Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengintip Eksotika Pasar Tradisional Melalui Mata Perempuan

20 Agustus 2024   21:16 Diperbarui: 21 Agustus 2024   14:57 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instragramable pasar kliwon Cebonganl/Foto: Yupi

Bagi Yuli Purwati, perempuan paruh baya, pasar tradisional di pelosok desa merupakan memori, romansa yang paling membahagiakan. Aura pasar tradisional harus dijaga, meskipun mungkin saja akan hilang di masa mendatang. Kesadaran akan "kehilangan" pasar tradisional sudah diyakini Yuli Purwati (kerap disapa Yupi) sejak beberapa tahun silam.

"Pasar tradisional mungkin akan kalah bersaing dengan kehadiran supermarket dan pasar rakyat modern. Tapi saya yakin pasar tradisional yang berada di pelosok desa masih bisa bertahan," papar Yupi.

Kesenangan terhadap pasar tradisional karena saat kanak-kanak, terutama pada menjelang lebaran, sering diajak Simbah Putri ke pasar Nggesikan (Ngluwar) berjualan wade---kain batik/jarik dan keperluan berbusana perempuan.

Perempuan bernama Yupi/Foto: Endro
Perempuan bernama Yupi/Foto: Endro
Ketika sudah berkeluarga, perempuan yang sering menggubah puisi menjadi lagu ini, semakin tergila-gila terhadap pasar. Hal ini didukung oleh kegemaran Mas Endro, suami, yang hobi berburu barang bekas, lawasan. 

Oleh sebab itu acara blusukan ke pasar-pasar tradisional kian menjadi kegiatan rutin yang menyenangkan. Terlebih mereka tinggal di perbatasan terluar Sleman (Yogyakarta) dan Ngluwar (Magelang, Jawa Tengah), tepatnya di Beteng, Bligo, Ngluwar, Magelang.

Dari sini mereka bebas menyusuri pasar tradisional yang berada di wilayah seputaran Sleman maupun Magelang. Semula perempuan yang juga relawan bencana alam ini hanya duduk menunggui sang suami saat mencari barang lawasan. 

Tapi lama-kelamaan timbul hasrat mengabadikan kehidupan di pasar tradisional. Kemudian menjadi lapar mata mencari objek-objek dan kejadian-kejadian menarik berkaitan dengan aktivitas wong ndeso di pasar tradisional. Momen-momen keriuhan, tawar-menawar, kehangatan kebersamaan, keramahan wong cilik, dijadikan bidikan instagramable.

"Bagi saya, sesuatu yang instagramable itu bukan hanya berkaitan dengan tempat-tempat yang indah, mewah. Meskipun pasar tradisional terkesan kumuh, kotor, tetapi selalu ada objek-objek unik yang layak tayang di media sosial, sangat instagramable. Saya memberi rekomendasi pasar tradisional untuk menghasilkan foto-foto human interest," ujar Yupi.

Rumah di Bligo, Ngluwar/Foto: Hermard
Rumah di Bligo, Ngluwar/Foto: Hermard
Perempuan penyuka tanaman hias itu tidak sekadar menghasilkan foto-foto human interest, tetapi ia juga berusaha membagikan pengetahuan mengenai tradisi/budaya tentang kehidupan masyarakat desa. 

Saat mengabadikan foto seorang penjual ayam di Pasar Cebongan (Sleman) pas pasaran Kliwon, Yupi memberikan catatan bahwa ayam tersebut pasti hendak dijual. Sebagai penandanya ekor ayam ditaruh di depan. 

Memang seperti itulah kode yang dipahami masyarakat desa jika ayam hendak dijual ke pasar. Cara itu merupakan petunjuk praktis (tak tertulis), turun temurun, yang dilakukan masyarakat pedesaan di Jawa. Terkadang belum sampai pasar, ayam sudah ditawar dan dibeli orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun