"Masih ingatkah Anda peribahasa apa yang pertama kali didengar saat di bangku sekolah? Jika Anda masih ingat, marilah kita sama-sama berefleksi. Saya mengenangnya sebagai tuturan ajaib yang inspiratif. Dan membekas sampai sekarang, bahkan memengaruhi hidup," begitulah catatan yang dituliskan Butet Kartaredjasa dalam mengantarkan buku Peribahasa Nusantara: Mata Air Kearifan Bangsa (karya Iman Budhi Santosa, 2016).
Budayawan sekaligus aktor teater itu mengakui bahwa peribahasa yang didengar saat kelas tiga sekolah dasar adalah Tong kosong nyaring bunyinya, dan Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.Â
"Peribahasa pertama maknanya soal kepandaian omong gede tapi nyatanya cuma mbelgedhes! Peribahasa kedua soal etos, proses, dan kegigihan bahwa untuk mencapai hasil terbaik harus melalui usaha dan kerja keras".
Bagi Butet, fungsi peribahasa layaknya seperti pemandu dan penjaga kesadaran. Peribahasa berisi petuah kebaikan dan kebajikan, kita laksana dikenalkan pada rambu-rambu kehidupan.Â
Ternyata ada "pagar" yang bernama kearifan dan kebijaksanaan, sebagaimana tersirat dari aneka peribahasa. Terdapat nilai-nilai luhur yang menjunjung kemuliaan kita sebagai manusia, sehingga karenanya kita bakal merasa malu jika mengkhianati nilai-nilai itu.
"Di situlah, sebenarnya sebuah peribahasa mengisi dan memengaruhi kita. Menjadi fondasi. Membentang sebagai wawasan. Meracuni pikiran dalam konteks positif," lanjut Butet.
bahasa Indonesia maupun bahasa daerah yang tertuang dalam peribahasa, pepatah, atau idiom, muncul berkaitan dengan fungsi dan tujuan bahasa dalam komunikasi sosial, ekspresi budaya/tradisi, etika, pendidikan moral, dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.Â
Ungkapan-ungkapan tertentu dalamMisalnya, peribahasa Air beriak tanda tak dalam menggambarkan pentingnya kerendahan hati dalam budaya Indonesia. Demikian pula ungkapan Aja dumeh (Jawa) menganjurkan agar jangan sok atau mentang-mentang-- aja dumeh sugih, jangan mentang-mentang kaya, dan menggunakan kekayaan untuk berbuat semena-mena, sebab harta kekayaan tidak abadi, sewaktu- waktu bisa hilang begitu saja. Dalam bahasa Madura, ungkapan tersebut berbunyi Asel ta'adhina asal-meskipun kaya tapi tetap bersahaja dalam bersikap.
Ungkapan sering juga digunakan untuk menyampaikan ide secara singkat dan padat. Sebagai contoh, idiom Buah bibir lebih efisien untuk menggambarkan sesuatu yang sering dibicarakan daripada menjelaskannya secara panjang lebar.
Ungkapan sebagai sarana pengajaran moral/etika, tercermin dalam peribahasa Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga menyadarkan keterbatasan kemampuan manusia dan pentingnya bersikap hati-hati.
Peribahasa atau ungkapan yang berkaitan dengan semangat kerja dan perjuangan hidup, misalnya Wani nggetih bakal merkulih (Jawa)-berani berdarah-darah akan memperoleh yang diharapkan (dalam bekerja jangan setengah-tengah). Ungkapan senada adalah Asing ulah wat padah (Lampung)-setiap ada perbuatan pasti ada hasil.
Di samping ungkapan berupa peribahasa, pepatah, idiom, ada pula kata-kata bijak (wisdom) yang memiliki tujuan memberikan motivasi dan inspirasi, mengajarkan nilai-nilai moral (kejujuran, kesabaran, keadilan, dan empati).Â
Kata-kata bijak berfungsi sebagai panduan dalam menjalani kehidupan, dan membantu seseorang dalam instropeksi, memahami diri sendiri dengan lebih baik dan tumbuh secara personal.
Simak saja kata-kata bijak Panglima Besar Jenderal Sudirman: Dalam menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga tetap jangan lengah, karena kelengahan dapat menyebabkan kelemahan, kelemahan menyebabkan kekalahan, berarti penderitaan. Bisa juga kita mengagumi kata bijak KH AR Fachrudin: Yang penting mari kita saling menjaga silaturahmi. Kita tidak perlu saling iri, kita tidak perlu saling sombong, mentang-mentang berkuasa, jadi sok kuasa.
kebudayaan, identitas, dan cara berpikir masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, ungkapan-ungkapan dalam bahasa Indonesia dan daerah bukan saja hanya sebagai alat komunikasi, tetapi merupakan cerminan dari kearifanReferensi:Â Peribahasa Nusantara-Mata Air Kearifan Bangsa (Iman Budhi Santosa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H