Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perjalanan ke Timur, Rujak Mak Pat, dan Tiga Situs Majapahit

15 Juli 2024   11:53 Diperbarui: 15 Juli 2024   17:10 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari rujak Mak Pat sampai Candi Brahu/Foto: Hermard

Tepat pukul 06.45 WIB (5/7/2024) ular besi Sancaka dengan sembilan gerbong mulai melata dan kian bergerak cepat dari Stasiun Tugu Yogyakarta ke arah timur menuju Stasiun Gubeng Surabaya. Desisannya terus meraung sepanjang perjalanan, terutama saat akan melewati perlintasan kereta api tanpa palang pintu.

Di gerbong eksekutif dua  deretan  depan, saya dan Ibu Negara Omah Ampiran menempati kursi di antara bule-bule dengan tujuan Mojokerto. Rasa-rasanya wisatawan dari Amerika, Perancis, dan Jerman itu  akan menuju gunung Bromo  dari jalur kota kecil Mojokerto.

Bagi saya, kembali ke Mojokerto adalah memunguti remahan kenangan-kenangan masa lalu yang mewarnai perkenalan dengan Ibu Negara Omah Ampiran.

"Kita langsung ke rujak Mak Pat. Rujak cingurnya mantap," ujar Mbak Martini dan Mas Agus yang menjemput kami di stasiun.

Warung Mak Pat/Foto: Hermard
Warung Mak Pat/Foto: Hermard
Dalam waktu sekejap kami sudah sampai di warung dengan dominasi warna hijau. Maklum warung dan stasiun berada dalam satu kecamatan, Kranggan. 

Warung Mak Pat Berada di ujung gang Penggramen V, Kranggan, Mojokerto, berbatasan langsung dengan lapangan sepak bola. Masuk sekitar dua ratus meter dari Jalan Raya Pahlawan.

"Bangunan aslinya berdinding gedek, anyaman bambu. Ada pohon rindang di samping  dan di atasnya terdapat kotak kandang merpati. Sekarang bangunannya sudah  permanen, tidak ada pohon dan kandang merpatinya," jelas Mas Agus sambil mengenang masa tahun tujuh puluhan.

Mak Pat (Patimah) dengan gesit melayani pesanan tiga porsi rujak cingur matengan. Di depannya terdapat layah (cobek) besar. Dengan cekatan ia mengulek menghaluskan kacang, bawang putih, terasi, cabai rawit, gula merah, dan garam. Ditambahkan petis dan air asam. 

Mak Pat beraksi/Foto: Hermard
Mak Pat beraksi/Foto: Hermard
Tangannya mengaduk rata, sehingga permukaan cobek menjadi berwarna kecokelatan. Kemudian ia mengiris cingur sapi rebus, mentimun, krai, tempe, tahu goreng, dan lontong.  Menambahkan kangkung, lalu toge rebus. Semua  ditaruh di atas cobekan, terbagi langsung dalam tiga porsi yang kemudian dicampur rata dengan bumbu ulekan.

"Irisan pisang kluthuk yang ikut diulek bersama bumbu kacang, membuat rujak terasa gurih dan nyamleng. Apalagi petis dan bumbu kacangnya melipah," ujar Ibu Negara Omah Ampiran.

Warung Rujak Mak Pat sudah ada sejak akhir tahun 1970-an. Kini dikelola oleh generasi kedua. Mak Pat meneruskan keahlian meracik bumbu rujak cingur dari Bu Tholib, ibunya. Kesohoran warung ini memang sebermula dari rujak cingur. Sekarang tersedia pula gado-gado, es kolak, es dawet, dan camcao.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun