentu menjadi persoalan bagi penyuka K-reward. Mengapa? Tidak lain karena dalam mekanisme program K-reward, jumlah views akan dikonversi menjadi rupiah, di samping persyaratan jumlah  artikel headline dan highlights.

Rokok Klobot

Dari pada hanya berkutat dalam persoalan "zero pembaca" dan saya sebenarnya lebih bersikap pasrah, nrima ing pandum, karena meyakini bahwa setiap tulisan mempunyai jalan dan nasibnya  sendiri-sendiri, maka saya memenuhi undangan ngobrol (1/1/2025) bersama para praktisi dan penulis sastra di kediaman Agus Suprihono (sutradara kethoprak, penulis sastra Jawa).

Obrolan sore di Margokaton, Seyegan, Sleman, dihadiri Ons Untoro (koordinator komunitas Sastra Bulan Purnama), Dhanu Priyo Prabowo (pemerhati dan penulis sastra),  dan Bey Bayu Saptono (penulis, sutradara).

Kami ngobrol ngalor-ngidul mengenai anugerah kebudayaan, penerima penghargaan sastra, dunia supranatural, klenik, gojekan kere, penerbitan buku,  perkembangan seni di Yogyakarta, dan keberadaan majalah berbahasa Jawa.

Dari semua obrolan,  tentu saja pembicaraan yang menarik adalah soal dunia supranatural dan klenik. 

Saya jadi paham kalau Mas LS bisa "menerawang" karena mengalami kepahitan dan tekanan hidup. Setelah menghayati kesulitan hidup, tokoh teater itu ditemui sosok nenek moyangnya yang sudah lama meninggal, "bercakap-cakap". 

Tak berapa lama kemudian, ia memiliki kemampuan menajamkan indera keenam untuk masuk dan menafsir keberadaan "dunia lain".

Sedangkan Bu CK sudah lama tetirah dan suatu ketika sempat tak sadarkan diri.  Setelah siuman ia seperti melihat layar lebar yang menggambarkan perjalanan hidupnya, kesalahan-kesalahan yang harus diperbaiki.

Dari situasi inilah  perempuan penulis cerkak dan novel Jawa itu menjadi perempuan linuwih, bisa melihat yang tak tampak dan mampu mengobati orang sakit.

Cerita dunia lain/Foto: Hermard
Cerita dunia lain/Foto: Hermard
"Saya dan beberapa orang sastrawan, seniman, juga pernah meditasi, nglakoni, mengasah kedalaman batin," jelas Ons Untoro.

Suatu ketika Ons bersama BW (penyair), BS (penyair), diajak almarhum SSA (sastrawan, budayawan Jawa, dianggap sebagai kamus berjalan kebudayaan Jawa),  nenepi malam hari ke sebuah situs di Pleret. 

Konon saat tengah malam, jika meditasi berhasil, akan terdengar suara keras misterius dari kejauhan.

Di situs yang berada di ketinggian, mereka duduk berjajar dalam senyap malam: SSA, Ons Untoro, BW, dan BS. Tokoh SSA yang pada masa mudanya mengalami mati suri, kemudian mengeluarkan rokok klobot dan minyak sinyongnyong (minyak serimpi). Membagi secara berantai.

Dalam proses ritual, SSA meminta mereka merokok klobot dengan dilumuri minyak serimpi, sambil memejamkan mata, fokus untuk mendengarkan suara mencekam.  

Ons Untoro karena tidak merokok, diam-diam membuang klobot di tangannya, membuka mata. Ia menyaksikan kedua temannya asyik merokok. 

Sejenak kemudian terdengar suara keras memecah keheningan malam. Karena penasaran, ia menelisik dan bergerak ke arah asal suara.

"Sontoloyo, kapusan kabeh, lha mung suwara jam gedhe! Sontoloyo, semua tertipu. Suara misterius itu ternyata suara dentang jam besar kuno pas jam satu malam!" teriak Ons tertahan.

Ons kembali ke tempat semula. Ia melihat BW dan BS teler mabuk klobot sinyongyong dan SSA tetap menikmati rokok klobot sambil matanya terus terpejam...(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun