Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

S3 Marketing a la Rumah Pagar Merah

17 September 2024   21:16 Diperbarui: 19 September 2024   20:39 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gang sempit memanjang/Foto: Hermard

Rumah  Pagar Merah (RPM)  terletak di gang kampung  dengan lebar jalan hanya cukup dilalui  satu kendaraan roda dua. Kalaupun sepeda motor harus putar balik, pasti pengendaranya akan susah payah mencari celah agar bisa putar arah. Pun juga jika berpapasan di ujung mulut gang, harus ada yang mau mengalah. Masuk beberapa meter dari mulut gang, tergantung tulisan "Naik kendaraan harap turun".

Gang sempit memanjang/Foto: Hermard
Gang sempit memanjang/Foto: Hermard

Meskipun   bagi orang lain tempat itu dianggap kurang menguntungkan untuk mengelola penginapan karena  mobil tidak bisa masuk, akses jalan  sempit, tetapi tidak begitu bagi Pak Denga dan Bu Ited yang sudah mengakrabi  kehidupan di kampung Notoyudan, Yogyakarta.

"Saya sudah bermukim di kampung ini sejak tahun delapan puluhan, meskipun dulu tinggal di sisi utara. Kebetulan ini merupakan tanah milik keluarga. Kemudian munculah gagasan membangum homestay untuk mengisi kegiatan hari tua. Memang letak tanahnya di gang sempit, tapi mau bagaimana lagi?  Justeru ini merupakan tantangan," jelas Pak Denga, pensiunan bank daerah di Semarang, saat ngobrol di keteduhan halaman RPM (21/8/2024).

Meskipun harus lara lapa (bersakit-sakit), tapi pasangan  ini meyakini bahwa rezeki sudah ada yang mengatur dan tak mungkin tertukar. Bu Ited bermodal pengalaman pernah bekerja di biro travel, mengantongi ijazah sarjana Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma, mulai menjalankan bisnis homestay  pada tahun 2022.

Perempuan yang tak lagi muda itu madhep mantep marep (bertekad bulat) menekuni usahanya. Meskipun  tidak benar-benar memahami   apa itu strategic business concept, suistainable competitive advantage,  positioning dan diferensiasi dalam menjalankan marketing bisnis, kemauan kerasnya membuka usaha penginapan tak terbendung.

Penamaan homestay yang masuk  sepuluh meter (ke barat) dari Jalan Letjen Suprapto, berseberangan langsung dengan SD Negeri Gedongtengen,dilakukan secara spontan karena pagar besi pengamannya bercat merah, jadilah diberi nama Rumah Pagar Merah Homestay.

Mempertimbangkan posisinya di dalam gang Jlagran, Pringgokusuman, Gedongtengen, untuk memasarkan penginapannya, Bu Ited tidak memanfaatkan  influencer marketing, content marketing, video tour, atau iklan berbayar. Sebaliknya ia justeru melakukan marketing out of the box dengan mengedepankan pelayanan ramah dan responsif. 

Perempuan cekatan itu tidak segan-segan menjemput tamunya ke stasiun kereta api Tugu, Jalan Pasar Kembang, dengan mengendarai sepeda motor. Jarak stasiun dengan RPM cukup dekat, hanya sekitar setengah kilometer. 

Sesampainya tamu di RPM disuguhi    welcome drink. Bagi turis asing, sambutan ini bisa jadi terasa unik karena Bu Ited seringkali menyertakan  camilan tak biasa: intip, pisang goreng, keripik kucai, lupis, kerupuk, dan nyamilan tradisional lainnya.

Bu Ited bersama tamu asing/Foto: Denga
Bu Ited bersama tamu asing/Foto: Denga

"Ketika turis dari Eropa baru saja datang, saya suguhi intip (kerak nasi yang digoreng) saat menikmati welcome drink. E, tak dinyana, dia sangat suka, sehingga satu toples kecil tandas," kenang Ited bahagia.

Menyediakan hal-hal kecil seperti teh, kopi, camilan gratis, setidaknya merupakan nilai plus dalam memberikan kesan  hangat sekaligus bentuk perhatian bagi tamu. Meskipun terkesan sepele, tapi hal ini sangat berarti bagi Bu Ited dalam menciptakan kebersamaan.

Mengenai bagaimana "kehangatan" suasana dan peseduluran yang dikedepankan owner RPM, setidaknya dapat diketahui dari beberapa review tamu yang menginap.

"We stayed here for 3 nights. The hosts were adorable, they were smiling and friendly, always little touches on a daily basis. We had dinner one evening at the accommodation and it was delicious (mie goreng). They offered us succulent banana fries (pisang goreng) how nice! The room was OK, simple, cleanliness ok, good value for money, it was sufficient for our stay. They offer you water every day." (AM Pires).

Bagi Pires, RPM menawarkan sensasi keramahan pemiliknya,  selalu tersenyum dan  ada sentuhan kecil setiap hari. Ia juga mencicipi  lezatnya mie dan pisang  goreng yang disajikan.

Menu  dengan cita rasa lokal ternyata benar-benar memberikan pengalaman unik yang tak terlupakan bagi para tamu.

Kesan serupa disampaikan Caca tamu asal Jawa Barat, "Owner-nya  ramah banget, menikmati hidangannya serasa sedang makan di rumah Mamah. Kalau sudah begini, nikmat  mana lagi yang bisa didustakan? Lokasinya strategis,  jalan kaki ke Malioboro tak sampai lima belas menit."

Keasrian RPM/Foto: Denga
Keasrian RPM/Foto: Denga

Suatu ketika dengan menggunakan dua sepeda motor bersama Pak Denga, Bu Ited  menjemput tamu asing di stasiun Tugu. E, ternyata tamunya tidak mau dibonceng karena takut dengan keselamatan mereka. Hal itu terjadi karena orang asing tersebut  belum pernah datang ke Indonesia. Kedua tamu  itu lebih memilih jalan kaki selama lima belas menit  ditemani pemilik RPM.

Berkat  keramahan pelayanan dan responsif dari Pak Denga serta Bu Ited, keesokan harinya mereka mulai akrab dan merasa nyaman menginap di RPM.

"Bersikap ramah dan mudah dihubungi jika tamu membutuhkan bantuan, ini yang saya lakukan bersama Pak Denga dalam pengelolaan RPM," tutur Bu Ited.

Ketika tamu dari Belanda mengeluh bingung, mengalami masalah karena bagian bawah tasnya rusak, dengan sigap Pak Denga membawanya ke tukang reperasi di Pingit. Tamu tersebut sangat terkejut   karena hasilnya begitu rapi, seakan tidak pernah terjadi kerusakan atas tas kesayangannya itu.

Begitu juga saat ada tamu  yang kebingungan karena jahitan bagian mistak celana rusak, Pak Denga membawanya ke tukang vermak. Si tamu terheran-heran karena dalam waktu singkat urusan celananya terselesaikan.

Pak Denga dan Bu Ited bersama tamu/Foto: RPM
Pak Denga dan Bu Ited bersama tamu/Foto: RPM

"Kita memang harus memberikan layanan  ramah dan responsif. Saya sampai mengenal   tempat-tempat reperasi tas, vermak, kulineran, tukang becak, tukang urut, tempat loundry, dan lainnya. Ini semua demi tamu yang terkadang memerlukan bantuan atau layanan mendadak dan tak terduga," jelas Pak Denga.

Mengelola homestay agar tamu merasa betah dan nyaman (ngomah) memerlukan perhatian terhadap fasilitas dasar  berkualitas, seperti kenyamanan tempat tidur, kebersihan kamar mandi, dan menyediakan area bersantai memadai. Semua diupayakan selalu bersih terawat.

Salah satu sudut RPM/Foto: RPM
Salah satu sudut RPM/Foto: RPM

Hal lain yang diterapkan berkenaan dengan fleksibilitas dan personalisasi waktu check-in dan check-out. Di samping mengetahui dan memenuhi kebutuhan tamu agar mereka merasa lebih nyaman.

Bagi Bu Ited, pengalaman positif tamu selama   menginap diharapkan  dapat meningkatkan kepuasan tamu dan mendorong mereka dalam memberikan review  terbaik dan merekomendasikan kenyamanan RPM  kepada orang lain. 

Bagaimana, sudah siap mengelola homestay meskipun terletak di gang sempit? Siap menerapkan marketing out of the box? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun