"Edan, jebul anake wong sugih, omahe magrong-magrong. Lha nek sekolah kok trima nyepeda. Ora tau umuk-Gila, ternyata anak orang kaya, rumahnya besar dan bagus. Lha kalau ke sekolah kok cuma naik sepeda. Tidak pernah pamer," ujar Aryadi terheran-heran.
Setelah pertemuan itu, Bang Totok meminta agar Aryadi tidak bercerita ke teman-teman sekelas tentang rumah dan keluarganya.Â
Bang Totok termasuk siswa yang bisa mengikuti pelajaran. Meskipun begitu kami tetap belajar bersama di tangsi untuk pelajaran kimia, aljabar, maupun fisika. Anggota belajar bersama ketambahan dua orang: Aryadi dan Bambang TP.Â
Walaupun berada di jurusan IPA, tetapi setiap pertandingan antar kelas, berkat koordinasi Bang Totok bersama teman lainnya, kelas kami selalu memenangkan lomba majalah dinding dan vokal grup.Â
Kepedulian terhadap jurnalistik dan kesenian diperlihatkan sejak lelaki tiga bersaudara itu berada di kelas satu. Bahkan di kelas dua, banyak teman-teman perempuan yang minta dibuatkan puisi.
Jadi tidak terlalu mengherankan bagi saya kalau kemudian ia banting stir dari jurusan IPA, kuliah ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan (sekarang FIB) UGM, meninggalkan keiinginan kuliah ke Fakultas Biologi.Â
Konon kabarnya, karena kuliah di jurusan yang kurang populer itulah, ibu sang pacar tidak ingin anak perempuannya meneruskan hubungan dengan Bang Totok. Takut akan masa depan anaknya kalau hanya diberi makan puisi dan imajinasi. Mereka lalu putus baik-baik.
Saya juga melanjutkan kuliah ke UGM di salah satu fakultas dengan basis IPA. Pada semester ketiga, nama Bang Totok mulai populer di fakultasnya karena ia mendapat beasiswa dari salah satu lembaga pemerintah pusat, memenangkan lomba menulis artikel populer, namanya mulai menghias koran lokal, menjadi juri lomba baca puisi.Â
Meskipun begitu ia tetap saja low profile, andap asor (rendah hati). Di sisi lain, tidak minder berkumpul dengan teman-teman dari fakultas bergengsi: arsitek, geografi, ekonomi, dan hukum.
"Pekerjaan orang tidak hanya ditentukan oleh pendidikan. Tapi juga tergantung dari pengalaman dan nasib. Meskipun kita kuliah di fakultas favorit, tapi kalau bernasib kurang baik, belum tentu mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan," ungkap Bang Totok Keling datar.
Bang Totok agak telat lulus dari perguruan tinggi. Meskipun begitu ia diterima bekerja sebagai PNS di lembaga yang dulu memberinya beasiswa. Lembaga pemerintah pusat tersebut memiliki kantor di setiap provinsi di Indonesia, termasuk di Yogyakarta.Â
Lulusan Sastra UGM itu memang bernasib baik, bisa bekerja di kantor sesuai passion-nya; mengurusi penelitian, pembinaan, dan pengembangan bahasa-sastra. Kata orang Jawa, tumbu oleh tutup, sehingga kariernya pun cepat menanjak.Â