Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kebersamaan dalam Bingkai Kearifan Lokal

24 September 2024   14:18 Diperbarui: 26 September 2024   11:26 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mempererat hubungan di meja makan/Foto: Hermard

Dalam bergaul dengan teman-teman sekolah dan kuliah, kami meminta agar mereka rendah hati, menempatkan diri dengan baik, jangan merasa hebat dalam hal apapun, aja rumangsa bisa, nanging bisa-a rumangsa. Jangan sesekali meremehkan orang lain.

Selain itu, sebaiknya selalu bersyukur kepada Tuhan atas pemberian segala sesuatu, nrimo ing pandum-hidup sederhana dengan rasa tenang dan nyaman.

Selebihnya yang kami tanamkan kepada anak-anak adalah bahwa seseorang dilahirkan bukan untuk berdiri sendiri, melainkan saling memberi, menolong, dan membantu sesama tanpa pamrih. Sebagai manusia, kita dituntut bermanfaat bagi kehidupan dan lingkungan sekitar, urip iku urup.

Berjalan Bersama/Foto: Hermard
Berjalan Bersama/Foto: Hermard
Sebagai pondasi kebersamaan dalam membangun hubungan yang kuat antara orangtua dan anak, pola asuh anak yang saya lakukan bersama Ibu Negara Omah Ampiran, sejak awal kami memberikan kepercayaan kepada anak-anak dengan menghargai pendapat mereka, mendengarkan cerita mereka. 

Begitu pula saat anak-anak sudah bekerja dan berpencar ke Jakarta, Malang, dan Jerman, dalam merencanakan menghabiskan waktu bersama saya serahkan sepenuhnya kepada anak-anak. 

Dulu saat anak-anak masih SMA dan mahasiswa, quality time kami habiskan pada setiap hari Minggu dengan mengunjungi toko buku satu keluarga. Ketika anak-anak sudah bekerja di luar kota, setiap pulang kampung saat liburan panjang, kebersamaan selalu kami habiskan dengan makan bersama di tempat yang mereka pilih. 

Terkadang anak menantu mengajak makan malam dengan menu Korea atau Jepang dan menjelaskan mengenai menu yang dipesan dan bagaimana cara menikmatinya. Untungnya, saya dan Ibu Negara selalu terbuka dengan pengalaman-pengalaman baru, termasuk menyantap hidangan yang tidak biasa.

Di samping itu, ada tradisi yang dibangun anak-anak untuk berlibur ke kota-kota yang mereka inginkan. Biasanya mereka bersepakat mengambil cuti demi menikmati liburan bersama.

"Bapak Ibu tidak usah khawatir, pokoknya semua aman. Percayakan semua kepada anak-anak. Hotel, tempat kuliner, serta tempat wisata yang akan kita kunjungi semua sudah terencana dengan baik. Kita akan liburan ke Lasem, kota kecil dengan banyak bangunan pecinan," jelas Genduk, anak pertama meyakinkan kedua orangtuanya tahun silam.

Bangunan tua di Lasem/Foto: Hermard
Bangunan tua di Lasem/Foto: Hermard
Dalam kesempatan beberapa kali liburan, kebersamaan dibangun dengan bermain lego, kartu Uno, remi, atau game lewat gawai yang bisa dimainkan bersama. Permainan-permainan ringan sengaja dipilih sebagai sarana hiburan dan membangun kedekatan emosional.

Saat harus pindah rumah, anak-anak pun kami ajak berunding memilih hunian baru. Bahkan mereka menyarankan agar mengambil rumah modern minimalis dengan luas bangunan tidak terlalu besar agar mudah membersihkan dan melakukan perawatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun