Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kompasiana Pancen Oye!

10 Oktober 2024   17:25 Diperbarui: 13 Oktober 2024   05:35 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Joko Jumprit/Foto: Hermard
Joko Jumprit/Foto: Hermard
Sesudah berbincang agak lama, terkuak rahasia kalau Pak Joko Sungkono alias Joko Jumprit dengan penampilan sangat bersahaja itu bukan orang sembarangan. Di Jumprit, ia dikenal sebagai peracik kopi yang ampuh. Bersama isteri dan kelima anaknya, ia bersarang nyaman di pengkolan jalan Ngadirejo, persis di seberang petilasan Umbul Jumprit.

Jadi jangan heran dan penasaran, jika Kompasianer memasuki desa Ngadirejo, di sebuah jalan menanjak, pada dinding tinggi tempat pemakaman umum, di kanan jalan, kita akan terpaku pada tulisan berukuran besar: Mau Goreng Kopi? Serahkan Kepada Luwaknya: Joko Jumprit Coffee. Hem ternyata Joko Jumprit adalah luwaknya kopi Ngadirejo!

Pernikahan Savitri/Foto: Hermard
Pernikahan Savitri/Foto: Hermard
Cerita pendek "Pernikahan Savitri" (1/1/2024) saya tulis sebagai kado pernikahan teman baik, Mas HP, yang menikah untuk kedua kalinya setelah isteri pertamanya berpulang ke alam keabadian. Cerita ini terinspirasi dari keluhan dan grenengan Mbak S (isteri kedua) kepada Ibu Negara Omah Ampiran. 

Ia mengeluh karena perannya sebagai isteri-ingin melayani suami dengan sepenuh hati belum bisa terwujud. Hal itu terjadi karena setiap pagi dan sore hari, Mas HP dibuatkan kopi, teh panas,  oleh anak perempuannya yang masih tinggal serumah. 

Bahkan Mas HP selalu mengantar jemput kerja, mengantar belanja anak perempuan satu-satunya itu. Kenyataan ini membuat ia sebagai isteri tidak enak hati. Setiap hal ini dibicarakan dengan suami, Mas HP selalu bilang kalau ia juga tidak bisa lepas dari anak kesayangannya.

Dari persoalan inilah cerpen "Pernikahan Savitri" saya tulis, bagaimana seharusnya kehidupan keluarga setelah pernikahan, apakah seorang ayah tetap memilih anak kesayangan atau isteri tercinta yang baru dinikahi?

Setelah cerpen itu muncul di Kompasiana dan tepat satu tahun usia pernikahan mereka, cerpen itu saya forward ke Mas HP. Dari isterinya, Ibu Negara Omah Ampiran mendapat cerita kalau Mas HP membaca cerpen itu dengan penuh haru, mbrebes mili...

Travel story/Foto: Hermard
Travel story/Foto: Hermard
Menulis di Kompasiana ternyata, disadari maupun tidak, meningkatkan personal branding, memaksimalkan potensi diri dalam bidang kepenulisan.

Bagi saya, menulis merupakan sarana  yang kuat untuk memperlihatkan keahlian, sudut pandang, dan nilai-nilai pribadi yang kita miliki. Menulis artikel di platform Kompasiana  membantu saya dalam berbagi wawasan dan pengetahuan di bidang seni, sosial budaya, dan sesekali politik. Hal ini merupakan upaya menunjukkan minat dan keahlian dalam membangun otoritas di berbagai bidang tersebut.

Melalui tulisan, saya pun berbagi kisah perjalanan (travel story), kuliner,  pengalaman merengkuh dunia kesenian, hidup mengasyikan di desa, menjadi narasumber kegiatan kepenulisan, dan lain sebagainya yang tentu saja  semua itu membantu menciptakan relasi emosional dengan pembaca, sekaligus menunjukkan sisi autentik dan keunikan diri saya dengan apa adanya.

Agar tulisan menarik dan mampu menghipnotis pembaca, saya sarankan saat menulis, usahakan menawarkan sudut pandang atau solusi yang belum banyak dibahas. Hal ini akan melahirkan ide-ide segar dan orisinal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun